Senja menari pelan di ufuk barat, mewarnai langit Yogyakarta dengan semburat jingga keemasan. Di bangku taman kota yang menghadap danau buatan, Leo dan Naya duduk berdekatan. Semilir angin menyibak helaian rambut Naya, membuat Leo refleks menyelipkan anak rambut itu ke belakang telinga tunangannya. “Makasih udah nemenin,” gumam Naya pelan. “Harusnya aku yang bilang makasih. Hari ini sempurna.” “Biar lebih sempurna,” Naya mengeluarkan kotak undangan dari tas kecilnya, “kita sekalian mampir ke rumah Rina habis ini ya. Dia harus jadi orang pertama yang terima undangan.” Leo tersenyum lebar. “Sahabatmu yang galak itu?” Naya tertawa. “Dia tegas, bukan galak. Jangan berulah. Kalau kamu nyakitin aku, dia yang pertama lempar buku pelajaran ke kamu.” Leo tertawa mendengar lelucon Naya lalu

