Malam itu di kamar mewah, Arcene dan Light berdiri berhadapan di tengah ruangan kamar yang remang-remang.
Udara di antara mereka terasa hangat, bahkan mendebarkan, seolah menyimpan sesuatu yang tak bisa ditahan lebih lama lagi.
Light menatap Arcene dengan ekspresi yang sulit dilukiskan. Setelah melewati tak sampai satu jam di pesta topeng tadi, di mana percakapan dan ciuman mereka menjadi awal dari sesuatu yang jauh lebih intim, kini mereka berada di sini—tanpa gangguan, hanya mereka berdua.
Arcene berdiri dengan gugup tetapi tetap tenang. Gaun indahnya yang memeluk tubuh kini terlihat jauh lebih menggoda di bawah pencahayaan lembut lampu kamar.
Ia menatap Light yang perlahan mendekat, tubuhnya gemetar ringan, tetapi bukan karena takut—melainkan ada sedikit rasa penasaran dan antisipasi.
“Apakah kau yakin? Aku menanyakan sekali lagi padamu agar tak ada salah paham di antara kita nanti. Aku tak memaksamu,” kata Light, suaranya lembut, nyaris berbisik.
Arcene mengangguk perlahan. “Aku yakin.”
Light tersenyum kecil, tetapi di dalam dirinya ada rasa ingin melindungi yang tiba-tiba muncul.
Ia mendekati Arcene dengan langkah mantap, namun penuh ketenangan. Saat tangannya menyentuh pipi Arcene untuk membelai dengan lembut, dia bisa merasakan kegugupan wanita itu meskipun wajahnya mencoba menyembunyikannya.
Light kembali memagut bibir Arcene dengan lebih lembut dan pelan. Dia ingin menikmati setiap sesapannya dan memancing hasrat keduanya.
Ketika Light mulai melepaskan gaun Arcene dengan gerakan perlahan, tubuh wanita itu sedikit tegang.
Dia memegang tangan Light dengan lembut dan menatapnya dengan mata penuh keterusterangan.
“Aku perlu memberitahumu sesuatu,” kata Arcene, suaranya terdengar gemetar.
Light menghentikan gerakannya, alisnya sedikit terangkat. “Apa itu?”
“Aku ... aku belum pernah melakukan ini sebelumnya.”
Light terdiam sejenak, kata-kata itu membuatnya tercengang. “Kau masih perawan?” tanyanya dengan nada tak percaya, tetapi tanpa sedikit pun nada mengejek.
Arcene mengangguk, wajahnya memerah karena malu. “Ya. Aku tahu mungkin ini terdengar aneh, mengingat aku yang menerima tawaranmu malam ini, tetapi ... aku ingin malam pertamaku menjadi sesuatu yang aku pilih sendiri. Dan malam ini ... aku merasa bahwa kau akan membuatnya begitu sempurna.”
Light menatap Arcene dalam keheningan, mencoba mencerna apa yang baru saja dia dengar.
Selama ini, dia adalah pria yang sering mendapatkan perhatian wanita, tetapi tak pernah dia menduga akan bertemu seseorang seperti Arcene.
“Kau membuat keputusan yang sangat besar, Celine,” gumamnya, suaranya aedikit ragu. “Kau yakin ingin melakukannya malam ini? Bersamaku?”
Arcene mengangguk lagi, kali ini dengan lebih tegas. “Ya. Aku menginginkan ini sejak lama dan aku memilihmu. Aku tak akan mengikatmu setelah ini terjadi karena aku tahu ini hanya hubungan sesaat. Dan ini bukan sesuatu yang ditentukan oleh keadaan. Ini pilihanku.”
Kata-kata itu membuat hati Light bergemuruh namun dia tak bisa menolak tawaran menggiurkan itu.
Ia tahu bahwa apa yang mereka lakukan malam ini bukan hanya tentang gairah sesaat. Arcene memberikan kepercayaannya, dan dia merasa bertanggung jawab untuk membuat momen ini sempurna.
*
Light mendekati Arcene lagi, kali ini dengan gerakan yang lebih lembut dan menenangkan.
Ia mengangkat wajah Arcene dengan jari-jarinya dan menatapnya dalam-dalam.
“Kau sangat istimewa dan aku akan memperlakukanmu dengan istimewa,” katanya sebelum membungkuk dan kembali mencium Arcene dengan penuh kelembutan.
Ciuman itu perlahan berkembang menjadi lebih intens, membawa mereka ke tempat tidur yang luas.
Light memastikan setiap gerakan yang dia lakukan membuat Arcene merasa nyaman dan diterima.
Ia meluangkan waktu untuk memahami setiap respon Arcene, memastikan bahwa wanita itu menikmati setiap momen yang mereka lalui.
“Kau siap?” bisik Light sembari menyusuri leher Arcene.
“Hmm …” Arcene menggeliat di bawah tubuh Light, seolah siap melakukan penyatuan tubuh mereka.
Light menatap intens wajah cantik Arcene. “Aku akan melakukannya perlahan.”
Arcene mengangguk pelan dan tatapan mereka masih saling terpaut.
Ketika akhirnya Light melewati batas terakhir, Light merasakan betapa rapuh dan kuatnya Arcene pada saat yang sama.
Arcene menggigit bibirnya dan kemudian mengeluarkan lenguhan indahnya. Tangannya mencengkeram bahu lebar Light.
Tubuh mereka menyatu dalam gerakan yang penuh gairah, tetapi tetap diselimuti oleh kehangatan dan kelembutan.
Arcene menurunkan tangannya dan kini menggenggam lengan Light dengan erat, matanya terpejam saat dia merasakan gairah dan emosi yang belum pernah dia rasakan sebelumnya—rasa sakit yang samar, tetapi juga kenikmatan yang perlahan menggantikannya.
“Kau baik-baik saja?” bisik Light di telinganya.
Arcene membuka matanya, menatap Light dengan senyuman kecil. “Ya. Ini ... lebih dari yang aku bayangkan.”
Light tersenyum lega, lalu melanjutkan percintaan mereka dengan penuh kelembutan, memastikan bahwa Arcene merasakan keindahan dan keintiman pertama yang pantas dia dapatkan.
Arcene masih cukup pasif dalam percintaan pertama mereka, karena dia memang belum berpengalaman.
Namun, dengan lembut dan lihai—Light membimbing Arcene agar bisa menikmati percintaan ini.
Dia bahkan menunggu Arcene untuk menuju puncak keintiman itu. Dan akhirnya Light pun menyelesaikan puncak gairah yang mereka rasakan bersama.
Napas mereka masih terengah-engah di saat mereka saling memeluk, setelah menyelesaikan percintaan penuh gairah itu.
“Bagaimana rasanya?” bisik Light di telinga Arcene.
“Amazing.”
Light tersenyum lebar dan melepaskan pelukannya lalu menatap wajah cantik Arcene yang memerah karena percintaan panas mereka tadi.