Arta kembali ke apartement nya, mengganti handuk yang ia pakai dengan celana pendek, Areta menatap nya dari belakang dengan kedua tangan yang saling bertautan di depan d**a.
“Jadi dia, calon istri kamu?” Tanya Areta dengan nada yang dingin, Arta tidak bersuara. Ia hanya mengangguk.
“Cantik” Kata Areta lagi, Arta memutar badannya, memeluk Areta kuat – kuat, merasakan hangat nya tubuh gadis yang sudah delapan tahun menjadi tempat pulang nya. Areta balas memeluk Arta. Sebentar lagi kekasih nya itu akan menjadi suami orang, dan sudah di pastikan, Arta dan tubuhnya, bukan menjadi milik Areta lagi.
“You thoo, bahkan more than her” Jawab Arta. Sebenarnya Arta sedikit berbohong, berbicara mengenai rupa, Thalia lah pemenang nya, walaupun hidung nya tak semancung hidung milik Areta, tapi Thalia memiliki bentuk wajah yang bagus, bentuk tulang di wajahnya bagus, sehingga jika dilihat Thalia mau kurus atau pun gemuk, ia tetap akan nampak cantik. Badannya juga bagus, tidak setinggi Areta tapi, pas untuk ukuran orang asia.
“Masa?” Tanya Areta. Arta mengangguk, sembari mengelus rambut Areta yang masih sedikit basah
“Aku janji sayang, setelah enam bulan, aku bakalan cerai dengan Thalia, aku janji, aku bakalan balik ke kamu lagi, Ucap Arta yang hanya di balas anggukan oleh Areta. Entah apa yang membuat Areta berbesar hati menunggu Arta, padahal ia tau jelas, bahwa Arta sebentar lagi akan menjadi milik orang, dan itu salah, jika Areta harus menunggu Arta bercerai dengan istri nya nanti. Ia tahu ia jahat, tapi, semuanya akan menjadi baik ketika seseorang merasakan cinta.
*****
Satu bulan berlalu , kini Arta dan Thalia sibuk mempersiapkan hari bahagia mereka, berkali – kali mereka bolak – balik butik, Cuma buat ngeliat ulang baju pengantin mereka , atau Cuma buat ngukur ulang. Soalnya makin hari , Berat badan Arta semakin bertambah, atau kalau semisal Thalia nemu model baju yang menurutnya lebih bagus lagi.
“Ini segini udah pas gak sih thal?” Tanya Arta pada Thalia sesaat setelah ia keluar dari ruang ganti . Thalia berbalik menatap Arta, menatap tubuh calon suami nya yang di balut oleh jas berwarna hitam di padukan dengan dasi berwarna navy, dengan sedikit corak di tengah nya.
“Kamu nyaman gak make nya?” Thalia malah balik bertanya, di mata nya sih sudah pas. Tapi sekalipun pas, kenyamanan adalah yang nomor satu. Bukan apa nya, jas tersebut akan di pakai oleh Arta kurang lebih enam jam lama nya, bisa kurang bisa lebih, tergantung acara nya cepat selesai atau tidak.
“Nyaman sih, Cuma agak sesek dikit. Gak apa – apa lah, bisa diet dikit” Jawab Arta, Thalia menggeleng
“Mba, Jas nya Arta coba di longgarin dikit ya, dikit aja, tapi jangan longgar banget. kasih space buat dia napas aja” Ucap Thalia kepada sang designer sembari menunjuk jas yang di kenakan oleh calon suami nya itu. Arta tersenyum tipis, menatap Thalia karena betapa perfeksionis nya gadis itu.
*****
“Ta, anter ke kantor aja ya, habis ini ada meeting” Ucap Thalia, sekarang dia dan juga Arta sedang duduk manis di atas mobil, baru saja selesai fitting baju pengantinnya. Arta mengangguk tanpa membalas ucapan Thalia. Ada sesuatu yang menjadi pertanyaan besar di kepala Arta tentang Thalia, tapi dia cukup gengsi menanyakannya kepada sang calon istri.
“Kenapa liat – liat?” Tanya Thalia. Arta malu sendiri karena kedapatan menatap Thalia selama beberapa detik. Arta segera memalingkan wajah nya menatap lurus jalanan yang ada di depan mata tanpa menjawab pertanyaan Thalia.
*****
ARTA’S POV
Hari ini jadwal ku sedang banyak – banyak nya. Mengurus laporan keuangan di kantor, meeting dengan WO dan tentu saja bersama Thalia pluss Fitting baju pengantin lagi bersama Thalia. Baju pengantin yang kemarin cukup bagus, tapi seperti nya harus di ukur ulang karena beberapa hari terakhir aku makan lahap sekali tiap kali jalan bersama Thalia.
“Kenapa lihat – lihat?” Tanya Thalia. aku malu sendiri karena kedapatan menatap nya selama beberapa detik, Thalia tersenyum aneh setelah nya, dia tersenyum tipis dan cenderung hendak ketawa, dia menahannya. aku tahu pasti.
“GR – orang aku ngeliatin motor yang udah deket banget, udah hampir nyerempet mobil” Jawab ku, yang terkesan asal, untung saja saat ini, di belakang Thalia sedang ada motor yang dekat dengan mobil ku, Thalia menatapku sembari tertawa renyah
“Apasih” ucap nya dengan tawa di ujung kalimat, aku juga turut tersenyum, Thalia si gadis yang di cap sebagai Senyumable oleh mama ku sukses membuatku selalu ikut tersenyum ketika ia tersenyum
Aku mengantar Thalia menuju kantor nya, katanya sore ini ia masih ada kerjaan. Padahal sebenarnya aku ingin mengajak Thalia untuk makan malam denganku, tapi nanti saja lah. Malu juga kalau sampai di tolak karena dia masih ada meeting.
Setelah mengantarkan Thalia , aku bingung mau kemana. Kalau saja aku bersama Areta, maka semua nya akan lebih mudah, ia akan tahu kami akan kemana , ia tahu persis isi seluk beluk kota Jakarta. Tahu tempat – tempat yang sesuai dengan mood nya. Ahh aku rindu Areta. Di kantor aku bertemu dengannya, aku menyapa nya seperti biasa, namun ia nampak sibuk dengan setumpuk dokumen di tangan kanannya dan juga segelas kopi di tangan kiri nya. Sehingga ia hanya membalas sapaanku dengan Bentar ya sayang aku ada rapat dulu . begitu jawab nya. Aku hanya mengangguk kemudian kembali ke ruanganku, mendata semua daftar tamu yang harus ku undang di hari pernikahanku bersama Thalia, dan tentu saja, tanpa sepengetahuan Areta.
Aku memutuskan untuk kembali ke rumah orang tua ku, daripada pulang ke apartement. Sudah hampir sebulan lama nya aku sudah tidak pernah lagi pulang ke apartement ku bersama Areta. Alasannya ya tentu saja karena menghindari permasalahan dengan mama dan juga Thalia.
Hubunganku dengan Areta? Tidak, kami tidak putus. Aku masih menemuinya diam – diam di luar jam kerja dengan alasan, aku ada lembur. Berbohong, tentu saja. Areta sendiri tidak masalah, toh katanya kami berdua sama – sama mencintai satu sama lain. Jika kelak mama ku tau, yasudah berarti sudah takdirnya. Areta – ku memang benar – benar sesuatu.
Aku turun dari mobil, membuka pintu rumah , kemudian ku dapati kakak ku sedang berdiskusi dengan salah satu perwakilan pihak catering makanan yang di pilih untuk menyajikan makanan di hari pernikahanku nanti bersama Thalia. Kakak ku, Natasya langsung bangkit. Menarik tanganku untuk segera duduk bersama perwakilan dari pihak catering.
“Lo mau makanan yang mana?” Tanya Natasya sembari menunjukan buku menu yang berada di depanku
“Apa aja, terserah” Jawabku santai, aku menyandarkan tubuhku ke sandaran sofa, kemudian memejamkan mataku pelan. Sedetik kemudian aku merasakan sebuah cubitan kecil di pahaku yang sakit nya tak main – main. Aku langsung membuka mata kemudian duduk tegap sembari mengelus pahaku yang Natasya cubit.
“KAK!” Ucapku sembari mengelus paha
“PILIH BURUAN ATAU GUE CUBIT PAHA LO PAKE GUNTING RUMPUT”