46. Janji Rizda

2210 Kata

Obrolan di motor tidak tuntas. Mas Hanif tiba-tiba menjalankan kembali motornya dan obrolan selesai begitu saja. Mau menagih lanjutan, sudah terlanjur tidak tepat waktunya. Aku pun hanya bisa pasrah. Mau lanjut marah, Mas Hanif sudah tidak menggubris lagi. Belum lagi, dia juga mendadak diam seribu bahasa sampai akhirnya dia menghentikan motornya di sebuah rumah makan semi outdoor tiga lantai dengan pemandangan jalan raya yang ramai. Jogja dan weekend. Perpaduan yang sempurna. Orang berbondong-bondong keluar memenuhi jalanan dan tempat makan. “Jangan ngambek terus, Da,” ujar Mas Hanif di tengah-tengah makan malam. “Enggak. Udah biasa aja, tuh!” Aku mengunyah nugget di depanku, lalu menatap kosong pada pemandangan di bawah sana. Dari lantai tiga, kendaraan tampak kecil-kecil dan bereret

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN