Mawar baru saja pulang setelah mengantarkan desert pesanan Mesya. Mereka selalu melakukan transaksi di sebuah kafe, yang tak jauh dari apartemen suaminya, Rendra.
Dengan cepat memasak untuk acara makan malam nanti. Wanita itu memasak sambil menggerutu kesal pada suaminya. Bisa-bisanya laki-laki itu memberi tau dirinya perihal makan malam, di saat jam makan siang?
Astaga, wanita cantik itu sudah benar-benar kesal! Untung saja, kemarin dia sudah belanja untuk persediaan makanan. Jadi ia tak perlu repot-repot pergi ke supermarket untuk belanja.
Setelah hampir satu setengah jam berkutat di dapur dengan kompor dan kepulan asap. Akhirnya wanita itu selesai juga memasak. Sekarang dirinya tinggal membersihkan apartemen itu, lalu mandi.
Memang, wanita itu mahluk yang kuat. Mawar, gadis itu masih sanggup membersihkan apartemen saat dirinya baru saja membuat lima puluh desert pesanan Mesya, lalu memasak, dan sekarang bersih-bersih.
"Astaga! Cape banget!" keluh wanita itu sambil menyandarkan punggungnya pada sofa.
Ia memejamkan sebentar matanya, lalu buru-buru terbuka lagi. Ia melirik ke arah jam dinding, lalu langsung melesat menuju kamar mandi, untuk membersihkan tubuhnya.
"Ya ampun, bentar lagi dia dateng! Semoga aja jalanan kali ini macet, jadi dia bisa pulang telat!" ucap Mawar sambil menyabuni tubuhnya.
Tadi, saat dirinya sedang memasak, Rendra kembali menelpon. Memberi tau, jika laki-laki itu akan pulang cepat.
Setelah selesai mandi, Mawar langsung mengeringkan rambutnya dengan menggunakan hairdryer, lalu mengganti baju. Memoles wajahnya dengan sedikit krim, bedak padat, lalu lip blum. Oke, selesai!
Setelah selesai, Mawar langsung keluar dari kamar. Duduk sejenak di sofa untuk istirahat, sambil menunggu kepulangan suaminya. Suami? Apa? Suami, ya? Astaga, bahkan sudah hampir sebulan mereka menikah. Tapi, tak ada yang berubah dari kehidupan gadis itu.
Yang berubah hanyalah, dirinya yang jauh dari mamanya. Iya, ini adalah hal terberat bagi dirinya. Alasan dia membuat desert adalah, untuk menyibukkan dirinya. Agar tidak terlalu merindukan mamanya.
Tes
Tes
Tes
Air mata wanita itu menetes tanpa permisi, mengalir dengan deras membasahi pipinya. Ah ... wanita itu benar-benar merindukan mamanya. Buru-buru ia mengusap air matanya, menghirup udara sebanyak-banyaknya, agar dirinya sedikit tenang.
Terdengar suara pintu terbuka, lalu masuklah dua orang laki-laki yang sedari tadi kehadirannya ditunggu oleh Mawar.
"Astaga! Lo itu sebenarnya ikhlas nggak, sih ngajak gue buat makan malam di apartemen Lo?"
"Nggak!" ketus Rendra. "Aku pulang," lanjut laki-laki itu.
Mawar buru-buru mengusap air matanya dengan punggung tangannya. Lalu tersenyum semanis mungkin, agar dua laki-laki itu tidak menyadari jika dirinya baru saja menangis.
"Oh, kamu udah pulang?" tanya Mawar sambil berdiri dari duduknya.
Rendra lalu mengangguk. Laki-laki itu menyadari, jika istrinya baru saja menangis. Matanya dan hidungnya terlihat memerah.
Rendra lalu menyodorkan tas kerjanya pada Mawar. Sedangkan wanita itu hanya diam mematung, tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Rendra.
"Ini," kata Rendra sambil menyodorkan tasnya, lalu menggoyang-goyangkan nya.
"Apaan?" sahut wanita itu tak mengerti.
"Ambil!"
"Apaan sih, Ren?" Mawar benar-benar tak mengerti.
Pasangan suami istri ini memang benar-benar kaku. Selain jarang bertemu, mereka juga jarang berkomunikasi. Jadi, ya beginilah hasilnya. Ambyar!
Karena kesal, Rendra pun langsung menyerahkan tasnya pada Mawar dengan paksa. Lalu jas nya juga, ia buka dan memberikannya pada Mawar. Hingga wanita itu gelagapan.
Max, laki-laki itu yang sedari tadi diam, bisa menangkap bagaimana keadaan rumah tangga sahabatnya. Dalam hatinya dia bersorak gembira, karena tak akan sulit untuk memisahkan keduanya. Begitu pikirnya.
"Duduk, terserah mau di mana aja," ucap Rendra pada sahabatnya, Max.
"Ga Lo suruh juga, gue mah bakalan duduk, ko!" jawab Max sambil tersenyum.
Lalu laki-laki itu pun duduk di sofa. Matanya tak henti-hentinya menatap Mawar yang sedang berjalan ke arah kamarnya. Wanita itu terus menggerutu kesal.
Saat dirinya masuk ke dalam kamar, ia melihat Rendra baru saja keluar dari kamar mandi yang ada di kamarnya.
"Kamu!" pekik Mawar saat melihat Rendra keluar dari kamarnya, dengan handuk yang dililitkan di pinggangnya.
"Ssst ... jangan berisik!" bisik Rendra sambil membekap mulut istrinya.
Mawar pun langsung diam, dia tak berani berteriak lagi.
"Kenapa mandi di sini?" tanya Mawar saat mulutnya sudah tidak di bekap lagi oleh Rendra.
"Lo mau Max tau gimana pernikahan kita? Kalo dia tau, bisa-bisa dia laporan ke mama!" ujar Rendra sambil mendekatkan wajahnya pada Mawar.
Iya, apa yang dikatakan Rendra memang ada benarnya juga. Bagaimana pun juga, keduanya tau jika hubungan pernikahan mereka tidak seperti orang lain. Bukannya memperbaiki, mereka justru menutup mata dan telinga.
Tapi sayangnya, orang tua mereka dan Max sudah tau keadaan pernikahan mereka. Mereka memiliki ambisi yang berbeda, orang tua Rendra dan Mawar ingin menyatukan keduanya. Sedangkan Max? Laki-laki itu ingin memisahkan keduanya, lalu mengambil Mawar dari Rendra.
*******
Saat ini Mawar, Rendra dan Max sedang menikmati makan malam mereka. Ketiganya sama-sama diam, tak ada obrolan di dalamnya. Hening, hanya suara derasnya hujan yang sedang membasahi bumi yang terdengar.
Malam itu Jakarta diguyur hujan yang cukup lebat. Beruntungnya mereka bertiga berada di tempat yang aman, tempat yang dapat melindungi mereka dari guyuran hujan, dan terpaan angin.
Setelah selesai makan, Rendra dan Max duduk di sofa, sedangkan Mawar mencuci bekas makan mereka. Setelah selesai mencuci piring, Mawar kembali ke ruang tamu sambil membawa beberapa cangkir teh hangat, dan beberapa brownis yang ia buat setelah selesai membuat desert.
"Wah, makasih. Jadi ngerepotin gini, ya," kata Max sambil mengambil segelas teh yang baru saja disuguhkan oleh Mawar.
"Lo tuh emang ngerepotin tau! Kenapa baru sadar sekarang?" cibir Rendra.
"Astaga, Lo jahat banget sih sama gue," lirih Max sambil memasang wajah melasnya.
Mawar, gadis itu hanya memperhatikan tingkah suaminya yang sedang adu mulut dengan sahabatnya.
Max mengambil brownis, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Laki-laki itu, memejamkan matanya saat menikmati brownis yang lumer di dalam mulutnya. Rasa manisnya pas, cocok untuk dirinya yang tak terlalu suka dengan makanan manis.
"Hem, enak ya ...." puji laki-laki itu sambil mengambil brownis dan memasukannya lagi ke dalam mulutnya.
"Manisnya pas, teksturnya lembut. Selain desert, ternyata brownis buatan kamu enak juga, ya?" ucap Max tanpa sadar.
Ups ....
Laki-laki itu keceplosan. Buru-buru ia ralat, sebelum wanita pujaan hatinya curiga.
"A - ah ... maksudku rasanya kayak nggak asing gitu. Rasanya hampir mirip sama desert yang biasa aku beli. Punya ciri khas masing-masing."
Mawar mengangguk. Tiba-tiba saja ia teringat pada Mesya, wanita cantik yang selalu memborong desert miliknya. Dengan alasan akan di jual lagi di kafe nya.
"Kalo boleh tau, biasanya beli di mana, ya?" selidik wanita itu.
"Ah, kalo itu aku juga kurang tau. Soalnya biasanya asisten aku yang beli."
"Ah, begitu ya ...."
Mawar dan Max malah asik mengobrol, sampai-sampai mereka melupakan keberadaan Rendra, sang pemilik rumah.
"Lo balik gih, kita mau tidur!" titah Rendra pada sahabatnya.
"Lo ngusir gue?" tanya laki-laki itu.
"Iya, pulang sana!"
"Gue kan ga bawa mobil, Ren. Tadi aja ke sini gue nebeng ke Lo, kan?"
"Terus?"
"Ya di luar masih ujan gede, Ren. Itu petir sampe berkilat kayak gitu. Lo tega nyuruh gue pulang pas lagi kayak gini? Nanti kalo ada yang nyulik gue, gimana?" Max memasang wajah melas. Laki-laki yang satu ini selalu mampu membuat Rendra kesal setengah mati.
"Cih, lagian siapa juga yang mau nyulik Lo? Hah?"
"Gue nginep, ya?" Max meminta ijin pada yang punya rumah.
"Nggak! Lo kira ini kos-kosan apa?"
"Mawar, aku boleh ya nginep di sini?" tanya Max pada Mawar.
"E - eh?" Mawar gelagapan. Pasalnya dia sudah tak fokus, akibat rasa ngantuk yang sudah melanda dirinya.
"Yang punya rumah itu gue, bukan dia!" tegas Rendra.
"Lo pelit banget! Kali ini aja, Ren! Biasanya juga gue suka nginep di sini!"
Dengan berat hati, akhirnya Rendra pun membiarkan Max menginap di apartemennya. Dilarang pun percuma, karena laki-laki itu akan tetap memaksa. Sama halnya saat dia meminta diundang untuk makan malam di apartemen miliknya.
Lampu kamar sudah mati sejak tadi. Hanya lampu tidurlah yang menerangi kamar yang ditempati oleh Rendra dan Mawar. Keduanya masih sama-sama terjaga. Entah kenapa, Mawar tak bisa memejamkan matanya.
Padahal saat di luar tadi ia sudah mengantuk. Tapi sekarang? Kemana perginya rasa ngantuk itu?