TIDAK“Aku gak butuh Thalia… kamu ada niat apa sampai segini nya sama aku? Kamu gak sadar kah kalau kita ini korban keegosian orang tua? Aku tau kamu punya mimpi tentang kehidupan pernikahan yang bahagia, tapi kamu salah objek Thalia. Bukan aku orang nya. I love the others people. And it’s not you. Jadi… daripada kamu nyakitin diri kamu sendiri, please… berhenti ya? Berhenti maksain semuanya. maksain diri kamu, maksain aku, maksa ngelakuin hal – hal yang gak pernah kamu lakuin semuanya sejak dulu, masak , sampai setrikain aku baju. Gak usah. I can do it by my self” Jelas Arta, dan kini ia sudah berlinang air mata , Areta hanya menelan ludah sendiri, tidak tahu harus berbuat apa.
“Jadi mau kamu apa ta?” Tanya Thalia, kini ia terisak dengan tangisnya sendiri
“Udah aku sebutin di atas, kamu gak usah berlebihan. Kamu jangan kemakan sama ekspektasi kamu sendiri sekarang, jangan aku” Jawab Arta, setelah itu Thalia pergi meninggalkan Arta dan Areta yang mematung menatap nya. Tentu saja mereka jadi bahan tontonan. Tapi biarlah, tidak apa – apa juga, lagian biar orang tau gimana ngeselinnya di jodohkan itu.
*****
Thalia tidak langsung pulang ke rumahnya bersama Arta. Melainkan ia pulang ke rumah mertuanya , rasanya sekarang hal terbaik yang bisa ia lakukan adalah mengadu kepada orang tua Arta. Karena menurut Thalia, Arta hanya bisa mendengar ucapan kedua orang tua nya.
Sesampainya di rumah sang mertua, Thalia langsung menghambur, menangis ke pelukan ibu mertuanya. Nieke menatap heran sang menantu, ada banyak pertanyaan di kepalanya yang harus ia tanyakan kepada Thalia.
“Thalia… kamu kenapa? Kok dateng – dateng malah nangis sendiri? Arta dimana?” Tanya Nieke, namun Thalia masih menangis.
Nieke hanya menghela napas, kemudian menunggu gadis itu selesai dengan kekacauan di dalam dirinya hingga bisa bercerita kepada Nieke.
Ma… Arta , Arta masih belum mau nerima Thalia sebagai istrinya. Mama tau… tadi pagi Thalia bangun buat nyiapin baju Arta dan nyiapin sarapan Arta sekaligus, tapi keduanya gak ada yang mau di sentuh sama Arta, Arta ke kantor pakai baju lain, dan gak mau makan sarapan yang Thalia buatin, terus Thalia agak maksa ma… Thalia bawain bekal juga buat Arta dan untung nya dia mau. Terus siang ini sejam yang lalu Thalia ke kantornya Arta… Thalia bawain makan siang buat dia. Tapi pas sampai disana Thalia malah ngeliat Arta lagi ketawa – ketawa sama Areta ma…” Ucap Thalia sambil menangis sejadi – jadinya di hadapan orang tua Arta.
“Arta kerja? Bukannya kalian ada jatah libur seminggu?!” Suara Nieke meninggi
Thalia mengangguk dan tentu saja masih menangis
“Arta… tuh anak bener – bener ya, nanti mama yang bicara sama dia. Udah kamu gak usah nangis” Ucap Nieke, setelah itu ia mengambil ponsel nya, menelfon Arta untuk menyuruhnya datang.
“Halo, kenapa ma?” Ucap Arta dari seberang sana
“Kamu dimana?” Tanya Nieke
“Dikantor” Jawab Arta dengan santainya seakan tidak ada masalah yang terjadi
“Kok Thalia nangis disini? Kamu apain? Kamu kesini bawa pulang istri kamu” Ucap Nieke dengan nada bicara yang sedikit meninggi
“Lah ngapain? Suruh pulang sendiri aja , kan datang nya sendiri” Ucap Arta dengan nada yang begitu kesal
“ARTA!”
“OKE MA IYA
Detik itu juga Arta langsung pulang, emosi nya dan rasa benci nya kepada Thalia justru semakin bertambah karena hal konyol yang baru saja dilakukan oleh istrinya itu. menurut Arta hal se simpel itu tidak perlu ada turut campur mama nya, lagipula mereka menikah bukan karena keinginan mereka, jadi hal yang wajar jika saat ini Arta belum bisa menerima Thalia sepenuhnya.
Sesampainya di rumah sang orang tua, Arta langsung masuk tanpa mengucapkan apa – apa, berdiri di samping mama nya kemudian menatap tajam mata Thalia.
“Ngapain matanya ngeliat gitu? Ada yang salah dari Thalia?” Nieke mulai bersuara ketika ia menyadari bahwa Arta menatap Thalia dengan tatapan yang tidak suka
“Iya ada, mama kenapa manggil Arta sih? Mama tau kan kalau ini jam kerja? Bukannya mama sendiri yang suka bilang kalau mama juga gak suka di ganggu pas jam kerja? Kok sekarang mama malah minta Arta datang Cuma gara – gara hal sepele doang? Mah… Arta capek, Arta capek kayak gini. Ini baru dua hari mah! Gak kebayang kalau seumur hidup Arta bakal sama Thalia. Mau jadi apa Arta nanti?” Ucap Arta dengan nada yang begitu frustasi, sementara Thalia hanya menatap nanar suami nya. Sebegitu menjijikan kah aku?. Tanya Thalia dalam hati.
“ARTA! Mama gak suka kamu kayak gitu! Mama gak pernah ngajarin kamu ngomong sekasar itu! kamu kalau misalnya gak suka sama Thalia gak perlu sampai kasar sebegitunya. Dia istri kamu! Mau gak mau kamu harus belajar mencintai dia. Kamu bakal selamanya sama dia, sampai tua, sampai mati. Mama yakin kamu begini Cuma sebentar, tapi lama kelamaan kamu bakal cinta juga sama dia” Ucap Nieke , Kini Thalia berdiri, tepat di samping mama mertua nya
“Maa… udah, lagian salah Thalia juga kok, Thalia terlalu berlebihan sama Arta. Arta nya pasti gak nyaman ma” Ucap Thalia. Nieke mengelus punggung menantunya tersebut
“Dimana kamu mau nyari istri sesabar Thalia?!” Ucap Nieke dengan nada yang sedikit membentak, Arta menghela napas kasar kemudian duduk. Ia berusaha menenangkan dirinya agar tidak terlalu termakan emosi. Akhir – akhir ini Thalia memang nampak sangat menyebalkan di mata nya.
*****
“Lo sama Arta masih bareng?” Tanya Denada, teman lama Areta. Kebetulan mereka bertemu saat Areta sedang berbelanja kebutuhan di dapurnya setelah pulang kerja.
Jujur, Areta jadi bingung sendiri mau jawab apa perihal Arta. Mau jawab engga tapi masih iya, mau jawab iya tapi Arta udah punya istri. Ribet banget. Areta jawab nya jadi senyum doang, kalau udah kayak gitu biasanya Areta udah misuh – misuh gak keliatan apa dari mukanya kalau dia segalau itu di tinggal nikah sama Arta?
“Ta? Are you okay?” Tanya Denada, lagi.
“Iya okay kok, btw gue ke kasir duluan ya nad” Ucap Areta, padahal belanjaannya belum lengkap tapi udah kepalang tanggung males bgt di tanya – tanyain lagi. Jadi yaudah, dia milih buat selesaiin belanjaannya.
Kayaknya hari itu adalah hari ter – apes buat Areta, ngehindarin Denada, bikin dia jadi ketemu sama Thalia di kasir, Thalia malah persis ngantri di belakang Areta. Mereka berdua tentu saja diem – dieman, pas udah selesia bayar tiba – tiba Arta muncul dari belakang, berdiri persis di belakang istrinya, Thalia.
“Dulu gua pelakor di jaman majapahit apa gimana nih, nasibnya jelek amat” Ucap Areta dalam hati.