Jatuh Cinta

1019 Kata
Sebelum berangkat ke tempat kerja, Clara kembali membaca komentar San yang sudah diserbu oleh banyak orang. [Aku juga melihat kupu-kupu di jendela kamarku.] Apa-apaan ini? pikir Clara. Melihat komentar tersebut, perasaan Clara seolah bersambut. Rasanya ia sedang diterbangkan ke ketinggian yang tak terkira. Gadis itu tak ingin lagi menahan semua perasaan yang sempat ia sangka hanya sebagai perasaan yang bertepuk sebelah tangan. San memberinya tanda-tanda. Dan Clara mulai memahami. Bahwa laki-laki itu, juga memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Gadis itu senang bukan main. Beberapa komentar yang membalas komentar dari San berasal dari para penggemar. Kebanyakan tentu dari penggemar San. Ada komentar yang bernada positif dan ada juga yang sebaliknya. [San dan Clif, perfect couple.] [Keren!] [Ciyeee.] [Dih. Aku tidak setuju. Aku lebih suka San dengan salah satu model itu.] Membaca salah satu komentar yang menyinggung soal model, Clara sedikit penasaran. Apa San pernah dekat dengan model? [Bagus. Semoga mereka terus berkolaborasi.] Clara menarik napas panjang. Gadis itu mulai merasakan bahwa dirinya perlahan-lahan mulai terkenal. Ia senang, meskipun ada sedikit kekhawatiran. Gadis itu sudah siap. Ia duduk sebentar di depan cermin, demi meyakinkan dirinya kalau ia memang cukup pantas. Untuk San, untuk teman-teman barunya di kantor, dan bahkan untuk orang-orang yang belum pernah ia temui sekalipun. Clara meyakinkan dirinya, bahwa ia pantas dicintai. Meskipun cintanya kepada Naren, bertepuk sebelah tangan. Ya, mungkin karena itulah. Karena kenyataan itulah, Clara menjadi lebih berhati-hati membuka hati. Ia terlalu takut tak layak bagi seseorang. Sebuah telepon masuk. Itu San. "Halo." "Halo, San." "Aku di depan rumahmu." "Oke. Aku datang!" Clara tidak menyesal dan ia bertekad untuk tidak lagi menyesali semua yang akan ia lakukan atau katakan lagi. Ia yakin. San adalah laki-laki yang baik dan tidak mungkin akan menyakiti dirinya. Saat membuka pintu, San menyodorkan bunga. "Maaf, ya. Mungkin ini agak aneh. Tapi kudengar, perempuan suka bunga. Ehm, aku tahu kamu mungkin akan merasa aku konyol dan sedikit berbeda. Jujur saja, aku memang merasa karkaterku jadi aneh saat berhadapan denganmu." Clara mencerna semua kata-kata San. Mungkinkah yang dimaksud oleh San itu, ia sedang salting alias salah tingkah? Kalau di depan Clara? Gadis itu berusaha untuk tidak tertawa. Ia menerima bunga dari San dan menghirup aromanya sebentar. Wangi. Clara amat menyukainya. Itu berarti, bunga aster sebelumnya punya teman sekarang. "Ya sudah kalau begitu, kamu siap?" "Siap. Sebentar. Aku taruh bunganya dulu." Clara dengan cepat masuk ke dalam rumah dan menaruh bunganya di kamar. Setelah itu kembali menemui San. Begitulah. Selama di dalam perjalanan, ada saja yang mereka bicarakan. Kebanyakan mereka membicarakan tentang dunia tulis-menulis. Lalu obrolan mereka juga kadang menyangkut persoalan yang kritis. Semisal minat baca buku di berbagai negara, pasar buku yang sedang trend, serta banyak lainnya. Atau, kadang Clara juga berbicara soal film. Ya, karena ia suka menonton film, dan rupanya San juga suka. Hanya, mereka rupanya memiliki kesukaan yang berbeda soal genre film yang ditonton. "Sebenarnya, aku suka semua film atau drama. Asalkan memang jalan ceritanya bagus," ucap Clara di sela pembicaraan mereka. "Sama. Aku juga, tapi aku tidak terlalu suka film yang mellow." "Yang sentimen?" "Ya, begitulah. Aku tidak suka drama yang kamu bilang tadi." "Kenapa? Padahal, drama-drama yang aku sebutkan tadi, semuanya bagus-bagus, San. Aku berani jamin. Akting pemainnya juga bagus. Kamu harus tonton." San menggeleng pelan, matanya masih fokus ke depan, ke jalanan. "Ya, aku tidak akan menonton, hehe. Maaf, ya." "Kenapa? Oh, kamu tidak percaya dengan apa yang aku katakan? Semua yang aku katakan soal drama tadi, kamu tidak percaya? Aku juga penulis, San. Aku bisa membedakan mana cerita yang bagus dan tidak." Entah kenapa, tapi Clara jadi sekesal itu. Ia begitu bersemangat tadi, saat menceritakan drama-drama asal Negeri Ginseng yang sudah ia tonton. Mungkin karena tanggapan San yang terkesan meremehkan. "Maaf," ucap San setelah beberapa saat. Dan satu kata itu, membuat Clara merasa bersalah. Mobil berhenti. Namun Clara tak juga turun. Ia merasa tidak enak. Clara menyadari satu hal. Tadi, sepertinya adalah pertengkaran pertamanya dengan San. "Emmm, aku yang minta maaf." Clara mengucapkan kalimat itu dengan nada yang sedih. Hal tersebut membuat San jadi merasa dua kali lipat lebih bersalah lagi. "Tidak-tidak. Kamu tidak salah, Clif. Aku yang salah. Aku minta maaf. Ya, ini hanya masalah selera bukan? Kamu suka A, aku suka B, itu bukan hal yang salah dan buruk. Iya, kan?" Clara mengangguk. "Dan itu tidak akan pernah jadi alasan yang cukup untuk membuat kita saling membenci. Berbeda kesukaan, justru adalah hal yang lumrah. Ada banyak pasangan yang berbeda hobi dan kesukaan, tapi mereka baik-baik saja." Pasangan? "Pasangan?" Clara refleks bertanya. "Ya, pasangan. Oh ya ampun! Ini jam berapa? Kamu akan terlambat, Clif!" San bertingkah panik, lalu keluar dan membukakan pintu untuk Clara. "Silakan," ucapnya sambil tersenyum. Clara tak habis pikir dengan kelakuan San. Ia tak pernah menyangka. Penulis yang dikaguminya dan ia sangka kalem, nyatanya bisa menjadi sosok yang konyol ketika berhadapan dengan dirinya. "Terima kasih." "Sama-sama." "Aku masuk ke dalam, ya," ucap Clara. "Silakan. Aku jemput ya, pulangnya." Clara hampir menggelengkan kepalanya. Namun, ia ingat tentang niatnya di pagi hari. "Iya, aku pulang jam tiga sore." "Oke. Nanti kita saling kirim pesan saja, ya." "Iya." Clara enggan masuk ke dalam. Ia dan San malah saling melihat terus-menerus. "Kamu tidak masuk?" tanya San. "Kamu tidak masuk ke mobil?" Clara malah balik bertanya. "Kamu saja duluan. Masuk ke dalam kantor. Dan jangan terlalu dekat dengan Si Tora itu, ya." "Haha. Oke. Aku akan ingat pesanmu." "Bagus. Gadis baik." Clara pun berbalik dan melangkah masuk ke dalam kantor. Jantungnya jangan ditanya. Sejak jadi, detaknya sudah sangat kencang. Clara merasa lebih tenang ketika masuk ke ruangannya sendiri. Ia meraba wajahnya yang hangat. Malu. Gadis itu sudah membebaskan perasaannya. Ia tak ingin lagi menutup diri. Itu memang bagus, tapi ada sisi yang kurang bagusnya. Untuk beberapa menit, bahkan setengah jam berlalu, setelah ia mencoba memulai pekerjaannya, Clara tak bisa fokus. Ia teringat terus kepada sosok San. Dan juga, ia merasa lucu mengingat tentang pertengkarannya dengan laki-laki itu tadi. Rasanya, semua kalimat San, cara bicaranya, cara laki-laki itu tersenyum, dan cara laki-laki itu memperlakukan Clara, semuanya membuat Clara terpesona. Sudah dapat dipastikan. Clara benar-benar sudah jatuh cinta! Dan gadis itu, tidak ragu lagi. Ia juga yakin, San sama sepertinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN