Briefing telah usai, kru penerbangan Blue Sky Airwaiys bersiap untuk terbang.
Rute pertama hari ini adalah Manado.
Kapten penerbang yang memimpin penerbangan kali ini adalah Kapten Mario.
"Selamat pagi semuanya hari ini rute kita Jakarta-Manado, Manado-Gorontalo, kemudian balik Gorontalo-Manado. Bersama saya Kapten Mario Adiprama dan FO Vincent Adiguna, dengan SFA Mbak Sabrina Maharani."
Kapten Mario terus membacakan rencana penerbangan mereka hari itu.
"Amin."
Mereka mengakhiri sesi briefing setelah berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
Semua awak pesawat segera bersiap untuk terbang. Gate sudah dibuka dan calon penumpang pun berbaris rapi. Menyiapkan tiket untuk diperiksa.
Boarding kali ini harus dilakukan cepat karena terbatasnya waktu. Hanya sekitar 25 menit untuk akhirnya pesawat siap berangkat. Hal itu menyebabkan semua awak pesawat tidak bisa sama sekali untuk bergerak sedikit lambat. Semua harus cepat. Apalagi pilotnya terkenal sedikit galak. Maunya serba sempurna.
Persiapan terbang sudah selesai, Sabrina melaporkan hal itu kepada pilot.
Roda pesawat perlahan bergulir, mengaspal di apron yang sedikit basah karena tadi sempat gerimis.
Semua yang ada di dalam pesawat duduk dan memakai sabuk pengaman.
"Kamu kebagian bikin kopi dan anterin ke kokpit, ya, dan kalian di kabin."
"Siap."
"Pokoknya jangan sampai ceroboh, Kapten Mario suka nggak ngenakin orangnya."
"Oke."
Kinara dan tiga teman lain hanya menjawab singkat instruksi yang diberikan.
Lampu indikator sabuk pengaman telah dimatikan. Kinara mendapat tugas untuk mengantar kopi ke kokpit. Kapten Mario selaku pemimpin penerbangan dan Kapten Vincent yang jadi kopilotnya.
"Selamat pagi, Kep, silakan kopinya," sapa Kinara kepada dua pria berseragam putih yang bertugas menerbangkan pesawat itu.
Dua pria tersebut kompak berterimakasih.
"Selamat pagi, Mbak, selamat bertugas."
Kinara menyambut ucapan Kapten Mario dengan senyum dan anggukan. Ia bergegas keluar dari kokpit dan menuju kabin. Dilihatnya dua teman lain sedang menyiapkan troli untuk membawa makanan yang nantinya akan diedarkan ke penumpang. Sedangkan, Sabrina, sang pramugari senior hanya mengawasi para juniornya.
Sudah biasa jika beberapa pramugari senior berlagak sok berkuasa. Mungkin karena dulu ia pun diperlakukan sama. Jadi, saat ia menjadi senior, juniornya lah yang ditindas. Ya bisa dikatakan hanya jadi mandor.
"Kopi sudah saya antar, Mbak Sab," lapor Kinara seraya menaruh kembali nampan.
***
Penerbangan terakhir sudah dijalani dengan lancar oleh para awak pesawat yang ada Kinara di dalamnya. Waktu menunjuk pukul 16.30 WITA. Matahari di Manado masih bersinar cerah, meski sudah tak lagi terik. Para awak pesawat yang jadwalnya menginap semalam di sana segera meniki minibus yang menjemput mereka di bandara menuju mes. Terjadi obrolan ringan di sana.
Tak terkecuali Kapten Mario yang gosipnya adalah sosok pemarah, kali ini ikut mengobrol. Dari masalah terbang seharian ini sampai rencana menghabiskan malam di Manado. Seperti tak ada sekat di antara pramugari dengan pilot. Menyatu dalam hangatnya obrolan seru.
Kinara yang juga terhitung jarang menginap di Manado antusias sekali ingin berjalan-jalan di kota itu.
Namun, Kinara merasa sedikit janggal melihat gerak-gerik Kapten Mario yang sepertinya sering mencuri pandang ke arahnya.
"Udah ada yang pernah ke Pulau Cinta?"
Tiba-tiba pertanyaan Kapten Vincent membuat awak pesawat yang lain riuh.
"Belum ke sana, tapi lihat di i********: mah bikin ngiler banget, Kep."
Salah satu pramugari bertubuh lebih kurus dari Kinara menyahut dengan gemas.
"Mau banget ke sana, tapi sama siapa?"
Kali ini Sabrina yang menyahut dari samping sopir. Tiga pramugari lain yang duduk di tengah, termasuk Kinara sibuk berkasak-kusuk. Berandai-andai bisa menikmati keindahan Pulau Cinta.
"Sama pasanganlah, jangan sendirian!"
"Ya maklumlah, Kep, aku kan jomlo," sahut Sabrina dengan cengiran malu-malu.
Kinara yang duduk di belakang sopir bisa melihat dari spion depan, mata tajam milik Mario makin intens menatap ke arahnya.
Sedikit salah tingkah, Kinara memutuskan untuk mengecek ponselnya.
Ada pesan suara masuk dari Narendra.
Ditekannya tanda berbentuk segitiga untuk mendengarkan apa yang dikatakan oleh sang kekasih. Kinara tersenyum sendiri saat mendengar isinya. Hanya satu kata "kangen."
Masih senyum-senyum, tanpa sengaja Kinara mendongak dan melihat spion depan.
"Astaga," gumam Kinara saat mendapati mata Mario Masih di sana. Menatapnya dengan tajam. Sampai-sampai Kinara merasa sedikit takut.
Kinara jadi mengingat-ingat apa ia melakukan kesalahan saat penerbangan.
Namun, Kinara tak menemukan kesalahan.
"Saya mau bicara sama kamu nanti, ya."
Firasat Kinara mulai tak enak.
***
Angin sejuk menerpa tubuh Kinara yang kini sudah berada di Makatete Hills.
"Mau ngomong apa, Kep sampai bawa saya ke sini?" Kinara mengusap telapak tangannya yang lumayan dingin. Suhunya hampir mirip seperti di Lembang-Bandung. "Dingin sekali."
Mario hanya tersenyum sembari menuju sebuah kursi di area terbuka. Dari sana mereka akan dengan leluasa menatap matahari yang sebentar lagi terbenam. Langit pun mulai memerah.
Mario memesan kopi dan roti bakar untuk mereka berdua. Ia kemudian menyulut rokok dan mengisapnya perlahan. Setelah itu, matanya mulai lagi menatap Kinara. Kali ini lebih tajam. Namun, bibirnya masih terkatup.
"Kamu sering nge-RON di Manado?" tanya Mario terlihat basa-basi. Sekali lagi kepulan asapnya menari di udara. Aroma tembakau yang tadi sempat pudar, kini kembali merebak.
"Jarang, Kep. Kayaknya baru tiga kali ini." Kinara tidak berani beradu pandang dengan pria di depannya. Ia merasa canggung.
Mario mengangguk-angguk paham. Ia yang merupakan pilot senior dengan berkarier selama hampir 20 tahun ini terbilang hampir semua tempat di Indonesia sudah dirasakannya. Dari kulinernya, tempat wisata, sampai dunia malam sudah dikhatamkannya.
Senja mulai turun saat kopi dan roti bakar pesanan mereka dihidangkan. Aroma cokelat yang meleleh bercampur wangi mentega sangat kuat menggugah selera. Sebenarnya Kinara ingin menolak, tetapi melihat Mario dengan aura seramnya, ia mengurungkan niat.
"Yuk, diminum kopinya, enak banget tau!"
"Sebenarnya saya nggak ngopi, Kep," jawab Kinara akhirnya. Ia juga melirik roti bakar yang menggugah selera itu. Air liurnya hampir menetes.
Mario terlihat sedikit kaget mendengar jawaban Kinara. Sejauh ini para pramugari yang diajaknya ke sana begitu senang menikmati kopi di tempat itu. Mereka juga begitu suka menyantap roti bakar yang memang merupakan camilan favorit para pengunjung. Memang paduan nikmat antara kopi, roti bakar, dan senja. Pas.
"Ganti teh kalau gitu, ya?" tawar Mario.
"Boleh."
"Sebentar saya pesenin dulu, ya, Nar."
Mario mengangkat tangan ke arah salah satu pelayan yang kebetulan melintas.
Kinara minta Mario memesan teh hijau tawar untuknya. Gadis itu memang mengonsumsi sangat sedikit gula tambahan. Hingga akhirnya ia meminta pisang goreng sebagai teman teh hangatnya.
Setelah melakukan pesanan, Mario mengambil sepotong roti bakar dan menyuapkannya ke mulut setelah sebelumnya mematikan sisa rokok di tangan. Mengunyah makanan manis itu perlahan sembari matanya diarahkan ke Kinara. Sementara angin dingin kembali berembus. Mau tak mau Kinara merapatkan jaket rajutnya yang tidak seberapa tebal.
Tiba-tiba dering ponsel Kinara terdengar.
Wajah Narendra terpampang di layar.
"Halo," sapa Kinara saat panggilan video mereka sudah terhubung. Terlihat di seberang sana Narendra dalam keadaan setengah telanjang dengan rambut basahnya. Handuk putih tersampir di leher.
"Lagi ngapain? Ditungguin nggak telepon." Suara Narendra setengah merajuk.
Mario yang mendengar itu segera memberi isyarat agar dengan gelengan.
Kinara paham maksud Mario. Ia tak ingin Narendra salah paham, mungkin begitu pula sang pilot. Untuk itu, Kinara memilih menjauh dari Mario. Memilih untuk menuju sudut yang tak begitu ramai.
Sedangkan, Mario terus menatap Kinara.
"Kayaknya bakal seru kalau sampai cewek itu bisa gue dapetin," gumam Mario.