Esok harinya Ian pergi menemui Arman tanpa memberi tahu Meta. Mengingat keadaan isterinya yang hiperemesis dan mood yang berubah-ubah membuat Ian tak berani mengatakan rencananya hari itu. Setelah menunggu nyaris satu jam, akhirnya Ian dipertemukan dengan Arman di ruang kunjung. "Mau apa lo?" tanya Arman, ketus. Ian masih diam. Mencoba meredam amarah di dalam dadanya. "Lucky you!" Sinis Arman lagi. Ian menghirup napas panjang. Menahannya sesaat. Lalu menghembuskan udara perlahan. Meredakan gemuruh di d**a dan pikirannya. Entah sudah berapa kali Ian memainkan simulai menghabisi Arman di pikirannya. "Lo ada masalah apa sih Ar sama gue? Seingat gue, sebelum lo jadian sama Meta, lo dan gue biasa aja. We were friend." "Gue benci selalu dibandingin sama lo. Lagi-lagi elo!" Ian meng