Kini dua manusia itu sedang duduk di bangku halaman depan. Langit malam itu terlihat cerah, bintang bertaburan di gelapnya langit, ditambah dengan cahaya bulan purnama.
Keduanya masih sama-sama terdiam. Sepertinya tak ada niatan untuk saling berbicara satu sama lain.
Rambut Mawar melambai-lambai karena tertiup angin. Rendra, sedangkan pria itu sedang duduk sambil melipat kedua tangannya di depan d**a, matanya tertutup menikmati hembusan angin yang menerpa tubuhnya. Sedangkan wajahnya tertutup oleh rambut Mawar yang tak sengaja diterbangkan angin.
"Heh, ini rambut Lo iket dong! Dari tadi kena muka gue terus, tau?" teriak Rendra sambil menyingkirkan rambut Mawar yang mengenai wajah tampannya.
"Nggak ah, aku nggak bawa iket rambut," tolak Mawar sambil membuang muka.
"Astaga, ini mata gue perih kena rambut Lo!" Rendra kembali mengeluh.
Karena angin malam itu cukup kencang. Bukan rambut Mawar saja yang tertiup oleh angin, tapi pepohonan pun ikut bergoyang.
"Ya udah, aku mau masuk aja," kata Mawar sambil beranjak dari duduknya. Tapi sayangnya tangannya ditahan oleh Rendra.
"Kenapa?" tanya Mawar sambil melihat tangannya yang sedang digenggam oleh Rendra.
"Jangan dulu masuk!" larang Rendra dengan posisi tangan masih menggenggam erat tangan Mawar.
"Tapi di sini dingin," rengek Mawar. Gadis itu tau, jika mereka masuk sekarang pasti orang tua mereka akan melakukan banyak cara untuk membuat keduanya menjadi dekat.
"Sini, duduk." Rendra menepuk-nepuk bangku yang di sebelahnya.
Mawar hanya diam, tak menuruti apa yang baru saja dikatakan oleh Rendra. Hingga akhirnya tubuh ditarik oleh Rendra, dan gadis itu pun akhirnya duduk di sebelah Rendra.
"Kamu -"
Belum sempat Mawar protes, kini mulutnya terkunci sendiri. Mulutnya malah membulat saat melihat apa yang sedang dilakukan oleh Rendra.
"Ngapain kamu?" selidik Mawar.
"Katanya dingin? Ini pake!" Rendra kembali menyandarkan punggungnya pada sandaran bangku.
Mawar hanya diam, gadis itu tak berkomentar apa-apa lagi. Tangannya menyentuh jas yang tadi dipakaikan oleh Rendra pada tubuhnya. Tanpa ia sadari, senyuman malah mengembang di wajah cantiknya.
Sedangkan dari dalam rumah, para orang tua sedang mengintip, apa saja yang dilakukan oleh anak-anak mereka.
"Hem, ada sedikit kemajuan, ya?" tanya Desri pada dua sahabatnya.
"Tapi itu masih belum cukup, Des! Kita harus bekerja ekstra keras untuk membuat mereka menjadi lebih dekat. Kalo bisa, kita buat keduanya sama-sama bucin!" ucap Mirna dengan semangat yang menggelora.
Sedangkan Herman dan Desri hanya mengangguk saja. Tak berkomentar apa-apa lagi.
Waktu terus berputar, langit pun sudah sepenuhnya menghitam. Kini Desri dan Mawar hendak kembali ke rumah. Sebenarnya Mirna sudah menyuruh mereka untuk menginap, tapi ditolak oleh Desri.
"Ya udah, kita pamit dulu, ya?" pamit Desri pada Mirna dan Herman.
"Iya, hati-hati di jalan ya."
"Iya, kami pamit ya." Desri kembali berpamitan.
"Iya, kita pulang dulu ya, Ma." Mawar pun ikutan berpamitan.
Mata Rendra membulat saat mendengar Mawar memanggil mamanya dengan kata 'Ma'. Hampir saja dia tersedak oleh ludahnya sendiri karena terlalu kaget.
Setelah berpamitan, Mawar dan Desri pun berjalan menuju mobil milik Rendra yang sudah terparkir. Desri memilih untuk duduk di jok tengah, dengan harapan anaknya - Mawar duduk di depan, di samping calon suaminya.
"Ma, geser," kata Mawar saat mamanya malah duduk di samping kiri.
"Hei, kamu mau duduk di mana?" tanya Rendra yang sedang memegangi handle pintu.
"Di belakang, nemenin mama," jelas Mawar.
"Mana bisa? Duduk di depan!"
"Nggak mau! Aku mau nemenin mama di belakang!" tolak Mawar.
"Kamu pikir ini taxi online? Tadi juga pas berangkat kamu duduk di belakang! Nggak mau tau, pokonya sekarang harus di depan! Kalo masih nolak, pulang sendiri sana!"
Mawar yang mendengar perkataan Rendra langsung memasang wajah kesal. Dengan berat hati, dia berjalan dengan kaki di hentak-hentakkan ke tanah, lalu gadis itu pun membuka pintu mobil dan duduk yang tidak ada feminim-nya sama sekali.
Sedangkan Desri, wanita itu malah terkekeh melihat tingkah keduanya. Lalu Rendra pun masuk, dan mulai menghidupkan mesin mobilnya.
Mobil pun melaju, membelah jalanan yang masih sedikit ramai dipadati oleh kendaraan anak muda. Tempat tongkrongan semakin ramai, dipenuhi oleh para muda-mudi yang sedang menghabiskan waktu malam minggu bersama sang kekasih.
Sama seperti Rendra dan Mawar, dua manusia itu juga baru saja menghabiskan waktu malam minggu mereka berduaan. Meski hanya duduk berdua di atas bangku, sambil menikmati bintang yang bertaburan di gelapnya malam.
Mobil pun sudah berhenti di depan rumah milik Mawar. Desri pun turun, lalu berjalan mendekati Rendra untuk mengucapkan rasa terima kasihnya karena sudah mau menjemput lalu mengantar.
"Terimakasih ya, Ren. Udah mau jemput terus sekarang nganter juga," ucap Desri sambil tersenyum.
"Iya, sama-sama, Tante."
Lalu mata keduanya melihat ke dalam mobil. Padahal mobil sudah berhenti dari tadi, tapi ko Mawar belum keluar juga, ya?
Akhirnya Desri pun memutuskan untuk melihat keadaan anaknya. Dan benar saja dugaannya, Mawar sudah terlelap tidur. Dibangunkan pun percuma, yang ada malah suara dengkurannya malah semakin menjadi.
"Aduh, gimana ini, Ren? Mawar nya bobo, udah dibangunin juga tetep aja."
"Ya udah, biar Rendra yang gendong Mawar ke kamar." Rendra menawarkan diri, meski di dalam hatinya dia merutuki gadis bar-bar itu.
"Nggak apa-apa, Ren?" Desri memastikan, apakah calon mantunya itu bersedia atau tidak.
"Iya, nggak apa-apa. Kalo gitu, mending Tante buka pintu rumah aja."
Desri pun menurut. Wanita itu berjalan menuju teras rumahnya, lalu merogoh kunci yang ia simpan di dalam tasnya. Pintu pun terbuka, ia langsung berjalan menuju kamar anaknya.
"Hobby banget digendong sama gue? Hem?" Rendra berbicara sendiri saat dirinya hendak menggendong Mawar ke dalam pelukannya.
Matanya tak henti-hentinya menatap wajah Mawar yang sedang tertidur.
"Cantik."
Tanpa sadar, satu pujian lolos dari mulutnya. Buru-buru Rendra menggelengkan kepalanya, tersadar dengan apa yang baru saja diucapkan oleh mulutnya.
"Grokkk ...."
Rendra terkejut saat mendengar Mawar mendengkur dengan cukup keras.
"Ha-ha-ha, astaga! Gue kira suara babi! Taunya? Ya ampun, Lo itu cewek tapi ko nggak ada anggun-anggunnya gitu, ya?"
Setelah itu, Rendra pun berjalan menuju kamar milik Mawar. Sedangkan Desri sedang berada di dapur, menyiapkan minuman untuk Rendra yang sudah mau membopong anaknya hingga ke kamar.
Perlahan-lahan, Rendra membaringkan tubuh Mawar di atas ranjang. Laki-laki itu melepaskan high heels yang dikenakan oleh Mawar. Setelah melepaskan high heels, Rendra menyelimuti tubuh Mawar dengan bad cover.
Setelah memastikan bahwa calon istrinya sudah merasa nyaman, Rendra pun berjalan keluar. Dan memilih duduk di ruang tamu. Tak lama kemudian, Desri membawa minuman dan beberapa cemilan untuk calon menantunya.
"Diminum, Ren." Desri menyodorkan segelas teh hangat, dan juga beberapa cemilan yang ia simpan di dalam toples.
"Makasih, Tan," ucap Rendra sambil tersenyum.
Rendra pun menyesap teh yang diberikan oleh Desri. Matanya menjelajah setiap sudut ruangan, dan memperlihatkan beberapa foto yang terpajang di sana.
"Ini Mawar waktu umur empat tahun. Waktu itu ada anjing milik tetangga kita yang lepas, dan malah menghampiri Mawar yang sedang main di depan. Alhasil, dia nangis karena kaget, apalagi anjing itu sempet mencium Mawar." Desri menceritakan sepenggal kisah tentang anaknya.
Sedangkan Rendra, laki-laki itu hanya mendengar dengan seksama. Lalu Desri pun menceritakan, kenapa Mawar membenci laki-laki, alasan apa yang membuat anaknya sampai tidak suka pada laki-laki, apalagi sampai memiliki rencana untuk tidak menikah.
Rendra cukup terkejut dengan cerita yang ia dengar dari Desri. Sedikit demi sedikit, Rendra tau alasan apa yang membuat Mawar tak pernah bersikap ramah pada laki-laki, dan juga pada dirinya yang berstatus sebagai calon suaminya.
"Jadi, Tante harap Nak Rendra mau membantu mengubah pandangan Mawar terhadap laki-laki. Buktikan pada Mawar, bahwa tidak semua laki-laki itu sama seperti ayahnya. Tante tau, kalo permintaan Tante ini agak berlebihan. Tapi, Nak Rendra mau kan membantu Tante buat mengubah pandangan Mawar terhadap laki-laki?"
Rendra tau jelas, jika ia menerima permintaan Desri berarti dia harus setia kepada Mawar. Tidak memiliki rencana untuk mendua, apalagi sampai meninggalkannya. Dan juga, mau tak mau dirinya pun harus melupakan Michelle. Wanita yang selalu berada di posisi paling tinggi dalam menempati hati Rendra. Jadi, haruskah laki-laki itu menerima tawaran dari Desri?