Aku terus menatap takjub saat Mas Hanif memberi sambutan di depan. Pembawaannya terlihat sangat tenang. Intonasi bicaranya pun terdengar tegas tanpa harus meninggikan suara. Di umurnya yang baru menginjak tiga puluh tiga tahun, dia sudah dipercayai menjadi Kepala Laboratorium. Dia memberi sambutan atas perwakilan dosen fisika. Kebetulan, Kaprodi Fisika sedang berhalangan hadir karena kurang sehat dan beliau mengamanati Mas Hanif untuk menggantikan. Mas Hanif sendiri tidak memberi tahuku kalau dia akan memberi sambutan pagi ini. Aku tahu alasan soal kenapa harus dia yang maju, justru dari Mbak Isna. Aku saja kaget saat tiba-tiba Mas Hanif berdiri. Dia benar-benar menyembunyikan hal ini dariku. “Terpesonanya jangan terang-terangan gitu kenapa, Da?” ujar Mbak Isna sembari menyenggol lenga