Pesta topeng yang diadakan di ballroom mewah itu adalah pertemuan para konglomerat, politisi, dan orang-orang terpandang yang jarang terlihat di publik.
Ruangan yang dipenuhi dengan lampu gantung kristal dan dekorasi emas membuat suasana terasa magis.
Semua orang mengenakan pakaian terbaik mereka, dilengkapi dengan topeng elegan yang menyembunyikan identitas mereka.
Di tengah keramaian, Arcene dan Light mulai berdansa mengikuti irama waltz yang dimainkan oleh orkestra di sudut ruangan.
Arcene bergerak dengan anggun, mengikuti langkah-langkah Light yang tegas namun halus.
Dalam hitungan detik, mereka seolah berada di dunia mereka sendiri, meskipun di sekeliling mereka terdapat banyak pasangan lain yang juga berdansa.
“Kau dari kota ini?” pria itu memulai percakapan, memecah keheningan di antara mereka.
“Tidak,” jawab wanita itu, matanya menatap Light melalui topengnya.
“Lalu dari mana?”
“Rahasia,” bisik Arcene sambil tertawa pelan.
“Aku suka yang misterius,” gumam Light menanggapi Arcene dengan senyum miringnya.
*
*
Percakapan mereka yang awalnya ringan tentang pesta dan musik, perlahan-lahan berkembang menjadi diskusi yang lebih mendalam.
Arcene memiliki cara berbicara yang begitu memukau, dengan pengetahuan yang luas dan wawasan yang tajam.
Light, yang biasanya tidak mudah terkesan oleh orang lain, merasa sangat nyaman berbicara dengannya.
Arcene tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki kehangatan dalam tutur katanya yang membuat Light lupa waktu.
“Jarang sekali aku bertemu seseorang yang menarik sepertimu di pesta seperti ini. Entah mengapa kau terasa … berbeda,” kata Light, suaranya sedikit menurun menjadi nada yang lebih intim.
Arcene tersenyum, mengangkat bahu dengan santai. “Mungkin karena aku tidak terlalu sering menghadiri pesta seperti ini.”
Percakapan mereka semakin dalam, dan keintiman di antara mereka semakin terasa. Langkah dansa mereka melambat, hampir berhenti, sementara tatapan mereka terkunci satu sama lain.
Light mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat, wajahnya hanya beberapa inci dari wajah Arcene. “Matamu sangat cantik, Celine,” bisiknya.
Arcene menatap mata Light yang tersembunyi di balik topeng emasnya. Ada sesuatu dalam suaranya yang membuat jantungnya berdebar lebih cepat.
Ia tahu bahwa apa yang dia rasakan ini tidak masuk akal—mereka baru saja bertemu—tetapi ada daya tarik kuat yang tidak bisa dia abaikan.
Dan kemudian, tanpa peringatan, Light berani memagut bibir Arcene. Ciumannya lembut pada awalnya, seolah-olah meminta izin.
Bibir Arcene yang terbuka sedikit menjadi undangan yang tidak dapat ditolak oleh Light.
Ciuman itu semakin dalam seiring waktu, dan Arcene kehilangan dirinya dalam momen tersebut.
Dunia di sekeliling mereka seolah menghilang, digantikan oleh hasrat yang menggelora di antara mereka.
*
Ketika akhirnya mereka menarik diri, napas keduanya sedikit terengah. Light menatap Arcene dengan intensitas yang sulit dijelaskan.
“Celine,” katanya, suaranya serak, “maukah kau menghabiskan malam ini bersamaku?”
Arcene terdiam sejenak, hatinya berdetak kencang. Tawaran itu tidak hanya berani, tetapi juga menggoda.
Dalam keadaan normal, dia mungkin akan menolak tanpa ragu. Namun malam ini, di tengah suasana misterius pesta topeng ini, dia merasa seolah-olah dia bisa menjadi orang lain. Ingin menjadi sisi liar yang ada di dalam dirinya.
“Kenapa aku? Ada banyak wanita di sini, dan kau hanya perlu memilihnya dengan mudah,” tanyanya, mencoba mencari alasan di balik tawaran Light.
Light tersenyum tipis. “Karena aku belum pernah merasa seperti ini sebelumnya. Ada sesuatu tentangmu yang membuat aku tidak bisa berpaling. Aku bukan pria yang mudah menawarkan ini pada sembarang wanita.”
Arcene menelan ludah, pikirannya berputar. Ia tahu bahwa apa yang akan dia lakukan ini mungkin bukan keputusan yang bijaksana.
Namun, ada sesuatu tentang Light yang membuatnya merasa b*******h, sekaligus membuatnya ingin melupakan semua aturan yang biasanya dia pegang.
Dia ingin menjadi Arcene yang berbeda malam ini. Bukan Arcene penjaga kafe biasa, namun Celine yang dianggap Light berasal dari level yang setara dengannya.
“Baiklah,” katanya akhirnya, suaranya hampir seperti bisikan.
Light tersenyum lebar, lalu mengulurkan tangannya untuk memandu Arcene keluar dari ruangan itu.
*
*
Mereka melewati lorong-lorong panjang yang dipenuhi dengan ornamen mewah, menuju sebuah kamar tamu mewah yang berada di lantai atas mansion itu.
Semua tamu pesta itu mendapatkan kamar pribadi di mansion mewah selama pesta berlangsung sampai pagi hari, termasuk beberapa vila yang ada di pinggir danau mansion.
Dan Light mendapat kamar yang cukup mewah di lantai teratas mansion itu.
Ketika mereka akhirnya sampai, Light membuka pintu dan mempersilakan Arcene masuk.
Ruangan kamar itu besar dan mewah. Arcene tak pernah melihat kemewahan itu sebelumnya, dan itu membuatnya terpaku karena kagum.
Belum lagi pemandangan taman besar, villa, dan danau yang terlihat dari balik jendela kaca yang besar.
Arcene merasa gugup, tetapi juga merasakan gairah yang aneh. Ia tidak pernah melakukan sesuatu seperti ini sebelumnya—menghabiskan malam dengan pria yang baru saja dia temui—tetapi malam ini terasa berbeda.
Light mengunci pintunya dan mendekatinya perlahan, melepas topengnya untuk pertama kalinya.
Wajahnya yang tampan terlihat jelas, membuat Arcene terpesona. Ia tidak bisa menahan senyuman kecil yang muncul di bibirnya.
‘Dia sangat tampan. Tidak, dia sangat sempurna,’ batin Arcene.
“Sekarang giliranmu. Lepaskan topengmu,” kata Light sambil menatapnya dengan intens.
Arcene perlahan melepas topengnya, memperlihatkan wajahnya yang cantik dan sempurna di matanya.
Light menatapnya dengan kekaguman yang tak dibuat-buat.
“Cantik sekali. Kurasa aku beruntung malam ini,” bisiknya.
‘Tidak, aku yang beruntung. Benar kata Slania, aku akan mendapatkan pengalaman yang tak akan pernah kulupakan. Memikat konglomerat muda dan bercinta dengannya,’ batin Arcene.