Arman melangkah lesu menyusuri jalan selasar panjang yang membawanya ke pintu keluar lembaga permasyarakatan tempatnya tinggal selama delapan tahun terakhir. Terlalu banyak kehilangan yang ia rasakan kala mendekam di dalam sana. Bahkan tiga tahun terakhir orang tuanya tak pernah lagi datang untuk sekedar menjenguk. Hatinya gamang, entah kemana ia harus datang setelah keluar dari pintu besi yang tak lagi berjarak jauh dengannya. “Rio Arman Zai?” tanya petugas yang menjaga pintu itu. “Ya, Pak.” “Ini barang-barang Anda.” ujar petugas itu seraya menyerahkan keranjang berisi barang pribadi Arman. Arman menerimanya, menganggukkan kepala sebelum menyampirkan tas ranselnya ke bahu. “Sehat-sehat, dan mari jangan bertemu lagi.” ujar petugas itu lagi. Arman tersenyum, mengangguk, kemudian m