"Seharusnya tidak usah bahas Andini dulu, Ras. Wajah ayahmu langsung berubah," kata Wisnu setengah berbisik. Raras hanya mengangkat bahunya acuh. "Ayah itu harus kuat, mereka sudah bercerai." "Bagaimana pun mereka pernah saling mencintai, tidak segampang itu melupakannya." "Hanya ayahku yang mencintai sendirian, ibu tiriku hanya mencintai hartanya." "Ya begitulah, Ras. Tolak ukur kebahagiaan setiap orang berbeda beda." Wisnu merapikan meja makan, pembantu melarangnya dengan wajah tidak enak hati. "Kalau kamu, tolak ukur kebahagiaanmu apa?" Raras memancing. Mereka sekarang pindah duduk ke kursi jati di ruang tamu. "Banyak, Ras. Kamu, bayi kita, adik adik serta kesehatan yang kita miliki. Oh ya, berondong yang kau wawancarai itu dia cerita apa saja?" Wisnu menjadi tertarik, Raras belum