Kolaborasi San-Clif

1229 Kata
Bunyi notifikasi pesan instan dari ponsel Clara berbunyi. Ia cukup heran, mengingat kalau itu dari Naren, laki-laki itu tidak akan mungkin mengiriminya pesan pagi-pagi sekali. Atau ya, ia juga jarang memulai sebuah percakapan. Kebanyakan percakapan, pasti Clara yang memulai. Gadis itu tiba-tiba merasa lucu, sebab untuk perkara sepele mengenai siapa yang mengirim pesan saja, ia harus menebaknya dengan rumit. Clara mengambil ponsel dan melihat siapa yang mengirim pesan. [Clif, bagaimana kolaborasi kita?] Deg. Entah dari mana debar itu tiba-tiba saja hadir. Itu hanya kalimat pertanyaan yang San layangkan untuknya. Kalimat pertanyaan yang biasa-biasa saja, tapi kenapa hatinya harus merasa berbeda. Clara berusaha menormalkan detak jantungnya. Ia melihat ke sembarang arah, sebelum mengetik balasan untuk San. [Aku belum memikirkan apa pun untuk kolaborasi. Apa kamu punya ide?] Tak lama, ia pun kembali membalas pesan dari Clara. [Aku juga tidak punya ide. Tapi, untuk bisa saling menggali ide, sebaiknya kita bertemu.] Wait, what? Membaca pesan itu, Clara senyum-senyum sendiri. Apa-apaan ini? pikirnya. Apakah ini yang dinamakan modus? Sekali lagi, hatinya bertanya-tanya. Ya, Clara tahu. Mungkin, apa yang dikatakan oleh San memang hanyalah modus. Akan tetapi, Clara tidak terlalu peduli. Ehm, bisa saja, itu hanya perasaannya saja. Mungkin saja, ia yang terlalu kegeeran. [Oke. Ketemu di mana?] Clara akhirnya setuju. [Aku akan kirimkan alamatnya. Tapi, apa manajemenmu setuju?] Hah? Manajemen? Clara ingin tertawa. [Aku tidak punya manajemen. Aku mandiri. Kamu pikir, aku sudah terkenal sepertimu? :v] [Kamu harus mulai memikirkan itu.] [Oke. Akan kupikirkan nanti.] Tak berselang lama, San kembali mengirimkan pesan yang berisi alamat dan pemberitahuan tentang jam berapa ia akan datang ke sana. Clara merasa cukup bangga. San pasti sibuk. Penulis yang sering mendapat pujian karena puisi dan karya surealismenya itu, harusnya memiliki jadwal yang padat. Apalagi tadi ia bicara soal manajemen. Dan dengan entengnya, ia meluangkan waktu untuk kolaborasi dengan Clara. Wah, ini kesempatan emas, pikir Clara. Mungkin, San memang tulus ingin berkolaborasi dengannya tanpa embel-embel apa pun. Atau, meskipun itu untuk menaikkan popularitas, harusnya Clara yang merasa beruntung. Karena San lebih terkenal darinya. Clara sedang berusaha menyingkirkan pikiran soal San yang modus. Lagi pula, setelah ia pikir-pikir, ada banyak penulis cantik atau selebriti yang lebih bisa San gaet dibandingkan dirinya. Jadi, fiks! Ini hanya kolaborasi biasa. Di saat seperti itu, ia ingat Naren. Ah, laki-laki itu .... Pasti ia sedang sibuk sekarang. Naren terlalu sibuk dengan studi dan goal dalam hidupnya. Sampai-sampai, ajakan Naren ke kafe, tak pernah benar-benar terlaksana. Meskipun tidak janji, tapi Clara sempat sangat berharap akan hal itu. Clara mengirim voice note kepada Naren. "Aku akan kolaborasi dengan penulis terkenal! Hanya itu berita hari ini. Selamat pagi dan selamat beraktivitas!" Centang satu. Sudah biasa seperti itu. Clara masa bodo. Ia harus bersiap-siap sekarang. Kira-kira, ia cocoknya pakai baju apa, ya? *** Dengan balutan dress berwarna peach, Clara berusaha menumbuhkan rasa percaya dirinya dua kali lipat lagi. Ia tak ingin di depan San, ia gugup dan canggung. Lebih tepatnya, ia tak ingin membuat San merasa malu. Terlebih, mereka akan bertemu di tempat umum. Bukan tidak mungkin akan ada fans dari San yang melihat mereka berdua. Clara beberapa kali membenarkan riasannya. Gadis itu memesan kendaraan online dan menunggu dengan perasaan tak menentu. Padahal, hanya pertemuan membahas kolaborasi. Bukan pertemuan khusus, pikir Clara. Gadis itu berusaha meyakinkan diri berkali-kali untuk tidak berekspektasi lebih. Sebuah telepon dari San yang terkesan tiba-tiba, membuat Clara kikuk. Ia masih berada di depan rumah dan menunggu kendaraan online yang ia pesan. "Halo," ucap Clara. "Kamu sedang di jalan?" "Aku masih menunggu kendaraan online," jawab Clara. Sekarang Clara jadi sedikit panik. Jangan-jangan, San sudah menunggu lama. "Aku saja jemput. Mau?" Reflek, Clara menggeleng. "Tidak perlu, San. Haha. Merepotkanmu saja, ya. Jangan, tidak usah. Lagi pula, aku sudah pesan kendaraan, kan." "Oh, oke. Aku tunggu, ya." "Oke, baik. Eh, kamu sudah sampai?" "Belum. Tenang saja. Aku masih di jalan." Clara bernapas lega. Setidaknya, ia tidak membuat San terlalu kerepotan. Tak berselang lama, kendaraan yang dipesan Clara pun sampai. Membawanya menuju ke kafe, tempat di mana ia akan bertemu dengan San. *** San rupanya sudah menunggu. Laki-laki itu sejenak terpesona dengan tampilan Clara. Seperti ada yang berbeda, tapi San tidak tahu apa itu. "Sudah lama?" tanya Clara, basa-basi. "Belum. Baru sebentar. Mau pesan apa?" "Kalau kamu, mau pesan apa?" Clara malah bertanya balik. Saking gugupnya ia. "Aku, mau pesan jus saja." "Nah, sama!" San tertawa dengan pernyataan Clara. Clara juga ikut tertawa. Ia merasa jadi sedikit bodoh saat itu. "Oke, mari kita bicarakan soal konsep kolaborasi kita ini. Karena kamu tidak punya manajemen, anggap saja, ini adalah salah satu latihan. Tidak ada sponsor dan kita akan melakukannya tanpa mengharapkan keuntungan. Benar?" Clara mengangguk mantap. Ia paham kenapa San membicarakan soal itu. Ya, alasannya hanya satu. Karena ia sudah jadi penulis terkenal. Pastinya, ia memikirkan keuntungan, dan lain-lain. "Oke. Kamu, setuju, kan?" "Ya, aku setuju. Tapi, kenapa kamu mau berkolaborasi dengan penulis sepertiku? Kamu tahu kalau aku masih belum seterkenal kamu." "Emh, itu karena, aku ingin saja. Aku belum pernah berkolaborasi dengan penilis muda yang sepantaran. Beberapa kolaborasi yang aku buat pasti dengan rekan senior dan itu pun ada karena sebuah project." Clara mengangguk dan tersenyum. Ketika melihat ke arah San, rupanya San tengah menatap Clara. Gadis itu jadi salah tingkah. Wajahnya memanas. Dan San yang menyadari itu, segera mengalihkan pandangan ke arah lain. Clara terpkir akan sesuatu. San, laki-laki di depannya itu, betul-betul memiliki attitude yang baik. Clara mengerti, San bertingkah seolah tak ada apa-apa, padahal Clara jelas-jelas menampilkan wajahnya yang malu dan mungkin warnanya sudah jadi merah saat itu. "Enak, ya. Jusnya." San mengalihkan pembicaraan. Itu membuat Clara tersipu malu. "Kenapa? Hehe." "Tidak, tapi kamu, aku jadi tahu sekarang." "Tahu apa?" "Ya, aku jadi tahu kenapa kamu punya banyak penggemar dan buku-bukumu laris di pasaran. Bahkan, ada salah satu cerpenmu yang jadi inspirasi salah satu sutradara dan dia membuat film pendek dari cerpenmu. Iya, kan?" San mengangguk. "Ya, lalu apa alasannya? Apa yang kamu tahu?" "Kamu, sempurna, San." "Haha." San tertawa. "Maaf. Mungkin, kamu berpikir kalau ini berlebihan. Tapi, ya, memang itu yang ada dalam pikiranku sekarang. Kamu memiliki banyak hal yang para wanita sukai." "Oke-oke. Sebelum hidungku naik ke atas awan, sebaiknya kita hentikan ini. Kita bicarakan konsep kolaborasi saja." "Ah, baik." Keduanya sudah hampir menghabiskan jus mereka, tapi belum ada ide yang tercetus. "Oke. Aku akan berpikir soal puisi. Puisi sederhana. Kita akan posting di akun IG masing-masing di hari yang sama." "Oh, oke. Terus?" "Kita akan tambahkan ilustrasi. Seperti aku akan memposting gambar seorang laki-laki yang emmh, misal memegang kotak kaca. Dan kamu, memposting gambar perempuan." Kotak kaca? Perempuan? "Ya, itu dia. Aku masih belum menemukan satu yang tepat untuk hubungan laki-laki kotak kaca dan perempuan itu." Clara berpikir sejenak. "Apa mungkin, perempuan itu membawa sesuatu yang terkurung?" "Terkurung?" "Ya." "Apa itu?" "Emh, perempuan suka sesuatu yang cantik. Apa itu kunang-kunang?" San langsung menggeleng. "Tidak. Kamu tahu soal legenda kunang-kunang?" "Ah, iya. Kuku orang mati. Ya, kan?" "Itu maksudku. Makanya, akan kurang cocok. Kita harus menyuguhkan sesuatu yang romantis." "Apa, ya? Kupu-kupu?" San berpikir sejenak. "Kupu-kupu di dalam kotak kaca, itu terdengar sedikit surealis." "Ha, benarkah?" Clara begitu antusias. "Ya, benar. Kita pakai itu. Kupu-kupu di dalam kotak kaca, keindahan yang terkurung. Semua orang bisa melihatnya, tapi tak ada yang bisa menyentuhnya." "Ya, kalau gitu, ilustrasinya, kamu laki-laki yang pegang kotak kaca, aku perempuan yang bersayap? Seperti kupu-kupu?" "Ya, boleh saja. Tapi, tidak bisa terbang bebas." Clara mengangguk. Konsep yang sangat menarik!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN