Rasanya seperti mimpi buruk tidak ada Bia di rumahku, seperti siang hari tanpa kehadiran matahari, terasa begitu gelap gulita. Jika aku boleh memilih, aku rela kehilangan apapun asal jangan kehilangan Bia. Tapi kemudian akun tersadar bahwa kesabaran seseorang menunggu ada batasnya dan selama ini aku terlalu lama membuatnya menunggu dalam ketidak pastian dengan perasaan gelisah dan takut yang sudah jelas, pasti membuatnya menderita. Seandainya saja segalanya tidak serumit ini sampai aku bingung sendiri harus mulai menyelesaikannya dari mana. Segalanya seolah di buat sengaja menjadi berlarut-larut agar kami hidup dalam penderitaan karena dipenuhi ketakutan dan kecemasan. “Al, lo jangan melakukan segalanya sendirian. Lo ngerti?” Bram memperingatkanku sebelum meninggalkanku di rumah yang tida