Kilas Balik yang Penuh Luka

1384 Kata
Luna berdiri kaku di ruang tamunya, tidak percaya dengan apa yang terjadi. Chelsea, dengan wajah polosnya yang penuh harap, memegang buket bunga besar yang tadi diberikan Permana. Anak kecil itu berlutut di hadapan Luna, matanya berkaca-kaca, dan dengan suara lembut tapi penuh keyakinan, ia berkata: "Bu Luna, maukah jadi ibu Chelsea? Aku ingin punya ibu yang baik seperti Bu Luna." Air mata mengalir di pipi Luna tanpa ia sadari. Hatinya remuk melihat kepolosan Chelsea yang hanya menginginkan cinta seorang ibu. Tapi sebelum ia sempat menjawab, langkah kaki terdengar dari belakang. Permana masuk, membawa buket bunga lain di satu tangan dan sebuah kotak kecil berisi cincin berlian di tangan lainnya. "Luna," kata Permana dengan suara tenang namun tegas, "Aku tahu ini terlalu mendadak. Aku tahu mungkin kamu merasa terbebani dengan semua yang terjadi. Tapi aku ingin kamu tahu, ini bukan hanya tentang citra atau politik. Ini tentang Chelsea, tentang aku, dan tentang kita." Ia berlutut di sebelah Chelsea, menatap Luna dengan tatapan penuh harap. "Aku tidak ingin memaksamu, tapi aku ingin kamu tahu bahwa kamu adalah sosok yang istimewa bagi kami. Chelsea mencintaimu, dan aku... aku mulai percaya bahwa aku juga tidak ingin kehilanganmu." Luna menatap mereka berdua, hatinya diliputi kebingungan dan haru. Ia melihat Chelsea, anak kecil yang tulus mencintainya seperti seorang ibu, dan Permana, pria yang meskipun penuh dengan kesibukan dan tekanan, kini menunjukkan sisi lain yang lembut dan penuh kasih. "Pak Permana..." Luna akhirnya bersuara, suaranya bergetar. "Ini terlalu cepat... Aku..." Namun sebelum ia bisa melanjutkan, Chelsea memeluknya erat. "Tolong, Bu Luna. Aku janji akan jadi anak yang baik. Aku janji." Tangisan Luna pecah. Ia memeluk Chelsea dengan erat, sementara Permana tetap berlutut, menunggu dengan sabar jawaban dari wanita yang perlahan-lahan mulai mengisi kekosongan di hatinya. Dengan air mata yang terus mengalir, Luna akhirnya tersenyum di tengah haru yang membuncah. Ia menatap Chelsea yang memeluknya erat dan kemudian mengalihkan pandangan ke Permana yang masih berlutut dengan harap-harap cemas. "Baiklah," kata Luna dengan suara bergetar, "Aku bersedia menikah denganmu, Permana." Chelsea berteriak kecil penuh kegembiraan, memeluk Luna semakin erat sambil melompat-lompat. "Bu Luna akan jadi ibu Chelsea! Aku senang sekali!" Permana tampak terkejut sejenak, lalu wajahnya melunak dengan senyuman tulus yang jarang terlihat di wajahnya. Ia bangkit perlahan dan menyerahkan cincin kepada Luna. "Terima kasih, Luna. Aku tidak akan mengecewakanmu... atau Chelsea." Luna menerima cincin itu dengan tangan yang sedikit gemetar, namun hatinya mulai terasa lebih ringan. Di saat yang sama, ia merasa ada harapan baru dalam hidupnya, meskipun semua ini terjadi begitu cepat. Mereka bertiga kemudian duduk bersama, berbicara tentang langkah selanjutnya sambil menikmati momen kecil kebahagiaan itu. Bagi Luna, keputusan ini adalah langkah besar yang ia ambil bukan hanya demi Chelsea, tetapi juga untuk dirinya sendiri. Ia tahu bahwa meskipun perasaannya terhadap Permana masih samar, ada sesuatu yang mulai tumbuh di hatinya, sesuatu yang bisa berkembang menjadi cinta sejati. Dalam perjalanan pulang ke rumah Luna, suasana di dalam mobil terasa hangat namun sedikit canggung. Chelsea duduk di kursi belakang sambil memeluk buket bunga yang tadi diberikan Permana kepada Luna, wajahnya berseri-seri seakan dunia adalah tempat paling indah. Sesampainya di depan rumah Luna, Permana memutuskan untuk turun dari mobil dan berbicara lebih serius. “Luna, aku pikir kita perlu segera menentukan tanggal pernikahan,” ujar Permana dengan nada tenang namun tegas. Luna menatapnya dengan sedikit gugup. “Tapi… bukankah terlalu cepat? Aku masih harus mempersiapkan banyak hal.” Permana mengangguk, memahami keraguan Luna. “Aku mengerti. Tapi dengan semua pemberitaan ini, aku tidak ingin kamu terus merasa tertekan. Semakin lama kita menunda, semakin banyak spekulasi yang akan muncul.” Chelsea, yang mendengar percakapan itu, tiba-tiba menyela, “Aku ingin Bu Luna jadi ibuku sekarang juga! Jangan lama-lama, Ayah!” Permana dan Luna saling berpandangan, lalu tertawa kecil melihat kejujuran Chelsea. Akhirnya, setelah beberapa pertimbangan, Luna berkata, “Bagaimana kalau kita tentukan tanggal di akhir bulan depan? Itu memberi waktu untuk semua persiapan, termasuk memberitahu keluargaku dan… menenangkan pikiranku.” Permana mengangguk setuju. “Akhir bulan depan, itu sempurna. Aku akan memastikan semuanya berjalan lancar. Terima kasih sudah mau menerima usul ini, Luna.” "Sama-sama Pak," ujar Luna. "Jangan panggil Pak, kita kan mau menikah,"seru Permana mengulum senyumnya. "Euuuh, sssaya belum terbiasa Pak, mungkin perlahan," cicit Luna. Dengan perasaan lega, mereka berdua akhirnya menyepakati tanggal pernikahan. Luna masuk ke rumahnya dengan hati yang berdebar-debar, sementara Permana mengantar Chelsea pulang. "Dadah bu Luna, sampai ketemu besok ya ...." Chelsea melambaikan tangannya, dengan wajah sumringah. Dia terlihat sangat bahagia. Dalam hati, Luna berdoa agar keputusan besar ini membawa kebahagiaan untuk mereka semua. -------- "Hohhhh, mantan suamimu, akan menikah Kinan, apa kau ... tahu itu?" suara bariton terdengar dari laki-laki bernama Satria. "Ehmm, tentu saja aku tahu, zaman sekarang mudah menemukan informasi tentang para publik figur,"ucap dingin Kinanti mantan istrinya Permana yang kini bersama Satria, Seorang pengusaha tambang yang kaya raya. Kinanti meninggalkan Permana karena terpikat oleh pengusaha kaya raya bernama Satria Bimantara. "Sudahlah sayang, tak usah bahas laki-laki itu, aku sudah melupakannya, saat ini, aku hanya memikirkanmu, kau lah satu-satunya yang aku pikirkan."Dengan manja Kinan duduk di pangkuan Satria. Dengan sens**l Kinan menggunakan jarinya mengelus rahang Satria. Hingga ke D**a bidang Satria. "Tapi aku... ingin laki-laki itu hancur, aku akan tetap membuat hidup Permana hancur. " batin Satria. Flash back Satria merupakan pengusaha tambang yang serakah, sementara Permana sering memberikan peringatan pada Satria karena sering serakah dalam melakukan usaha pertambangan pasir dan batubara. Tanpa peduli dampak lingkungan. Hingga suatu malam di pesta ulang tahun pejabat, Permana datang bersama istrinya Kinan yang anggun dan cantik. Nampak Satria pun datang dengan tampan dan gagah. Saat Permana sibuk dengan para sahabat di pemerintahannya, tiba -tiba Satria mendekati Kinan, hingga mereka bertukar nomor ponsel. Suatu hari Satria mengirimkan perhiasan mahal untuk Kinan tanpa sepengetahuan Permana. Hingga Kinan pun akhirnya luluh, dan mau menemui Satria di hotel, yang telah di booking oleh Satria. Namun na'as, di hotel tersebut Permana sedang ada pertemuan rapat penting di ballroom. Anak buah Permana melihat Kinan menuju lift dengan memakai kacamata dan masker. "Pak, saya melihat ibu, menuju lift dan ke lantai 36, saya sudah memastika di kamr no. 117."suara bariton Andi asisten Permana. "Baiklah, ayo kita bertindak, dan jangan gegabah, aku ingin tak ada media yang mengetahui hal ini." Permana dengan nada berbisik namun menekan. Rahangnya mengetat, tangannya mengepal. Sementara Kinan kini sedang menikmati indahnya aktivitas panasnya dengan Satria. Dia merasa mendapat perhatian yang tidak dia dapat dari Permana. Sentuhan Satria mampu membuat Kinan luluh, hingga bisa melayang ke angkasa. "Sayang, kau begitu memabukkan, begitu indah," ujar Satria, dengan suara beratnya. "Begitu juga kamu, sangat tahu membuatku tak berdaya," ujar Kinan. Ruangan yang ber AC berubah menjadi panas. Tiba-tiba saja suara bel berbunyi. "Ting tong." "Siapa itu? apa kamu pesan sesuatu?" Dengan napas yang tidak beraturan, Kinan berucap. "Mungkin layanan kamar, biar aku buka." Satria, membuka pintu. Dan seorang pelayan membawa troli, saat pintu di buka lebar. Permana dan Andi muncul . "Apa yang kalian lakukan di sini hahhhh."Permana dengan mata membulat. "Mas Permana? bbbagaimana kamu bisa masuk ke sini?"Kinan dengan tubuh gemetar. "Itu tidak penting, Kinan, jawab pertanyaanku, apa yang kau lakukan di sini bersamanya!" Permana berteriak, beruntung kamar itu kedap suara. Kinan bukan menjawab, dia berlari ke kamar mandi untuk memakai pakaiannya, sambil memakai handuk melilit di tubuhnya. "Hei... santai bro, harusnya kamu sadar, kenapa bisa istrimu ada di sini bersamaku," Satria dengan santai menarik sudut bibirnya. "Kau.. Bugh, bugh."Permana melayangkan pukulannya pada wajah Satria. "Beraninya kau mengusik rumah tanggaku." Permana dengan penuh amarah tak tertahankan. Jika Andi tak menghalangi, mungkin Satria sudah babak belur. "Cukup pak, anda bisa masuk penjara jika begini, sebaiknya tahan emosi anda." Kinan keluar dengan pakaian yang sudah lengkap. "Mas, apa yang kamu lakukan. " Kinan menghampiri Satria yang tersungkur. "Dasar wanita jal***g, bagaimana bisa, kau mengkhawatirkan laki-laki lain, hahhhh, dia yang sudah menginjak-injak harga diriku." Permana mengeratkan rahangnya. "Cukup mas, aku tahu aku salah, aku memang bersama Satria, dan aku mencintainya, jadi ... ceraikan aku, secepatnya, karena aku sudah muak dengan semua perlakuan dinginmu, yang tak peka pada perasaan wanita." Kinan dengan suara begetar dan lirih. "Apa? kau ingin kita berpisah, tanpa rasa bersalah kau mengatakan hal itu hahhh, Kinanti, dengar ... aku Permana Hadinata, akan meneraikanmu, tapi ingat. Jangan pernah menyesal, dan kau tak berhak mengambil hak asuh Chelsea!" Permana dengan mendelikkan matanya, sambil mengepalkan tangan. Akhirnya Kinanti dan Permana pun bercerai. Flash back of
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN