Karin memicing, menatap layar ponsel di tangannya. Baru saja, kakak iparnya mengirim pesan. Bukan hanya berupa susunan huruf yang membentuk sebuah kata, atau kalimat, namun disertai dengan gambar. Gambar dua orang pria beda usia, yang keduanya Karin cintai—sedang duduk berhadapan dengan papan catur di atas meja. Jantung Karin berdentam semakin kuat. Karin mengedipkan matanya berulang kali. Masih terlalu sulit mempercayai penglihatannya. Wanita itu bahkan berpikir, mungkin saja dia sedang berada dalam alam mimpi, sehingga melihat gambaran seperti yang ia harap. Ya … melihat Abi, dan orang tuanya berbaur—adalah keinginan terbesarnya saat ini. Tepukan sang asisten di bahunya—membuat Karin benar-benar sadar, jika apa yang dilihatnya bukanlah sekedar khayalan yang terlalu ingin ia wujudkan.