Aku menghela napas berat, menatap ujung sepatuku dengan lekat. Hari ini terasa begitu panjang dan melelahkan. Cahyani, sahabat yang harusnya ada di saat aku dalam masa sulit itu nggak masuk sekolah. Katanya, diare. Ya, aku tahu. Penyakit memang datangnya nggak pakai permisi, tapi kenapa harus hari ini? Rasanya, dunia nggak berpihak padaku sama sekali. Menangis, bukan sesuatu yang bagus. Walau bisa membuat mata bersih dan perasaan sedikit lega, tapi tak mampu menyelesaikan masalah apapun. Yuby, aku hanya butuh si bayi itu sekarang. Suaranya, sedikit saja, aku ingin mendengarnya. Sudah kucoba menghubunginya dengan meminjam handphone Gandhi, pacar Cahyani yang hari ini nggak sebeku biasanya. Bahkan, tanpa harus banyak menjelaskan, cowok beku itu mengizinkan aku meminjam handphonenya. Sayang

