“Aduh, aduh! Sakit, Mas.” Aku meringis kesakitan saat Mas Hanif mengurut kakiku yang tadi sore tersandung. Kupikir sakitnya hanya akan berasal dari lutut yang sedikit lecet akibat berbenturan dengan lantai beton, tetapi ternyata aku salah besar. Justru lecetnya tak seberapa perih, tetapi ternyata rasa sakitnya berasal dari pergelangan kakiku yang terkilir. “Ditahan bentar. Kamu, sih, enggak hati-hati!” “Lho! Kok malah aku yang salah? Tadi gara-gara ngejar Mas itu!” “Mas enggak minta dikejar juga—” “Dah, lah! Berhenti aja ngurutnya! Orang enggak ikhlas, kok.” Mas Hanif malah tertawa. Dia juga menahan kakiku agar tetap berada di pangkuannya. “Mas bercanda aja, Da. Dasar, bocil ngambekan.” “Selamat karena seumur hidup akan hidup bersama bocil ngambekan ini.” “Mas nantikan ngambek-ngamb