Vanesha tak bisa berpikir sekarang, dia pun berbalik badan dan bergegas pergi dari tempat itu. Di ambang pintu, Hideko menunggunya, wanita tua itu seolah paham dengan apa yang terjadi. Vanesha buru-buru menghapus air matanya dan tersenyum sendu. “Maaf, kami sudah membuat keributan. Sampai jumpa lagi!” ucap Vanesha membungkuk hormat berpamitan. Hideko tersenyum seraya menyentuh bahu Vanesha dengan lembut. “Ada kalanya jarak membuktikan sebesar apa cinta yang dimiliki sepasang kekasih, tak jarang orang yang paling kita cintai akan menjadi orang yang menorehkan luka paling dalam. Tapi aku harap kau mengingat ini, Vanesha,” “Terkadang kita harus menelan racun untuk menyelamatkan diri dari racun itu sendiri!” Vanesha tertegun, dia terisak lirih. Dengan terbata dia kembali berpamitan lalu