Steve kembali menatap ke arah Han.
“Tentang Mama semalam, benarkah dia menjenguk temannya yang sakit?”
Han tak langsung menjawab.
“Dengar, Han. Aku tidak suka kamu menyimpan rahasia.”
"Sebenarnya Nyonya besar mengajak saya untuk menemaninya menjemput Nona Cherry tuan. Semalam adik anda pergi secara diam-diam ke sebuah acara dewasa. Tapi kami tidak berhasil membawanya pulang, jadi Nyonya membiarkannya. Dan pukul dua pagi, kami mendapat kabar jika dalam perjalanan pulangnya, Nona Cherry menabrak seseorang. Akhirnya Nyonya besar memanggil saya kembali untuk mengurus semuanya."
Steve menghela nafasnya mengingat adiknya yang semakin bandel, "Seharusnya aku serius mengirim Cherry ke New York, dia akan mendapatkan pendidikan lebih baik di sana."
>>>>>>>
Dua tahun telah berlalu, Steve benar-benar mengirim sang adik ke New York dan mempercayakan pamannya untuk mengurus Cherry. Sebenarnya Roselly keberatan dengan keputusan anak laki-lakinya, namun Roselly tidak ada alasan untuk menolak keputusan Steve karena dia pun ikut andil dalam kesalahan kali ini.
Sementara di apartemen, seorang wanita tengah bergelayut di pangkuan Steve, dengan tubuh yang hanya tertutup sehelai kain, ia menelusuri tubuh Steve.
"Hentikan!"
Suara bentakan Steve seketika membuat wanita tersebut tersentak, dan berhenti dari kegiatannya. Ia menatap Steve dengan manja. "Kenapa tuan? bukankah kita baru memulainya."
"Segera kenakan pakaianmu dan pergi. Kamu wanita yang membosankan," Steve mendorong wanita yang ada di atas tubuhnya, lalu ia mengambil uang yang masih terikat rapi dan melemparnya ke tubuh wanita tersebut.
Wanita itu tersenyum melihat uang yang ada di depan matanya. Dengan santai ia mengambilnya dan segera mengenakan pakaiannya. "Terimakasih tuan Steve," ucapnya sembari mengambil tas kecil dan berlalu pergi.
Ini bukanlah kali pertama seorang wanita bayaran yang cantik dan seksi menemaninya di kamar hotel. Namun setiap sentuhan yang baru di mulai Steve selalu menghentikan dan mengusir wanita bayaran tersebut. Steve menyuruh Han untuk mencari wanita dan membawanya ke hotel, namun sekian banyak wanita yang menemaninya tak ada satupun yang berhasil memuaskannya.
Ia seperti itu bukan tanpa alasan, ia tengah mencari gadis misterius yang menolongnya malam itu. Ia pun tidak pernah menyerah untuk tetap mencari. Ia berharap jika dengan cara tersebut bisa menemukan gadis misterius yang ia cari, meski sudah berulang kali gagal.
"Dimana dan siapa sebenarnya kamu? Kenapa begitu sulit aku temukan," gumam Steve.
Tuah,” ucap Han begitu ia menemui Steve.
“Cari lagi, Han.”
“Tapi tuan, ini sudah kesekian kalinya.”
Stave hanya menghela nafas, lalu ia pun berdiri. “Antar aku menemui klien,” ucapnya. Han mengangguk dan langsung menuju lokasi pertemuan begitu Steve sudah siap.
Namun, sesampainya mereka di tempat tujuan, tiba-tiba seorang gadis muda tengah berlari tanpa berhati-hati, menabrak Steve yang tengah membuka pintu mobil.
Han yang sigap langsung turun, ia menghampiri dan langsung menarik tangan gadis tersebut menjauh dari tubuh Steve, "Dimana matamu saat berjalan?" tanyanya ketus.
"Maaf, aku tidak sengaja, lagipula kenapa dia tiba-tiba membuka pintu mobil saat aku melewati jalan," kilah gadis tersebut.
Steve menatap gadis tersebut dengan rasa kesal.
"Kamu...?"
"Hei jangan biarkan dia pergi," teriak seseorang ke arah mereka.
Gadis bernama Zira itu langsung berlindung ke belakang Steve. Sementara pria bertato yang mengejarnya berhenti tak jauh dari mereka, dengan nafas terengah-engah.
“Cepat bayar hutangmu dan jangan mencoba kabur lagi. Kamu benar-benar menyusahkan kami!”
Steve langsung menarik Zira dari belakangnya. Ia menatap gadis itu dengan tatapan dingin.
"Jadi gadis ini berhutang pada kalian? Berapa?”
"Dua puluh juta," jawab salah seorang dari mereka.
Mata Zira langsung terbelalak. "Tunggu! kenapa kalian menambah jumlah hutangku?"
"Itu karena ditambah bunganya, ayahmu meminjam sepuluh juta, tapi dalam jangka dua bulan ini dia tidak membayarnya,"
"Kalian benar-benar memerasku."
“Salah siapa kabur terus!”
“Itu karena kalian memaksa, tentu saja ak—”
"Diam!" bentak Steve. "Kalian bawa gadis ini dan enyahlah dari hadapanku," imbuhnya sambil mendorong Zira ke arah mereka.
Zira terbelalak, ia ingin marah pada Steve, tapi kedua pria itu langsung menarik tangannya. "Ikut kami dan jangan mencoba untuk kabur! atau kami tidak akan segan untuk menyakitimu."
Zira benar-benar bingung harus berbuat apa, dia tidak ingin ikut kemana kedua pria itu akan membawanya. Dan itu semua karena dia tahu betapa brengseknya bos mereka.
Sejenak dia mendapatkan ide agar lolos dari kedua preman tersebut, ia menoleh ke arah Steve yang hendak masuk ke dalam restoran. "Tuan, tunggu!" teriaknya.
Steve menoleh ke arah Zira masih dengan tatapan datarnya.
"Tuan anda benar-benar orang kaya yang tidak bertanggung jawab! Aku terjatuh karena anda membuka pintu mobil sembarangan, dan sekarang anda membiarkanku diseret kedua preman ini, anda sungguh tidak punya perasaan!" teriak Zira.
Steve mengernyitkan dahinya, ia tidak menduga gadis itu akan berani bicara seperti itu padanya. Ucapan Zira yang mengundang perhatian banyak orang seketika membuat semua orang menatap Steve.
"Han, undur pertemuan. Pergi bayar hutang gadis itu, dan bawa dia masuk ke dalam mobil."
"Baik tuan."
Han menghampiri mereka, lalu memberikan lembaran cek senilai dua puluh juta pada kedua preman tersebut, "Ambilah dan lepaskan gadis itu," ucap Han dengan tatapan mengerikan.
Preman itu menatap cek yang diberikan Han. Mereka terlihat panik saat melihat nama pada selembar kertas tersebut.
"Baiklah tuan, kami sudah tidak ada urusan lagi dengannya.”
Preman itu melepaskan Zira dan langsung berlalu pergi dengan tergesa, tentu karena mereka tahu dengan siapa berhadapan.
Sementara Zira menggigit bibirnya, merasa bingung dengan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Mungkin dia sudah terlepas dari kedua preman tersebut, Tapi dia tidak tau apa yang akan dihadapi selanjutnya.
"Kamu mencari masalah besar, Nona. Tuan Steve sudah menunggu anda di mobil, dan sebaiknya anda segera masuk untuk menemuinya.
Ucapan Han yang terdengar kaku membuat Zira merasa takut, tapi dengan langkah penuh kehati-hatian Zira melangkahkan kakinya mendekati mobil dan perlahan membuka pintunya.
Ya, mau tidak mau Zira harus datang untuk menghadap Steve yang pastinya sudah sangat marah padanya. Tapi Zira pun tidak bisa lari karena dia yang mencari masalah gara-gara kebodohannya.
“Masuklah Nona,” perintah Han saat Zira hanya mematung di pintu mobil.
Terpaksa, ia pun masuk dan duduk berseblahan dengan Steve. Jantung Zira terasa semakin berdetak kencang saat melihat raut wajah Steve yang penuh amarah, ia tak berani berkata apapun namun dalam hati dia mengutuk dirinya sendiri.
‘Kenapa aku serasa duduk dengan seekor singa yang tengah menahan lapar? Kenapa aku sebodoh ini menambah masalah saja, Zira bagaimana kamu menghadapinya? lihatlah mukanya yang menyeramkan ini,’ batinnya sambil sesekali melirik ke arah Steve.
"Han, antar kami ke hotel."
Mata Zira setengah melotot mendengar perintah Steve pada asistennya. Ia pun langsung menoleh ke arah Steve. "Hotel...? Kenapa kita ke hotel?"
"Kamu pikir aku akan mengeluarkan dua puluh juta secara percuma?" jawab Steve sambil menyunggingkan senyumnya.