Cahyani melebarkan senyumannya saat lagi-lagi dia harus pulang bersama Gandhi, pacarnya tersayang. Dia bahkan sempat melingkarkan tangannya di lenganku dan juga memberikan pelukan hangat sebagai penebusan dosa karena lebih memilih pacar daripada sahabat. "Udah, pulang sana," kataku berpura-pura mengusirnya. "Nggak marah kan?" tanyanya sambil mengedip-ngedipkan matanya kayak lampu. "Nggak, kok! Santai," jawabku. Cahyani menghela napas lega lalu melambaikan tangannya dengan girang. "Sorry, ya Del. Aku duluan! Lagian kan kamu biasanya pulang sama si bayi," katanya yang masih sempat-sempatnya menggodaku. Aku berpura-pura melayangkan tinju padanya membuat Cahyani ketawa geli. "See ya," pamitnya. Aku hanya mengangguk. "Iya, see ya. Hati-hati!" pesanku. Cahyani mengangguk lalu berlari m

