Bab 15

1101 Kata
Kinara yang baru menyelesaikan aktivitasnya dengan Mario segera kabur ke kamarnya. Diceknya ponsel yang tadi sempat ditahan oleh pilotnya itu. Ia sangat merasa bersalah karena mendapati puluhan daftar panggilan tak terjawab dari Narendra. Belasan pesan teks yang isinya kekhawatiran sang kekasih pun dibacanya. Kinara merasa hanya cukup memberi alasan. Entah Narendra akan percaya atau tidak. Penting dicoba dulu. Apabila nanti ada yang perlu dibenahi, Kinara akan meralat atau melengkapinya. Ya, setidaknya sudah memberikan alasan. "Aku baik-baik aja, Sayang. Maaf semalaman aku lupa taruh hape. Ini baru ketemu, ternyata kebawa di tas temen pas abis keluar semalam." Kinara mengakhiri pesan suaranya. Ia merasa amat bersalah karena berkata tak jujur pada jujur kepada Narendra. Namun, ia juga tak mungkin sanggup mengatakan apa yang terjadi sebenarnya. Kinara masih sangat ingin bersama Narendra. Sosok pria bertanggung jawab yang ia yakin di dunia ini sudah langka tipe-tipe seperti itu. "Nar, emang bener kamu ada main sama Kapten?" Suara itu tiba-tiba saja menggelegar di telinga Kinara. Sebuah pertanyaan yang sanggup membuat lutut gadis itu lemas. "Pertanyaan macam apa itu, Dev?" Gadis pramugari yang sudah berkarier di dunia penerbangan lebih dulu daripada Kinara itu duduk di tepi kasur. Memainkan rambut sebahunya dengan tatapan mengintimidasi. Ia tidak bertanya asal karena info itu didapat dari kepala kabinnya, Ribka. "Mbak Ribka yang kasih tahu, nggak mungkin bohong, 'kan?" Pertanyaan itu lebih bersifat desakan. Mengharapkan pengakuan. Kinara menata hatinya terlebih dulu. Devi terus mendesak Kinara. Ia berjanji tak akan membocorkan rahasia itu kepada siapa pun. Sebuah janji yang mustahil di telinga Kinara. "Aku sebenarnya nggak ada niat, Mbak." Devi terbahak. Ditepuk-tepuknya bahu Kinara. Ia tahu, rekan kerja yang satu ini masih begitu polos. "Nggak usah panik, banyak FA lain yang main sama kaptennya. Apalagi Kapten Mario. Jangan ditanya udah pernah sama siapa aja!" "Sama Mbak pernah?" Kinara menjadi penasaran. Apa benar bukan hanya ia yang melakukan dosa itu dengan Mario atau pilot lain? "Pernah." Devi senyum, memamerkan gigi-giginya. "Hah? Ja-jadi pengakuan Mbak Ribka yang kemarin bilang mantan pacar Kapten Mario itu bener atau nggak? Apa cuma buat seneng-seneng kayak pas sama saya?" Kinara begitu antusias. Ia sangat ingin tahu yang sebenarnya. Devi menceritakan memang benar dulu Mario dan Ribka pernah mejalin cinta. "Mbak Ribka pernah diancam sama istrinya." "Istri Kapten Mario? Gimana ceritanya?" Kinara makin penasaran mendengarnya. Devi menceritakan kejadian yang sempat menggegerkan Blue Sky Airways. "Padahal istri Kapten itu cantik dan anggun." Devi mendeskripsikan betapa cantik dan anggunnya istri Mario. Dari cara bicara, jalannya, serta tatapannya. Sama sekali tidak pantas diselingkuhi. "Terus kalau Mbak Devi sendiri, pernah main sama Kapten Mario setelah atau sebelum kejadian itu?" "Kami main justru setelah kejadian itu." Kinara menggeleng-geleng tak percaya. Namun, Devi menjelaskan aturan main yang disepakati keduanya. Tak ada hati, gambar, atau bekas apa pun yang nantinya akan bikin mereka kena gerebek. Kami juga sepakat untuk bersikap profesional. "Profesional itu kayak apa, Mbak?" Devi meringis melihat antusiasme Kinara. "Ya ada imbalan. Kapten butuh ena-ena, aku butuh uang. Lumayan buat tambah-tambah beli I Phone," terang Devi terkikik. "Oh, jadi kayak kita jual jasa, gitu, Mbak?" "Tepat." Kinara tahu apa yang dimaksud Devi sekarang. *** Kinara menggeret kopernya, berjalan beriringan dengan rekan-rekan sejawat. Ketukan hak sepatu, bunyi roda koper yang beradu dengan keramik, serta tawa para pramugari cantik itu menambah riuh suasana. "Oke selamat malam minggu semuanya!" Mario mendahului para bidadari langit. "Selamat malam minggu juga, Kep!" Para pramugari melambaikan tangan kepada kepala penerbangannya itu. Terlihat gadis-gadis itu menuju pintu keluar di mana beberapa orang tersenyum pada mereka. Di antara orang-orang itu ternyata ada Narendra. Kinara yang terkejut, sedikit salah tingkah. Namun, mau tak mau gadis itu berusaha bersikap biasa. Memberikan senyumnya yang paling manis kepada Narendra. Berharap sang kekasih tak tahu apa yang dimainkannya di belakang pria itu. Narendra merentangkan tangannya lebar-lebar. "Kamu ke mana aja, sih, Sayang?" tanya Narendra sambil merengkuh Kinara. Kinara membalas rengkuhan itu erat. "Aku lagi agak pikun semalam, Sayang." "Kamu mulai nakal, ya? Awas kalau sampai ketahuan kamu nakal. Aku nggak segan ngelabrak orang itu." Seperti tersambar geledek, Kinara mengurai pelukan mereka. Menatap Narendra dengan intim. Memcoba meyakinkan pria itu melalui sorot mata. "Apa aku terlihat seperti gadis nakal, Sayang?" Narendra tersenyum, kemudian menggeleng. Kinara lega mendapati jawaban Narendra. "Sebagai hukuman atas kepikunan Tuan Putri, sudah seharusnya Tuan Putri melayani Pangeran sebagai penebus kesalahan." Kinara merengut mendengar itu. Ia mencubit lengan dan pinggan Narendra secara bersamaan, hingga laki-laki berkemeja hitam itu tertawa seraya mengaduh meminta ampun. Hal itu tertangkap dari jarak sekian meter oleh sepasang mata yang kemudian tumbuh sebuah niat tak baik. Kinara dan Narendra memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Mencari makan sepanjang perjalanan pulang. Sekalian Narendra mengorek pengalaman Kinara selama menikmati malam di Pulau Dewata. "Ren, aku lelah banget. Abis makan langsung pulang, ya!" pinta Kinara. Ia merasa sangat lelah akibat aktivitasnya seharian. "Siap, Sayang. Apa, sih, yang nggak buat kamu. Minta bulan pun nggak akan aku kasih," seloroh Narendra. Ia mendapat cubitan khas dari Kinara karena komedi garing itu. Untung saja mobil tak oleng karenanya. Kinara menyalakan radio mobil dan mencari lagu yang enak didengar. Lalu, lagu Perahu Kertas terdengar. Seketika Narendra meminta Kinara berhenti mencari saluran lain. Kinara yang heran hanya mematuhi permintaan itu. Baginya aneh mendapati sosok laki-laki penuh karisma seperti Narendra menyukai lagu itu. "Kamu suka banget lagu itu, Ren?" "Suka gara-gara kalau ke toko Diandra denger lagu ini mulu. Jadi nyangkut di kuping. Enak aja gitu didengernya." Kinara melongo mendengar pengakuan itu. Selama ini Kinara malah tak paham lagu apa yang sering didengar sang kakak. Maklum, mereka memang jarang bertemu dalam waktu lama setelah ia menjadi pramugari. Padahal, dulu, semua yang disukai Diandra, Kinara juga menyukainya. Namun, sejak jadi pramugari, sepertinya selera mereka berbeda. Dari pakaian, musik, sampai kriteria laki-laki. Kinara tiba-tiba teringat Ridwan. "Menurutmu, Ren, Kak Di cocok sama Ridwan?" Narendra sontak menggeleng. Baginya, Ridwan sangatlah tak cocok untuk gadis bersahaja seperti Diandra. Di mata Narendra, Ridwan tak lebih dari laki-laki yang cocoknya menjajakan cinta kepada tante-tante kesepian. Berkelebat di benak Narendra saat Diandra dan Ridwan berciuman di trotoar. Narendra tiba-tiba bergidik. Geli. Ia sampai tak sadar menggoyang-goyangkan tubuhnya yang membuat Kinara bingung. "Aku geli lihat Ridwan nyosor Diandra kemarin." Kinara menatap aneh pacarnya. Apa yang membuat laki-laki itu geli? Sedangkan, mereka pun melakukan hal yang sama. "Kamu geli apa pengen? Kalau pengen bilang aja. Bibirku nganggur, nih." "Bener?" Narendra menepikan mobil yang kebetulan sedang melintasi jalanan sepi. "Kok, berhenti? Mau ngapain emang?" Kinara menatap Narendra serius. "Katanya ada bibir nganggur, sayang kalau dilewatin gitu aja. Takut malah disosor orang. Siapa yang rugi?" Tanpa aba-aba, Narendra merangsek.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN