Bab - 23

1289 Kata
Mawar masih memeluk pinggang suaminya. Dia sudah berhenti menangis, tapi ... wanita itu masih juga belum melepaskan pelukannya. Hingga membuat Rendra heran sendiri. Ia tak mengatakan apapun, dia membiarkan Mawar tetap memeluknya. Tak apalah jika sekali-kali seperti ini. Begitu pikirnya. "Udah tenang?" Akhirnya laki-laki itu bertanya juga. Rasa lapar yang ia rasakan membuatnya bertanya seperti itu. Mawar hanya mengangguk. Wanita itu tak berani melepaskan pelukannya. Jika ia melepaskannya, wajah jeleknya pasti akan terlihat oleh suaminya. Tidak boleh! Rendra tak boleh melihat wajahnya itu! Memalukan! Matanya pasti sembab karena menangis hampir bebeberap jam, hidungnya pasti merah, belum lagi ingusnya. Tidak! Pokonya tidak! Rendra sedikit mendorong tubuh Mawar, agar dia bisa melihat wajah wanita itu. Tapi yang ada wanita itu malah mengeratkan pelukannya. Dan semakin membenamkan wajahnya pada perut suaminya. "Kenapa?" tanya Rendra, karena Mawar tak melepaskan pelukannya. "Nggak." Wanita itu menggeleng. "Lepas, gue mau makan. Kalo mau pengen meluk gue, Lo bisa lakuin pas gue udah kelar makan," ucap Rendra dengan nada menggoda. Buru-buru Mawar menjauhkan tubuhnya dari Rendra. Dia membuang muka, kemanapun itu, asal suaminya tak melihat wajah kusutnya. Rendra tak berkomentar apa-apa lagi, dia kembali ke kursinya, duduk lalu melanjutkan makannya yang sempat tertunda karena tak tega melihat istrinya menangis. Setelah itu, keduanya sama-sama terdiam. Mawar yang selesai lebih dulu langsung bergegas kembali ke dapur, untuk mencuci piring sekaligus mencuci tangannya. Setelah itu, wanita itu berjalan menuju sofa dan menyalakan TV. Sebenarnya dia lelah, ingin tidur. Tapi, dia merasa tak enak jika dirinya masuk duluan ke dalam kamar. Sedangkan yang punya apartemennya saja masih duduk di ruang makan. Mawar akan tidur di sofa, bagaimana pun juga dia tak ingin tidur di kamar dan ranjang yang sama dengan Rendra. Dirinya rela jika harus tidur di sofa yang ada di ruang tamu, toh sofanya pun empuk dan nyaman. Rendra sudah selesai makan, dan berjalan menuju Mawar yang sedang menonton TV. Ada hal yang harus ia bicarakan dengan istrinya, Mawar. "Hei," panggil Rendra pada istrinya. "Hem, apa?" sahut Mawar tanpa mengalihkan pandangannya dari TV. "Besok gue mulai kerja." "Iya tau." "Lo bisa lakuin apa yang Lo mau. Kalo mau keluar, Lo ijin dulu ke gue! Jangan asal keluar masuk seenaknya aja! Kalo nanti Lo nyasar gimana? Hah?" Mawar hanya diam, mendengarkan celotehan suaminya. Padahal, dia pun bukan anak kecil. Dia bisa bertanya kepada orang lain, jika dirinya memang tersesat. "Kalo sampe terjadi sesuatu sama Lo, gue yang bakal kena imbasnya. Maka dari itu, sebisa mungkin jangan bikin gue dalam masalah. Bisa?" "He'em." "Oke, good girl!" Setelah mengatakan itu, Rendra bangkit dari duduknya. Dan berjalan menuju kamarnya. Tapi sedetik kemudian, tubuh laki-laki itu berbalik dan menatap ke arah Mawar. "Untuk saat ini, kita tidur di kamer yang sama dulu. Besok, gue bakalan pindah ke ruang kerja gue. Dan Lo bisa tinggal di kamar bekas gue," ucap Rendra. "Gue tidur duluan, besok kerja." Setelah itu, Rendra masuk ke dalam kamar, dan menutup pintunya. Sedangkan Mawar, gadis itu masih tetep duduk manis di atas sofa, sambil menonton TV. Dia sedang memikirkan ucapan Rendra barusan. Harusnya dia tau, Rendra berucap seperti itu karena dirinya tak ingin repot karena ulahnya. Bukan karena suaminya itu mengkhawatirkan dirinya. Iya, harusnya dia tau. Tapi entah kenapa, dadanya sedikit sesak? Buru-buru Mawar menepis pikiran itu. Dia pun kini fokus pada TV yang sedang ia tonton. Hingga matanya mulai dilanda rasa perih. Dan akhirnya Mawar pun terlelap di atas sofa, dengan TV yang masih menyala. ******** Matahari sudah terbit dari ufuk timur. Memberikan kehangatannya kepada mahluk hidup yang ada di bumi. Semua orang mulai bangun dari tidurnya, dan kembali dengan berbagai aktivitas mereka. Mawar merasakan sesak. Tubuhnya terasa ditindih oleh sesuatu yang berat. Matanya perlahan-lahan mulai terbuka, menatap langit-langit yang terasa asing. R Lalu wanita itu pun melihat jika tubuhnya sudah dijadikan guling oleh suaminya, Rendra. Kaki laki-laki itu menindih tubuh istrinya, Mawar. Dengan cepat Mawar langsung menyingkirkan kaki suaminya dari tubuhnya, dengan cara ditendang. Hingga membuat laki-laki yang ada di sampingnya membuka mata, karena merasakan sakit saat tubuhnya mencium lantai. "Kenapa, sih?" bentak laki-laki itu sambil memegangi pinggangnya. "Kamu! Apa yang udah kamu lakuin ke aku?" cecar Mawar sambil menutup dua gunung kembarnya dengan tangan. "Apaan, sih?" "Pasti semalem kamu macem-macem, kan!" tuding Mawar. "Nggak! Gue nggak macem-macem astaga! Jangan berlebihan, deh! Badan kayak alas setrikaan aja, sombong banget!" sindir Rendra dengan pedas. "Terus, kenapa aku bisa ada di sini?" Rendra menghela napas, lalu mengusap wajahnya dengan kasar. "Gue yang pindahin. Kalo Lo tanya kenapa? Karena semalem Lo menggigil kedinginan, gara-gara tidur di luar. Hati suci gue nyuruh gue buat mindahin Lo ke sini. Kalo misalnya nggak gue pindahin, terus Lo demam atau masuk angin, gimana coba? Pasti gue yang bakalan kena. Karena ga becus jagain istri!" Rendra menjelaskan panjang lebar, alasan dia memindahkan Mawar dari sofa ke kamarnya. Semalam dia terbangun, karena ranjang di sebelahnya masih juga kosong. Saat laki-laki itu membuka mata, dia tak mendapati Mawar di sampingnya. Hingga akhirnya dia pun memutuskan untuk keluar, mencari keberadaan istrinya. Saat ia membuka pintu, matanya melihat Mawar sudah terlelap di atas sofa, dengan tangannya yang menjuntai ke bawah. "Astaga, dasar!" keluh Rendra sambil berjalan mendekati Mawar. Rendra meraih remote TV yang sedang digenggam oleh Mawar, dan mematikannya. Setelah itu dia memandang wajah istrinya yang sedang terlelap. Ini pertama kalinya dia melihat Mawar yang sedang tertidur, tanpa disertai nafsu. Cantik. Ya, kata itu terucap di dalam hati Rendra. Tak bisa dipungkiri, istrinya memang cantik. Banyak laki-laki yang secara terang-terangan mengagumi istrinya, saat mereka jalan ke luar. Tapi dia tak terlalu khawatir, karena dia tau Mawar bukan tipe wanita yang akan genit terhadap laki-laki. Dibelainya lembut kepala Mawar. Lalu tanpa ia sadari, wajahnya kian mendekat ke wajah istrinya. Dan .... Cup Satu kecupan mendarat dengan sempurna di kening Mawar. Sadar dengan apa yang baru saja dilakukan. Rendra pun buru-buru menjauhkan wajahnya dari Mawar. Memegang bibirnya, yang baru saja mengecup kening istrinya. "Astaga, gue kenapa, sih?" Rendra bermonolog sendiri. Setelah itu dia pun mengangkat tubuh istrinya lalu membawanya menuju kamar, dan direbahkan di sampingnya. Lalu menyelimutinya hingga d**a. Kemudian dia pun ikut terlelap di samping Mawar. Rendra bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju kamar mandi. Hari ini dia berencana akan berangkat ke kantor. Sudah cukup dia liburan di rumah, kini saatnya untuk kembali menjalani rutinitasnya. Mawar masih duduk di atas kasur. Dia bengong sebentar, lalu merapihkan tempat tidur. Pergi ke dapur, dan membuat sarapan untuk suaminya. Dia memanggang roti, membuat kopi untuk Rendra, dan s**u untuk dirinya. Setelah itu, kembali ke meja makan dan menatanya di sana. Rendra sudah keluar dari kamar, dengan pakaian yang sudah rapih. Kemeja biru langit, yang dipadukan dengan celana berwarna hitam. Tangannya sudah membawa tas jinjing, tas yang selalu ia bawa saat pergi ke kantor. Mawar sedikit terpana saat melihat Rendra. Jujur saja, suaminya itu memang tampan. Sorot matanya tajam seperti elang, garis rahangnya tegas, kulitnya seputih s**u, dan juga bibirnya yang tipis. Tampan! "Gue tau kalo gue ganteng. Tapi liatinnya biasa aja, dong! Nanti kalo gue bolong gimana?" ucap Rendra sambil menarik kursi, dan duduk di sana. Dia menyesap kopi yang sudah disiapkan oleh Mawar. Sedangkan tangannya mulai memasangkan dasi di lehernya. "Jangan pake yang selai strawberry! Gue ga suka!" larang Rendra saat Mawar akan mengolesi roti bakar dengan selai strawberry. "Hilih, ini buat aku ya!" ucap Mawar lalu mengoleskan selainya. "Buat gue mana?" tanya Rendra. "Bikin sendiri, dong! Aku juga bikin sendiri!" Rendra menyipitkan matanya. "Ko gitu? Lo bikinin gue kopi, tapi rotinya disuruh bikin sendiri? Nanggung banget! Kenapa ga sekalian?" "Males." Ya, jawaban Mawar cukup singkat, padat dan jelas. Oke, Rendra pun mulai mengolesi rotinya dengan selai kacang kesukaannya. Keduanya menikmati sarapan pagi itu dengan keheningan di antara mereka. Sudah seperti mengheningkan cipta di saat upacara bendera saja!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN