“Kusut amat tuh muka? Ada apa?” Tanya Arnold, sahabat sekaligus rekan kerja Arta yang usianya persis sama dengan Arta karena mereka lahir di hari dan tahun yang sama
Arta menunjukan kotak bekal yang diberikan oleh Thalia kepada Arnold
“Dari bini lo?” Tanya Arnold, lagi.
“Bagus dong”
“Bagus apaan, aneh banget dah. Gua malah jadi gak nyaman digituin. Kan kita berdua nikahnya di jodohkan ya, ya harusnya gak usah gitu dong. Gak selebay itu juga. Gak usah gimana – gimana, ya cuek aja gitu. Masa si Thalia segala nyetrikain baju gua, terus nyiapin gua sarapan plus bekal kayak gini, aneh banget” Arta mulai menumpahkan kekesalannya pada Arnold, ia tahu itu adalah hal konyol, tapi tetap saja, ia tidak nyaman. Seandainya yang di posisi Thalia adalah Areta, tentu saja dengan senang hati menerima semua yang wanita itu berikan, bahkan Arta sendiri pasti tak segan dengan apa yang nantinya ia minta.
“Nikmati aja, rejeki itu”
“NGGAK!”
*****
Thalia sudah sedari tadi menyibukan diri, dengan mempersiapkan beberapa kotak bekal yang di dalamnya terdapat banyak macam makanan, iyapp hari ini Thalia akan membawakan Arta makan siang ke kantornya. Thalia yakin , bahwa pelan – pelan ia memberi Arta perhatian, pria itu akan luluh juga.
Thalia menyetir sendiri ke kantor, sesampainya di kantor Arta, sebenarnya ia agak gugup juga. Rasanya terlalu lancang jika harus bersikap dan bertingkah seperti itu. namun Thalia cuek saja, ia turun dari mobil dengan penampilan yang sangat cantik, membawa tas bekal yang akan diberikan untuk Arta.
“Permisi mas, saya mau ketemu sama Arta” Ucap Thalia kepada satpam yang berjaga.
“Ohh mas Arta pacarnya deng Areta bukan?” Seketika mood Thalia hancur mendengar hal tersebut, dan dari kejauhan terlihat Areta yang berjalan bersama Arta, tertawa bersama dengan beberapa dokumen – dokumen di tangan mereka. Jujur, Thalia saja tidak tahu hubungan apa yang ada di antara keduanya sekarang.
Tanpa memabalas ucapan satpam tadi, Thalia langsung masuk menghampiri Arta dan juga Areta yang sedang mengantre untuk masuk ke dalam sebuah lift.
“Arta” Panggil Thalia ketika ia sudah berada tepat di hadapan Arta dan juga Areta, Areta sendiri nampak kaget melihat kehadiran Thalia yang secara tiba – tiba. Sementara Arta. . . Arta sendiri hanya menunjukan wajah yang biasa – biasa saja, ia tidak kaget. Bagi Arta justru bagus kalau saja Thalia lihat apa yang ia lihat sekarang, toh bagus. Supaya Thalia nya sadar dan gak berlebihan seperti sekarang ini.
“Kamu ngapain jalan berdua ketawa – ketawa sama Areta?” Tanya Thalia, langsung. Ia bahkan tak peduli dengan tatapan – tatapan aneh orang – orang disana. Sementara Arta, ia masih sama, ia bahkan masih menunjukan ekspresi acuh ya di hadapan semua orang.
“Ta! Jawab!” Kini suara Thalia semakin meninggi, sementara Arta tetap sama
“Apa? Harusnya aku yang nanya. Kamu yang ngapain kesini? Kamu kan gak kerja disini, ngapain dateng? Kalau aku ketawa – ketawa emang gak boleh? Jadi mau kamu apa? aku nangis? ” Kini Arta kini bersuara , Thalia diam , begitu juga dengan Areta. Hampir semua orang di sana memandang mereka dengan tatapan yang aneh.
“Iya aku emang gak kerja disini, tapi aku ISTRI kamu dan aku habis masak dan bawain bekal buat kamu! Apa iya aku salah?!. Kita udah nikah dan kamu masih sama aja, kamu gak berubah sama sekali. Harusnya… harusnya kita sekarang masih libur, tapi kamu sibuk banget, engga, kamu nyibukin diri sama pekerjaan kamu yang sebenarnya gak juga bikin kamu sibuk ” Ucap Thalia, bahkan sekarang mata nya sedang berkaca – kaca , ia hanya menahannya agar ia tidak mempermalukan dirinya sendiri di depan orang lain
“Aku gak butuh Thalia… kamu ada niat apa sampai segini nya sama aku? Kamu gak sadar kah kalau kita ini korban keegosian orang tua? Aku tau kamu punya mimpi tentang kehidupan pernikahan yang bahagia, tapi kamu salah objek Thalia. Bukan aku orang nya. I love the others people. And it’s not you. Jadi… daripada kamu nyakitin diri kamu sendiri, please… berhenti ya? Berhenti maksain semuanya. maksain diri kamu, maksain aku, maksa ngelakuin hal – hal yang gak pernah kamu lakuin semuanya sejak dulu, masak , sampai setrikain aku baju. Gak usah. I can do it by my self” Jelas Arta, dan kini ia sudah berlinang air mata , Areta hanya menelan ludah sendiri, tidak tahu harus berbuat apa.
“Jadi mau kamu apa ta?” Tanya Thalia, kini ia terisak dengan tangisnya sendiri
“Udah aku sebutin di atas, kamu gak usah berlebihan. Kamu jangan kemakan sama ekspektasi kamu sendiri sekarang, jangan aku” Jawab Arta, setelah itu Thalia pergi meninggalkan Arta dan Areta yang mematung menatap nya. Tentu saja mereka jadi bahan tontonan. Tapi biarlah, tidak apa – apa juga, lagian biar orang tau gimana ngeselinnya di jodohkan itu.
*****
Thalia tidak langsung pulang ke rumahnya bersama Arta. Melainkan ia pulang ke rumah mertuanya , rasanya sekarang hal terbaik yang bisa ia lakukan adalah mengadu kepada orang tua Arta. Karena menurut Thalia, Arta hanya bisa mendengar ucapan kedua orang tua nya.
Sesampainya di rumah sang mertua, Thalia langsung menghambur, menangis ke pelukan ibu mertuanya. Nieke menatap heran sang menantu, ada banyak pertanyaan di kepalanya yang harus ia tanyakan kepada Thalia.
“Thalia… kamu kenapa? Kok dateng – dateng malah nangis sendiri? Arta dimana?” Tanya Nieke, namun Thalia masih menangis.
Nieke hanya menghela napas, kemudian menunggu gadis itu selesai dengan kekacauan di dalam dirinya hingga bisa bercerita kepada Nieke.
Ma… Arta , Arta masih belum mau nerima Thalia sebagai istrinya. Mama tau… tadi pagi Thalia bangun buat nyiapin baju Arta dan nyiapin sarapan Arta sekaligus, tapi keduanya gak ada yang mau di sentuh sama Arta, Arta ke kantor pakai baju lain, dan gak mau makan sarapan yang Thalia buatin, terus Thalia agak maksa ma… Thalia bawain bekal juga buat Arta dan untung nya dia mau. Terus siang ini sejam yang lalu Thalia ke kantornya Arta… Thalia bawain makan siang buat dia. Tapi pas sampai disana Thalia malah ngeliat Arta lagi ketawa – ketawa sama Areta ma…” Ucap Thalia sambil menangis sejadi – jadinya di hadapan orang tua Arta.
“Arta kerja? Bukannya kalian ada jatah libur seminggu?!” Suara Nieke meninggi
Thalia mengangguk dan tentu saja masih menangis
“Arta… tuh anak bener – bener ya, nanti mama yang bicara sama dia. Udah kamu gak usah nangis” Ucap Nieke, setelah itu ia mengambil ponsel nya, menelfon Arta untuk menyuruhnya datang.
“Halo, kenapa ma?” Ucap Arta dari seberang sana
“Kamu dimana?” Tanya Nieke
“Dikantor” Jawab Arta dengan santainya seakan tidak ada masalah yang terjadi
“Kok Thalia nangis disini? Kamu apain? Kamu kesini bawa pulang istri kamu” Ucap Nieke dengan nada bicara yang sedikit meninggi
“Lah ngapain? Suruh pulang sendiri aja , kan datang nya sendiri” Ucap Arta dengan nada yang begitu kesal
“ARTA!”
“OKE MA IYA AKU JEMPUT NTAR” Jawab Arta dan Nieke sudah pasti yakin bahwa Arta sangat kesal kepadanya dan juga Thalia