Kupu-kupu di Dalam Kotak Kaca

1158 Kata
Rumor tentang kedekatan Clara dengan San mulai santer terdengar. Apalagi di salah satu aplikasi media sosial, IG. Beberapa penggemar San mulai kepo dengan aktivitas Clara. Clara tak merasa terganggu, sebab ia tidak fokus kepada hal itu. Ia hanya fokus kepada konsep dan rencana kolaborasinya dengan San. Kupu-kupu di Dalam Kotak Kaca. Sangat unik, menarik, dan tentunya memiliki makna yang mendalam. Namun, Clara bingung tentang apa yang nanti harus ia tuliskan. Mungkin, mudah bagi San, seorang penulis surealis yang sudah mumpuni di genre tersebut. Akan tetapi bagi Clara, hal itu sangat membingungkan. Tidak, tidak sulit, pikir Clara. Hanya, ia tidak tahu bagaimana cara memulainya. Gadis itu masih merebahkan diri, padahal matahari sudah mau beranjak. Setelah beberapa saat, ia akhirnya mau bangun dan Clara berjalan-jalan di sekitar rumahnya. Sepi. Hanya ia yang tinggal di rumah sederhana itu. Adik dan ibunya tinggal di rumah yang lain. Sering kali, Clara merasa tidak adil. Ketika mengingat kenapa dua orang yang disayanginya itu, jarang sekali berkunjung. Namun, ia selalu berusaha segera menyingkirkan perasaan buruk tersebut. Mereka hanya butuh ketenangan. Sama seperti dirinya. Lagipula, itu bagus. Clara 'kan seorang penulis. Sepi, sunyi, tenang, damai, itu adalah beberapa hal utama yang harus ada di sekitar penulis. Gadis itu mulai melakukan beberapa gerakan konyol demi meregangkan otot-ototnya yang kaku. Setelah itu, barulah ia beres-beres rumah. Mencuci pakaian, mencuci piring kotor dan lain-lain. *** Di depan laptop yang menyala, Clara membuka matanya lebar-lebar. Sambil memelototi layar putih yang belum ternodai oleh satu huruf pun, ia berusaha berpikir keras tentang apa yang harus ia tuliskan. "Kupu-kupu di dalam kotak kaca, kupu-kupu di dalam kotak kaca, kupu-kupu di dalam kotak kaca." Seperti mantera, Clara merapalkan kalimat itu berkali-kali. Berharap, ada satu baris puisi yang mungkin terlintas di pikirannya. Tidak berhasil! Gadis itu merasa kesal. Tak ada satu baris pun yang cukup pas untuk berkaitan dengan kupu-kupu di dalam kotak kaca. Tidak ada. Belum ada. Clara menyerah. Sudah satu jam lamanya ia menatap layal laptop, tapi belum ada kemajuan secuil pun. Jadilah, satu-satunya cara bagi Clara, untuk bisa mendapat inspirasi, adalah dengan bermain media sosial. Sangat tidak efektif dan sangat tidak dianjurkan memang. Clara dengan riang, mulai memainkan gawainya. Mengecek satu demi satu notifikasi yang masuk ke akun media sosialnya. Di postingan terakhir IG-nya, ada beberapa teman dari BBA Club yang jahil berkomentar. Postingan terakhir kali Clara adalah potret dirinya yang sedang duduk di kafe kemarin. Tanpa San, tentunya. Ia mengambil potret itu ketika San sedang ke toilet. Meskipun sendirian, tapi ada dua gelas jus yang juga ikut tampil dalam potret tersebut. Clara memang sering kali suka bermain-main dengan potret demikian. Ia berharap ada orang lain yang ikut penasaran. Ia merasa dirinya belumlah terlalu terkenal. Jadi, ya, itu bukan masalah besar. Clara tertawa ketika membaca komentar dari Anrez. [Jomblo, tapi pesan jusnya dua.] Beberapa komentar lainnya adalah komentar dari para penggemar. Salah satunya adalah Arga. Ya, laki-laki yang mengaku sudah menggemari Clara sejak lama. Ia juga membubuhkan komentar di postingan Clara. [Halo, Clif. Semoga kamu selalu bahagia. Jangan lupa makan.] Clara tersenyum. Ah, ia jadi punya ide untuk mengajak Arga bertemu. Ya, mungkin sebagai penggemar fanatiknya yang pertama, Arga patut diapresiasi. Clara merasa sangat senang dengan idenya itu. Ia segera mengirim pesan kepada Arga untuk bertemu dan ngopi bareng di kafe. [Hai, penggemar fanatik! Nanti ketemu, ya. Di Kafe Flow, jam delapan pagi, besok.] Setelah mengirimkan pesan itu, Clara kembali melihat-lihat postingan orang lain. Hampir semua yang ia follow adalah penulis dan teman-temannya di klub menulis. Beberapa memposting prestasi menulis mereka, yang lainnya memposting banner pre order buku cetak yang baru mereka terbitkan, dan ada yang mempromosikan cerita-cerita mereka yang tayang di platform. Memang menyenangkan bermain media sosial itu. Bisa sampai lupa waktu. Termasuk Clara. Clara tersentak dan hampir melemparkan ponselnya ketika sebuah panggilan masuk menampilkan nama San. Butuh beberapa detik sebelum Clara benar-benar siap mengatakan, "Halo, San." "Clif, kamu sibuk?" Hati Clara tak menentu ditanya begitu. Kenapa San bertanya soal itu? "Aku masih memikirkan tentang puisi kupu-kupu dalam kotak kaca kita itu." "Sama. Aku juga. Kamu sudah mulai menulis?" Pertanyaan yang Clara tak miliki jawabannya. "Itu dia. Aku belum terpikirkan sama sekali." "Kalau begitu, kita ngobrol-ngobrol saja dulu. Siapa tahu, dengan mengobrol, kita bisa menemukan ide. Aku juga belum menulis apa-apa. Meskipun sudah ada sedikit gambaran." Apa ini modus lagi? Pikiran aneh Clara kembali muncul. Ngobrol-ngobrol saja dulu? "Oke. Apa yang harus kita obrolkan?" tanya Clara, mencoba untuk santai. "Tentang masing-masing saja." Clara berusaha menahan tawa. Ya, benar dugaannya. Mungkin, San sedang modus atau pedekate, atau apa pun itu namanya. "Kita harus saling mengenal satu sama lain, agar dapat terhubung. Kolaborasi juga memerlukan satu ikatan yang kuat." Clara senyum-senyum sendiri mendengar kata-kata San. Jelas, itu terdengar seperti sebuah pengalihan. Seakan-akan, tidak ingin terlihat kalau San memang sedang mendekatinya. "Baik. Kamu dulu?" tanya Clara. "Oke. Ehemp. Aku, aku suka menulis sejak lama. Orangtuaku juga penulis. Salah satu dari mereka bekerja di pemerintahan. Ya, ibuku anggota dewan juga." Clara mengangguk-angguk. Soal ibunya San yang merupakan anggota dewan, Clara sudah tahu. Ya, seorang San memang seterkenal itu. "Oke. Itu sedikit tentangku. Kamu?" Clara menarik napas panjang sebelum menjawab. "Aku, aku tinggal sendiri. Rumah tempat Ibu dan adikku tinggal, tidak terlalu jauh dari rumahku. Ayahku merantau ke kota besar dan ia pulang setahun sekali." "Kamu lebih memilih tinggal sendiri?" Ada jeda cukup panjang setelah pertanyaan itu. Clara berpikir apakah San merupakan salah satu orang yang tepat baginya untuk bercerita tentang persoalan yang bersifat privasi? Adiknya memang tidak dekat dengan Clara. Karena beberapa alasan yang Clara pun, tak ingin terlalu mengingatnya. "Ah, oke!" Seruan itu membuat Clara cukup terkejut, tapi sejurus kemudian tersenyum. "Kenapa?" tanya gadis itu. "Aku punya ide! Sudah, kita tidak usah membicarakan soal keluarga atau apa pun itu." Clara, lagi-lagi tersenyum. San ternyata bisa jadi orang yang berbeda ketika sudah agak dekat. Ia mungkin mencoba mengalihkan pembicaraan. San seperti tahu, kalau pembicaraan mengenai keluarga, bukan hal yang bagus di waktu tersebut. Eh, atau San memang benar-benar mendapatkan sebuah ide? "Kamu penasaran dengan ideku?" tanya San lagi. "Ya, aku penasaran idemu. Apakah ada beberapa baris yang sudah kamu tuliskan tentang kupu-kupu di dalam kotak kaca." "Ya, ada." "Apa itu?" "Baru dua baris." Clara antusias. Walau hanya dua baris, tapi ia senang dan bangga bisa menjadi bagian dari terciptanya dua baris puisi milik San. "Kuketuk kotak, kuketuk. Kau dengar, kau pasti dengar." Clara bengong. Kuketuk kotak, kuketuk? Kau dengar, kau pasti dengar? "Ehemp. Aku akan lanjutkan nanti, dan kamu bisa baca selengkapnya di postingan intagramku. Dan ilustrasinya, timku sudah buatkan. Akan kukirimkan bagianmu juga." "Bagus. Aku suka. Meskipun aku belum mengerti ...." Clara mengutuk dirinya sendiri yang tidak terlalu memahami cara berpuisi. Lagi, kenapa ia langsung setuju ketika diajak kolaborasi? Duh. Gadis itu jadi bingung. "Oke. Sudah, ya. Aku mau lanjutkan lagi. Kamu, semoga kamu juga bisa segera menulis. Eh, tunggu saja tulisanku jadi dan diposting. Baru, kamu teruskan." "Ah, baik." Setelah percakapan itu berakhir, kepala Clara dipenuhi kata-kata ciptaan San barusan. Kuketuk kotak, kuketuk Kau dengar, kau pasti dengar Dua baris itu, berulang-ulang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN