Tiba-tiba di Hadang Orang jahat.

1066 Kata
Saat Chelsea selesai menggantung tasnya di loker kecil, ia berlari mendekati Luna dengan senyum lebar di wajahnya. "Bu Luna, lihat ini! Gambar yang Chelsea buat kemarin!" serunya sambil menyerahkan selembar kertas berwarna-warni. Luna tersenyum, lalu mengambil gambar itu. Saat melihatnya, senyumnya perlahan memudar karena terkejut. Gambar itu menunjukkan tiga sosok: seorang ayah, seorang ibu berhijab, dan seorang anak kecil, semuanya tersenyum di depan sebuah rumah. Namun yang membuat Luna benar-benar terkejut adalah tulisan di bawahnya: "Ayah Permana, Ibu Luna, dan Chelsea." "Chelsea... ini siapa yang kamu gambar?" tanya Luna dengan lembut, mencoba menyembunyikan keterkejutannya. Chelsea tersenyum penuh semangat. "Ini keluarga Chelsea, Bu! Ada Ayah, Chelsea, dan Ibu Luna! Chelsea ingin punya keluarga kayak di gambar ini," jawabnya polos. Luna merasa hatinya berdesir. Ia ingin menjelaskan pada Chelsea bahwa gambar itu tidak sesuai, tetapi melihat ekspresi bahagia anak kecil itu membuatnya ragu. Chelsea terlihat begitu gembira, matanya berbinar-binar, seolah gambar itu adalah dunia impiannya yang sempurna. "Kenapa Bu Luna?" tanya Chelsea dengan wajah penasaran. Luna menarik napas dalam dan memutuskan untuk tersenyum. "Gambar Chelsea bagus sekali. Ibu bangga kamu pintar menggambar." Chelsea melompat kecil dengan senang. "Benar, Bu? Nanti Chelsea bikin lagi, ya, gambar keluarga Chelsea!" Luna hanya bisa mengangguk, meskipun perasaannya campur aduk. Ia tidak tega menghancurkan kebahagiaan sederhana Chelsea, tetapi di sisi lain, ia merasa aneh dan sedikit canggung menjadi bagian dari imajinasi seorang anak kecil tentang keluarganya. Ketika Chelsea berlari untuk bermain dengan teman-temannya, Luna berdiri di tempatnya, memandangi gambar itu sekali lagi. Hatinya tak tenang, terutama mengingat sikap dingin Permana pagi tadi. Luna tahu ia harus menjaga jarak, tetapi di saat yang sama, ia merasa bahwa Chelsea membutuhkan perhatian dan kasih sayang yang lebih. Dalam hati, Luna berjanji untuk tidak melukai perasaan Chelsea, apa pun yang terjadi. Namun, ia juga bertanya-tanya, bagaimana reaksi Permana jika ia tahu tentang gambar ini? "Ya.Allah bagaimana aku harus menjelaskan padanya, anak sekecil dia tak mengetahui apa-apa, "batin Luna sambil menatap nanar wajah Chelsea. Luna mengajak anak-anak lainnya membaca buku cerita. Luna menceritakan buku yang dipilih oleh anak-anak untuk dibaca. Ketika jam sekolah usai, Luna mengantar Chelsea ke gerbang sekolah, seperti biasa. Chelsea menggenggam tangan Luna sambil bercerita tentang kegiatan yang ia lakukan di kelas hari itu. Namun, kali ini sesuatu yang berbeda terjadi. Seorang pria dengan pakaian rapi, mengenakan kemeja mahal dan sepatu berkilat, mendekati mereka. Ia tersenyum ramah, tetapi langkahnya penuh percaya diri. "Permisi, Bu Luna," sapa pria itu sambil menatap Chelsea. "Saya diutus oleh Pak Permana untuk menjemput Chelsea hari ini." Luna mengerutkan kening, memandangi pria itu dari ujung kepala hingga kaki. Ia tidak mengenali pria ini, dan bukan sekali pun ia melihat orang ini menjemput Chelsea sebelumnya. Biasanya nenek Chelsea yang datang, atau sesekali Permana sendiri. "Maaf, Anda siapa?" tanya Luna tegas, menjaga nada bicaranya tetap sopan. Pria itu tersenyum lagi. "Saya adalah supir pribadi Pak Permana. Beliau sedang ada urusan mendadak, jadi meminta saya menjemput Chelsea," jawabnya dengan nada tenang. Luna menatap Chelsea yang tampak bingung. "Chelsea, kamu kenal Om ini?" tanyanya lembut. Chelsea menggeleng pelan. "Nggak, Bu Luna. Chelsea belum pernah lihat Om ini." Kecurigaan Luna semakin besar. Ia merasa ada yang tidak beres. "Pak Permana biasanya memberi tahu saya dulu kalau ada perubahan seperti ini. Saya belum mendapat informasi apa pun," jawab Luna, menahan Chelsea lebih erat. Pria itu tampak sedikit tidak nyaman, tetapi tetap berusaha tersenyum. "Mungkin beliau lupa memberi tahu. Saya bisa menelepon Pak Permana jika perlu." "Silakan telepon beliau sekarang," jawab Luna sambil menatap pria itu tajam. Pria itu tampak terdiam sesaat, lalu mengambil ponselnya. Ia berpura-pura mencari nomor di layar, tetapi tidak benar-benar menelepon. Hal ini membuat Luna semakin yakin bahwa pria ini tidak dapat dipercaya. "Maaf, saya tidak bisa menyerahkan Chelsea kepada Anda tanpa konfirmasi langsung dari Pak Permana atau pihak keluarga yang biasa menjemput," kata Luna dengan tegas. Setelah menunggu cukup lama di gerbang sekolah, Luna menyadari bahwa tidak ada tanda-tanda kehadiran Permana atau keluarganya. Chelsea mulai terlihat gelisah, dan Luna pun memutuskan untuk menghubungi Permana lagi. Namun, panggilannya tidak dijawab. Luna akhirnya mengambil keputusan. "Chelsea, kita pulang pakai motor Bu Luna, ya? Nanti kita antar kamu ke rumah Ayah." Chelsea mengangguk meskipun ragu. "Tapi Ayah marah nggak, Bu?" Luna tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, Chelsea. Ayahmu pasti sibuk. Yuk, kita pulang." Luna mengendarai motornya perlahan, melewati jalanan yang mulai sepi karena hari sudah sore. Chelsea memeluk Luna erat dari belakang. Namun, di tengah perjalanan, sebuah mobil hitam melaju dan berhenti mendadak di depan mereka, memblokir jalan. Dua pria bertubuh besar keluar dari mobil itu dengan ekspresi mengintimidasi. Salah satunya berseru, "Berhenti! Serahkan anak itu!" Luna segera menyadari bahaya. Ia menoleh ke Chelsea yang ketakutan. "Chelsea, tetap tenang, ya. Pegang Bu Luna erat-erat." Salah satu pria mendekat, mencoba menarik Chelsea, tetapi Luna melompat turun dari motor dan berdiri di antara mereka. "Jangan berani-berani mendekat!" serunya dengan nada tegas. Pria itu tertawa mengejek. "Apa yang bisa kamu lakukan, hah? Cepat serahkan anak itu!" Namun, mereka tidak menduga bahwa Luna memiliki kemampuan bela diri. Dengan gerakan cekatan, Luna melayangkan tendangan ke arah pria pertama, membuatnya terhuyung mundur. Pria kedua mencoba menyerang, tetapi Luna berhasil menghindar dan melumpuhkannya dengan pukulan ke arah perut. Chelsea berteriak kecil, tetapi ia tetap di tempatnya, memegang motor dengan erat. Luna, meskipun sedikit kelelahan, tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah. Kedua pria itu mulai kewalahan melawan Luna, tetapi mereka tetap mencoba mendekat. Tiba-tiba, sebuah mobil lain melintas dan berhenti. Seorang pria turun dengan cepat, mengarahkan pandangannya ke arah situasi tersebut. "Ada apa di sini?" serunya dengan nada tegas. "Ayo cepat kita pergi dari sini." kedua laki-laki itu langsung pergi menggunakan mobilnya. "Kalian tidak apa-apa?"tanya laki-laki itu. "Tidak, untung saja bapak datang tepat waktu,"ujar Luna pada laki-laki memakai jas tersebut. " Ayo aku antar, biar motor nya nanti saya suruh anak buah saya yang bawa ke alamat kamu,"ujar laki-laki tersebut. "Tidak usah pak terimakasih kami naik motor saja, tidak usah repot-repot."Luna mengangguk pelan . "Kalau begitu saya akan mengikuti dari belakang, supaya kalian aman."Adam dengan suara lembut. "Baik pak terimakasih banyak."Luna berjalan dengan kaki yang sedikit sakit akibat melawan para penjahat tersebut. Setelah 30 menit akhirnya mereka sampai di rumah Chelsea yang mewah. "Bu Luna ayo, masuk ke dalam, kita ketemu sama nenek aku,"ajak Luna. "Baik, tapi hanya sebentar ya."Luna mengangguk pelan. "Iya janji."Mereka berdua masuk ke gerbang setelah melewati penjaga. Dan Adam sendiri pergi dari halaman rumah mewah Permana. "Ternyata dia anaknya Permana Wijaya Kusuma,"gumam Adam didalam mobilnya. "Nenek, tadi aku hampir dicul**,"seru Chelsea. "Apa?" bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN