Kupu-kupu di Jendela

1212 Kata
Sepulang dari tempat kerja, Clara merebahkan dirinya di atas kasur. Gadis itu merasa lelah. Ia pikir, pekerjaannya itu tidak akan menguras tenaga. Ya, hanya duduk saja dan menulis. Namun, sepertinya, ketika bekerja di bawah nama seseorang, itu lain lagi. Ia punya sebuah tanggung jawab dan tentunya, Clara juga berusaha untuk menghasilkan yang terbaik. Ia tidak ingin Kristo Wijaya kecewa karena pekerjaan yang telah dipercayakan kepadanya. Gadis itu memutar beberapa lagu mellow, dengan tujuan dapat membuat lelahnya sedikit berkurang. Namun, itu tak lama. Musiknya berhenti, berganti dengan nada dering. Siapa yang menelepon? Clara seperti sudah bisa menebak. San. "San, ada apa?" tanyanya. Entah, tapi mungkin karena sudah beberapa kali ia berkomunikasi dengan San, perasaan canggung dan grogi-nya perlahan memudar. Jantungnya tak lagi bergerak seperti cacing kepanasan, ketika menerima telepon dari San. "Sudah pulang?" "Iya, barusan." "Oke, kalau gitu, sedang apa? Istirahat?" tanya San beruntun. "Ya, aku sedang rebahan saja, San. Ada apa?" "Memangnya, harus ada apa dulu, baru aku boleh menelepon?" Lagi, San protes karena hampir setiap ia menelepon, Clara selalu bertanya ada apa. "Bukan begitu maksudku," sanggah Clara. Sebenarnya, ia juga tidak tahu apa yang harus dikatakannya kepada San. "Ya, hehe. Tidak apa-apa. Maaf mengganggu istirahatmu. Kalau begitu, aku tutup dulu, ya." "Eit, tunggu dulu!" San tidak jadi menutup teleponnya. "Iya, Clif. Kenapa? Ada apa?" "Aku boleh cerita tentang hari ini?" tanya Clara ragu-ragu, sambil membenarkan posisi berbaringnya. "Ya, boleh. Kenapa memang?" "Seru aja, sih. Di sana, semuanya baik-baik dan tahu tidak, San? Aku punya ruangan sendiri. Ya, ruangan kerja untuk aku sendiri. Kaget. Aku pikir, aku akan kerja di dalam kubikel yang bersekat." "Wah, serius? Berarti, memang kamu salah satu pegawai yang istimewa." "Ya, aku senang dengan apa yang aku terima di kantor. Juga perlakuan dari rekan-rekan kerja di sana. Semuanya ramah." "Bagus kalau begitu. Mereka ramah, ya." "Iya. Oh iya. Ada satu laki-laki. Namanya Tora. Dan aku betul-betul merasa dia memang teman yang baik." Setelah kalimat itu, San tak langsung menanggapi. "San?" "Ah, iya. Aku masih mendengarkan. Namanya Tora, ya. Oke. Memang bagus bisa berteman dengan banyak orang, tapi kamu juga harus berhati-hati." "Hah? Berhati-hati? Memangnya kenapa? Apa dia orang yang buruk?" "Bukan-bukan. Aku tidak tahu dia orang yang seperti apa. Buruk atau tidak, aku tidak tahu. Hanya saja, penting bagi kita semua, kalau memang masih baru berkenalan, jangan sampai terlalu dekat. Kita tetap harus berhati-hati." Clara terdiam mendengar semua kata-kata yang diucapkan oleh San. Itu tidak terdengar seperti kata-kata yang biasa diucapkan oleh seorang San. Sebab yang Clara tahu, San selalu berpikir positif. "Maksudku, aku tidak mau kamu terlalu dekat dengan ...." Kalimat San menggantung. Clara menunggu dan berusaha mencerna apa maksud San berkata begitu. Apa ... San cemburu? Tidak. Clara berusaha menyingkirkan asumsi anehnya. Lagi-lagi, lagi dan lagi, ia tak mau berpikir berlebihan. Tapi, Clara penasaran. "Tenang saja, San. Tora itu baik. Dia memang awalnya membuatku terkejut, karena dia bersikap seolah-olah sudah lama mengenalku. Tapi, untuk seseorang sepertiku, yang kadang kesulitan beradaptasi dengan orang-orang baru, kupikir itu bagus. Aku jadi lebih mudah bersosialisasi." "Ya, terserah." Clara kaget. Nada bicara San jadi lain. Dan karena itu, Clara panik. "Terserah?" "Ya, kalau kamu memang mau seperti itu, terserah." Ada suasana yang sedikit berbeda. Clara merasa bersalah karena sudah mengatakan kalimat tadi. Ya, ia tahu San sepertinya tidak nyaman, tapi malah dengan sengaja mencoba memancing. "San, aku hanya berusaha untuk mencoba berbaur. Tidak ada yang istimewa dari Tora. Ya, dia hanya teman. Dan aku bisa pastikan kalau memang, aku dan Tora hanya teman saja. Dan maksudku, dia pasti tidak akan melakukan hal buruk. Aku bisa melihat dari cara dia bicara dan bersikap, dia orang baik." Hening sesaat. "San?" "Iya. Maaf. Aku tadi, hanya mencoba memberi masukan. Hanya itu. Dan kamu, tidak perlu memberi penjelasan soal apa pun. Setelah dipikir-pikir, kamu memang berhak melakukan apa pun. Semua terserah saja. Dan ya, memang kamu sudah betul. Mencoba berbaur. Dalam dunia kerja, itu memang salah satu hal yang penting." Clara sedikit lega. Tapi tunggu? Apa kata San tadi? Ah, iya. Kenapa ia harus menjelaskan soal kalau ia dan Tora hanya akan berteman saja? Oh, ya ampun. Clara tak tahu lagi harus berkata apa. Ia malu. Sangat malu. Tadinya, ia pikir bisa membuat San mengakui soal perasaan cemburu yang mungkin laki-laki itu miliki. Namun sekarang, apa? Clara merasa sudah mempermalukan dirinya sendiri. "Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya menjelaskan, agar kamu tidak salah paham." Sedetik kemudian, Clara menyesali kata-katanya lagi. "Tidak. Aku tidak akan salah paham. Aku hanya tadi ya, sedikit konyol saja, haha. Maaf, ya. Aku juga tidak tahu kenapa ketika kamu bilang kalau kamu dekat dengan Si Tora itu, aku jadi berpikir negatif tentang dia. Padahal, dia itu kan, aku tidak tahu seperti apa dia itu. Aku hanya menebak-nebak saja." "Haha. Iya. Oke-oke. Aku mengerti. Ehm, aku sepertinya harus mengerjakan sesuatu, San." "Ya, silakan. Aku juga sebenarnya, ada yang harus aku kerjakan." "Ah, bagus kalau begitu. Ternyata, kita sama-sama sibuk, ya. Kalau begitu, aku tutup teleponnya, ya. Sampai jumpa." "Oke. Sampai jumpa lagi." Clara dengan cepat menutup teleponnya. Lalu, ia merasakan kembali perasaan malu yang teramat sangat. "Sampai jumpa." Ah, kenapa ia harus mengatakan kalimat itu? Seolah-olah, dalam waktu dekat, ia akan bertemu lagi dengan San? Gadis itu mengacak rambutnya sendiri dan mulai berteriak tak jelas. Ia benar-benar malu. Tadi adalah percakapan yang paling aneh menurutnya. Gadis itu mencoba menenangkan diri, sampai akhirnya ia menyadari satu hal yang membuatnya tersenyum sendiri. Ada perasaan lain. Ketika ia tahu kalau San seperti sangat mencemaskan dirinya dengan Si Tora itu. Apa ia sedang jatuh cinta? Clara tersenyum memikirkan kalau mungkin, San juga memiliki perasaan yang sama sepertinya. Clara tidak ingin berharap lebih, tapi dari cara San bicara, bersikap, seolah-olah laki-laki itu juga punya ketertarikan khusus kepada Clara. Clara memejamkan matanya sebentar, sebelum akhirnya ia memposting sesuatu di IG-nya. Ia mengambil gambar jendel kamarnya dan menuliskan sebuah caption. "Aku melihat kupu-kupu di jendela." Setelah dipikir-pikir, itu memang agak lebay, tapi entah kenapa, Clara ingin menuliskannya. Tak lama, beberapa orang berkomentar. Anrez, salah satu anak BBA yang merupakan teman dekatnya juga, dengan sigap berkomentar. [Mana? Aku tidak melihat apa pun.] Clara membalasnya dengan emotikon memeletkan lidah. Anrez memang selalu saja bercanda. Karena postingan itu juga, WAG BBA jadi ramai lagi. [Clif sepertinya sedang menemukan kupu-kupu.] -Anrez [Ya, aku juga melihat postingannya.] -Sam [Wah, Sam. Kamu yang sedang sangat sibuk saja, tertarik dengan apa yang sedang Clara alami. Sepertinya, kita harus menjadikan ini sebagai topik obrolan.] -Anrez [Hey, tidak ada pekerjaan lain? Katanya kalian ini penulis terkenal. Harusnya kalian sibuk.] -Clif/Clara [Ada apa ini? Aku akan menyimak.] -El [El datang. Sudah, ganti topik saja.] -Clif/Clara [Bagaimana pekerjaanmu itu? Bukannya ini hari pertama?] -El Karena pertanyaan itu, Clara jadi cerewet. Ia dengan antusias mengatakan semua yang ia alami di kantor pertama kali. Gadis itu bercerita dengan cukup detail tentang bagaimana ia diperlakukan. Tentang satpamnya yang ramah, tentang Tora, dan semua hal yang ia temui tanpa kecuali. Anrez, Sam, dan El sesekali menanggapi dan mereka juga ikut bahagia dengan apa yang Clara dapatkan. Dua orang lainnya, Lora dan Renata, tak muncul di grup. Setelah selesai obrolan panjang itu, Clara mendapatkan notifikasi lain. Sebuah notifikasi yang membuatnya terbelalak. San berkomentar di postingannya. [Aku juga melihat kupu-kupu di jendela kamarku.] Sontak saja, komentarnya membuat banyak orang yang membalas komentar San itu. Awalnya hanya beberapa, lama-lama semakin banyak. Clara tak tahu lagi harus bagaimana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN