Mas Hanif masih tak berhenti tersenyum. Aku sampai bolak-balik meliriknya. Senyumnya itu datang dan pergi, tetapi lebih sering datangnya. Membuatku heran dan tak mengerti kenapa dia sampai seperti itu. “Mas! Dari tadi senyum mulu. Beneran selega itu, ya, lepas dari Bu Lala?” Mas Hanif mengangguk. “Akhirnya, setelah bertahun-tahun.” Ngomong-ngomong, saat ini kami sedang turun tangga beriringan menuju mobil. Lama-kelamaan udara di atas sangat dingin, jadi aku minta turun. Terlebih, aku tidak mengenakan jaket. Aku hanya mengenakan kaos pendek dan cardigan rajut. Wajar aku berpakaian seperti ini. Pasalnya, tadi aku hanya niat mengantar Ibu belanja. Aku tidak ada niat pergi ke mana pun lagi. Mana tahu kalau ternyata aku akan diajak Mas Hanif ke tempat ini. Balum lagi, tiba-tiba aku dilamar