Damian melangkah masuk dalam unit apartemennya, sesekali lelaki itu memijat kening dan tengkuknya yang terasa tegang, karena efek dari berpikir keras beberapa hari belakangan ini, karena perusahaannya yang terancam gulung tikar, karena secara mendadak para investor menarik kembali investasi mereka, ditambah lagi masalah rumah tangganya yang berada di ujung tanduk, nampaknya karma memang sedang berlaku pada seorang Damian.
Ekor mata damian melirik meja makan yang berada tak jauh dari tangga, lelaki itu menghela nafas perlahan. Ia pun mengurungkan niatnya untuk menuju kamar, dengan wajah letih Damian mulai membereskan segala macam lauk pauk yang nampak utuh, padahal ia sempatkan memasak subuh tadi untuk Mulan sebelum berangkat bekerja, namun sepertinya Mulan masih teguh dalam pendiriannya untuk memboikot Damian.
Selesai mencuci piring, Damian mengelap meja dan membereskan dapurnya, bukannya tak mampu menyewa seorang ART, namun Damian adalah tipikal orang yang tidak suka rumahnya dimasuki oleh orang asing, demi kenyamanan dan keamanannya.
Sebelum masuk ke kamarnya, Damian membuka perlahan pintu kamar Mulan, melihat istrinya yang sudah nampak pulas tertidur, rasanya wajar karena ini sudah menunjukan pukul 1 dini hari.
Dalam batin Damian sedikit bersyukur, berkat adiknya yang menginap beberapa hari lalu ditengah kesibukannya mengurus masalah beasiswa, Arinda nampaknya sedikit berhasil meluluhkan hati Mulan agar tetap bertahan pada pernikahan ini, meski sifatnya masih ketus, dingin, dan acuh tak acuh, Damian tetap bersyukur, setidaknya Mulan tidak terus menerus mendesaknya, meminta bercerai.
Damian kembali menutup kembali pintu kamar Mulan, dan masuk ke kamarnya untuk mandi dan beristirahat.
Guyuran air hangat yang mengalir dari shower ke seluruh tubuhnya selalu sukses membuat Damian lebih rileks, apalagi sejak beberapa minggu yang lalu lelaki itu memang kurang tidur dan terlalu memforsir jam kerjanya yang diatas jam normal.
Belum lagi lembur-lembur yang mau tak mau ia kerjakan dirumah
Pagi ini, seperti pagi-pagi biasanya selama hampir sebulan ini, Damian nampak sibuk dengan berbagai macam peralatan memasak di dapur, dengan tubuh kekar dalam balutan kaos dalam dan celemek masak, Damian mulai piawai dalam segala macam urusan dapur.
Tak peduli Mulan akan memakannya atau tidak, Damian tetap memasak, seperti dulu saat Mulan yang dengan telaten dan sabar atas sikap ketus, dingin, dan tak acuh Damian, kini Damian pun akan terus berusaha telaten dan sabar, ditengah masalah perusahan yang semakin mencekik lehernya.
Ia akan membuktkan ucapannya, ia akan dengan sabar dan telaten menunggu Mulan sama seperti Mulan menunggu dirinya dulu.
Selesai memasak, Damian naik ke lantai dua, dan mengetuk pintu kamar Mulan yang masih tertutup rapat..
"Lan, jangan lupa sarapan ya.. Kakak berangkat ke kantor dulu.. Assalamu'alaikum." Tanpa mengharap Mulan menjawabnya, Damian segera bergegas mengambil kemeja dan jas serta dasinya, lalu menyahut tas dan juga kunci mobilnya.
Sementara di dalam kamar, Mulan mulai merasa jengah. Ia jengah kenapa Damian tidak lagi menunjukan sikap buruknya, semakin hari yang ada justru Damian yang semakin sabar dan hangat, itu membuatnya tampak seperti seorang yang jahat.
Walau jika dipikir-pikir lagi, dirinya memang jahat sekarang, hampir tak ada bedanya dengan Damian dulu. Namun siapa peduli, ia akan tetap teguh dalam pendiriannya untuk memboikot Damian dalam batas waktu yang belum ia tentukan.
Keseharian Mulan, kini hanya diisi dengan berdiam diri di kamar dari malam hingga pagi, dan pergi ke toko roti dari siang hingga sore, ia sama sekali tidak tau dan tidak ingin tau masalah Damian yang setiap hari pulang hampir tengah malam, bahkan dini hari. Ia hanya menjaga jarak dengan segala hal yang membuatnya berkontak langsung dengan Damian, seolah Damian adalah virus yang harus dihindari.
Disisi lain
"Arrghhhh!!!!!" Damian melempar semua berkas-berkas di mejanya dengan brutal, perusahaannya tak dapat tertolong, masalah keuangan dan para investor yang tiba-tiba lari adalah perbuatan orang kepercayaannya! Damian bangkrut!
Luapan amarah Damian seolah tak dapat lagi di bendung, kepalanya terasa ingin pecah.
“Thalia akan mengemas barang-barang anda dan mengirimnya ke apartemen anda besok pak, saya mohon bap—
“Tutup mulut sialanmu itu bodoh! Berhenti bicara dan keluarlah! Aku tau apa yang harus aku lakukan dasar k*****t!” Bentak Damian memmbabi buta, membuat sekertarisnya kalang kabut ketakutan.
Meski Damian tak akan langsung jatuh miskin karena perusahaannya bangkrut, namun rasanya Damian sangat sedih dan kecewa, karena perusahaan ini ia bangun diatas kakinya sendiri, dengan segala usaha, dan jerih payahnya. Ia benar-benar merasa tak baik saat ini, ia ingin marah, mengamuk, melupakan segala emosi dalam benaknya, bahkan ia ingin menangis saat ini. Biarlah ia dicap sebagai lelaki lemah, toh nyatanya ia juga bisa serapuh ini.
Dengan langkah cepat dan wajah mengetat, Damian pergi meninggalkan kantornya, kantor yang esok bukan miliknya lagi.
Dalam keadaan seperti ini, kelab malam adalah tujuan utama Damian, untuk menghilangkan semua masalahnya, karena ia tak mungkin membawa masalahnya sampai kerumah, yang ada hubungannya dengan Mulan malah justru semakin merenggang, karena Damian adalah tipikal orang yang mudah lost control, ia hanya takut melukai Mulan.
Keesokan harinya Damian pulang dengan kondisi yang jauh dari kata baik, wajahnya lusuh dengan mata sayu dan lelah, serta pakaian yang berantakan, dan rambut acak-acakan, dan bau alkohol yang menguar dari dirinya.
Meski sudah tidak dalam kondisi mabuk, tapi langkah Damian terasa berat, saat ia membuka pintu apartemennya, pemandangan yang ia dapat adalah Mulan yang nampak sudah cantik dan fresh, dalam balutan dress biru bermotif bulu merak.
Mulan nampak cuek, seolah tak peduli barang seujung kuku pun pada Damian yang nampak kacau.
Damian memandangi Mulan yang nampak sedang menyantap biskuit dan teh hangat, namun Mulan tak peduli.
Damian tersenyum getir, seperti ini kah sakitnya Mulan dulu saat Damian tak mengacuhkannya yang sedang menderita (?)
"Kamu mau ke toko?" Tanya Damian basa-basi, mencoba mengukir senyum namun Mulan hanya mengangguk kecil, tanpa mengalihkan padangannya.
"Mau pakai mobilku? Mulai hari ini aku sudah tidak bekerja." Ucap Damian, seolah memancing Mulan agar menanyakan keadaanya yang begitu menyedihkan ini. Ia butuh tempat bersandar.
Mulan hanya menggeleng, ia nampak tidak peduli dengan apa yang Damian ucapan, meski tak dapat dipungkiri terbesit rasa khawatir pada Damian yang begitu kacau.
"Aku berangakat." Mulan segera beranjak, menenteng hand bagnya keluar dari apartemen, meninggalkan Damian.
Damian diam, tak tau harus berbuat apa, lelaki itu tak mau ambil hati, setiap kali Mulan berkata ketus dan berlaku dingin, Damian selalu berkata pada dirinya sendiri, Bahkan dulu Mulan lebih menderita. Dan kata-kata itu begitu ampuh untuk meredakan gejolak emsoi dan kecewa di dadanya.
Damian pun segera membersihkan dirinya, dan beristirahat untuk menghadapi hari esok.
Disisi lain Mulan yang masih berdiri di luar pintu apartemen, tiba-tiba saja tubuhnya melorot kebawah.
'Kenapa rasanya sesakit ini saat melihat Damian nampak kacau dan menyedihkan seperti tadi, bahkan tubuhnya kurus dan tak terurus.. Kenapa rasanya semenyakitkan ini hanya untuk memberinya pelajaran?' Mengapa ia justru merasa terluka atas perbuatannya sendiri, seolah menyakiti Damian adalah menyakit dirinya sendiri.
Malam kelam, cahaya temaram sinar rembulan seolah kombinasi yang pas bagi Damian untuk menenangkan diri.
Lelaki itu menyesap puntung rokoknya dalam-dalam, ia bukanlah perokok, hanya sesekali merokok disaat pikirannya sedang kacau, seperti sekarang ini.
Lelaki tampan itu nampak berulang kali menyugar rambut tebalnya dengan tangan kiri yang bebas dari rokok.
Dirinya terus memutar otak, memikirkan apa yang akan ia lakukan dengan bisnis penginapannya yang berada di Bali, Lombok, Jogja, dan Karimun, penginapannya terhitung ekslusive namun ia tak lagi mengurusnya, penginapan itu ia titip-titipkan kepada orang-orang yang ia percaya, dan ia hanya menerima 20% dari total pendapatan setiap bulannya. Total nominal yang ia terima setiap bulan pun tak kurang dari 50 juta, namun Damian tak ingin hanya diam dan duduk manis dirumah, ia bukanlah tipe orang yang seperti itu.
Disatu sisi ia ingin mengurus kembali bisnisnya, dan itu membuatnya harus berada jauh dari rumah, terutama dari Mulan, dan ia tak ingin itu terjadi, Ia sedang berada dalam fase dan misi peluluhan hati Mulan, tak akan mungkin ia meninggalkan Mulan.
Andai saja Mulan mau memberinya satu kesempatan, mungkin semuanya tidak akan sesulit ini, meski bagaimanapun ini semua adalah kehendak tuhan, setidaknya, Mulan dapat terus mendampingi Damian, dan memberikan support untuk Damian.
Tok tok tok'
Damian segera mematikan puntung rokoknya, dan ia pun segera menutup kembali pintu balkon, dan membukakan pintu kamarnya.
"Mulan?" Damian nampak terkejut, benarkah wanita yang berdiri di depannya ini Mulan?
"Makan malam udah siap." Ucap Mulan dingin, dan langsung meninggalkan Damian yang masih berdiri di depan pintu, seolah mematung tak percaya, Mulan akhirnya bicara dengannya.
Tanpa banyak bicara dan berpikir, Damian segera mengekori Mulan.
Meski terlihat judes, namun Mulan tetap nampak telaten menyidukan nasi dan berbagai macam lauk pauk untuk Damian yang kini telah duduk disampingnya.
"Makasih." Ucap Damian tulus, kala menerima sepiring nasi dan lauk dari Mulan.
Mulan nampak tak acuh, wanita itu memilih untuk menyantap makan malamnya dalam diam.
Damian memasukan satu sendok makanan buatan Mulan ke dalam mulutnya, hampir saja air mata Damian leleh, namun buru-buru ia mengusapnya, ia sangat bahagia, bahagia karena akhirnya Mulan menunjukkan sedikit perubahannya.
Hal itu tak luput dari pandangan Mulan, jujur saja hatinya semakin trenyuh.
“Enak banget.” Lirih Damian haru, ia benar-benar merasakan kenikmatan sekaligus kelegaan dalam makan malamnya kali ini.
Mulan sudah selesai menyantap makan malamnya, namun ia belum juga beranjak dari kursinya, sesekali wanita muda itu mencuri pandang pada suaminya yang tampak beberapa kali mengambil tambah nasi dan udang balado, lelaki itu nampak lahap dan serius menikmati makan malamnya yang begitu memanjakan lidah.
Tak berselang lama, Damian selesai, tangan Damian buru-buru mencegah tangan Mulan yang hendak membereskan piring-piring kotor di meja.
"Biar aku saja." cegah Damian, dengan gesit ia mengangkuti semua piring kotor itu dan membawanya ke wastafel, lalu mencucinya dengan telaten.
Mulan tersenyum getir, dalam batinnya berperang, benarkah Damian telah berubah? Dan sungguh-sungguh ingin memperbaiki semuanya? Atau Damian hanya berpura-pura baik? Dan saat nanti Mulan sudah benar-benar jatuh ke dalam pelukannya, Damian akan kembali menyakiti dan mencampakkan Mulan (?) tapi kenapa?
'Haruskah aku kehilangan milikku yang palih berharga dulu, baru Kakak akan menjalankan peran kakak sebagai seorang suami yang baik?'
"Hey.. Jangan melamun.", Mulan tersentak saat mendapat cipratan air keran dari Damian yang sedang membilas tangannya.
Mulan tak menggubris, ia langsung melenggang, meninggalkan Damian yang kini mengekor di belakangnya.
"Bisa bicara sebentar?" Mulan terjengkit kaget saat Damian tiba-tiba saja menarik tubuhnya hingga ia limbung dan jatuh dalam dekapan Damian.
Kaku! Hal itulah yang sekarang Mulan rasakan, tubuhnya menegang, mata belonya melotot, tenggorokannya mendadak kering, susah payah ia menelan salivanya.
"Relaks.." bisik Damian sambil mengusap punggung Mulan, bukannya relaks, Mulan justru melepaskan dirinya dengan kasar dari pelukan Damian.
"Apa-apaan sih!!" sungut Mulan kasar, wanita itu sedikit menjaga jaraknya dengan Damian, yang nampak syok.
"Bicaralah." ketus Mulan, sedangkan Damian tersenyum kecut, ingatannya melayang pada saat ia memelintir kasar tangan Mulan malam itu, dan kini Damian merasakan sakit hati Mulan kala itu.
"Bisa kita duduk? Ada banyak hal yang ingin aku bicarakan..", Mulan menghela nafas pendek, seolah tak tertarik dengan apa yang akan Damian sampaikan. "Ini penting." Imbuh Damian, terpaksa Mulan mengangguk.
Ia kembali menuruni tangga, dengan Damian yang berjalan dibelakangnya.
"Apa?" tany Mulan dengan nada tidak bersahabat.
Damian meraup nafasnya dalam, "Aku bangkrut." Mulan terkejut bukan main, namun ia nampak menutupinya.
"Oh." Damian tersenyum miris mendengar jawaban Mulan, sepertinya Mulan memang tidak ingin lagi peduli dengan dirinya. Harusnya ia sadar akan hal itu! Bodoh!
"Tidak apa-apa, tidurlah. Sudah malam." Titah Damian, sejurus kemudian lelaki itu beranjak, "Kembalilah ke kamar." Ucap Damian, namun lelaki itu lebih dulu meninggalkan Mulan, yang masih duduk diam di sofa.
Selepas kepergian Damian, Mulan merutuki kebodohannya, ia bersumpah demi tuhan, bukan maksudnya tak peduli pada Damian. Namun entahlah mulutnya seperti tak dapat diajak bekerja sama oleh hatinya.
'Ya Allah, ampuni hamba.. istri macam apa aku ini? Pasti Kak Damie sangat terpukul.. Harusnya aku membesarkan hatinya, memberinya dukungan.. Bukan malah bertingkah bodoh seperti tadi! Ya Allah.. Ampuni hamba.. Jangan kau laknat hamba ya Allah.."
Mulan menghapus air matanya yang menganak sungai di pipi, ia harus meminta maaf pada Damian.. Ia sadar, bukan saatnya lagi berkubang dalam luka, amarah, dan balas dendam.
Damian butuh dukungannya, Damian membutuhkannya untuk menjadi tempat berkeluh kesah bahkan mengadu selayaknya dulu ia membutuhkan Damian untuk datang dan memeluknya seraya berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Ya, ia harus melakukan itu untuk Damian.
Dengan langkah cepat Mulan membuka pintu kamar Damian, namun yang ia lihat hanya Damian yang nampak sudah berlayar ke alam mimpi. Ia putuskan akan meminta maaf esok hari. Harus!