Satria duduk di ruang kerjanya yang mewah, jari-jarinya mengetuk meja kaca dengan ritme lambat namun penuh perhitungan. Wajahnya menyiratkan ambisi yang membara, dan matanya memancarkan kilatan berbahaya. Penolakan Permana terhadap proyek pertambangannya menjadi tamparan besar bagi harga dirinya. Ia tidak terbiasa ditolak, apalagi oleh seseorang yang pernah dianggapnya sebagai pesaing lama. “Kau pikir bisa menghalangiku, Permana?” gumam Satria dengan nada penuh kebencian. “Aku akan membuatmu menyesal.” Ia mengambil ponselnya, lalu mengetikkan sebuah pesan kepada salah satu anak buah kepercayaannya. “Kumpulkan semua informasi tentang Luna. Aku ingin tahu semua gerak-geriknya.” Satria tahu kelemahan terbesar Permana—Luna. Wanita anggun yang selalu tampak tenang dan menjaga batas sebagai