“Kamu udah pulang” Ucap Thalia saat melihat Arta, masuk kedalam kamar. Thalia melirik jam, pukul sembilan malam.
Arta tak menjawab kemudian ia mengangguk
Sesampainya di rumah, Arta langsung mengambil baju nya di lemari kemudian keluar, ia mandi di kamar tamu, tepat di sebelah kamar nya dengan Thalia. Bagi Arta rasanya tidak nyaman jika harus mandi di kamar dimana ada Thalia di dalamnya. Setelah mandi Arta hendak keluar, mengambil ponsel nya yang tertinggal di tas kerjanya, namun saat membuka pintu, Thalia sudah berdiri , tepat di depan pintu tersebut.
“Mau sampai kapan kamu kayak gini?” Tanya Thalia.
“Gini? Gini apa?”
“Segitu jijik nya kah kamu sama aku sampai kamu mandi aja gak mau mandi di kamar yang ada aku nya, tidur pun kamu gak mau seranjang sama aku? Please… kita sekarang suami istri, kamu suami aku, dan aku istri kamu. Jangan bertingkah aneh” Ucap Thalia
“Sorry Thal, iya memang, kita sekarang suami istri, tapi rasanya aneh ketika bangun dan ngeliat yang di sampingku bukan Areta, rasanya aneh, karena aku menikah dengan perempuan yang tidak aku cintai” Jawab Arta, yang seketika membuat Thalia hancur lebur dengan semua ekspektasi nya yang selama ini ia bangun sendiri.
Malam itu, Arta bahkan memutuskan untuk tidur sendiri, di kamar tamu yang tepat berada di sebelah kamar penganttinnya bersama Thalia. Thalia sendiri tidak protes, ia paham betul dengan apa yang terjadi dengan Arta saat ini lagipula, biar bagaimanapun juga ia tidak bisa memaksakan kehendaknya, mungkin ia akan meleluhkan hati Arta pelan – pelan, Thalia yakin, bahwa seiring berjalannya waktu Arta akan membuka hati untuknya, entah cepat atau lambat. Thalia yakin bahwa semua itu sudah pasti, hanya saja entah kapan waktu nya.
Malam itu Thalia tidak sepenuhnya tidur, ia memikirkan bagaimana caranya meluluhkan hati Arta pelan – pelan. Ada banyak hal di kepala Thalia , ada banyak cara yang telah ia pikirkan untuk meluluhkan hati suami nya itu, namun di antara yang ia pikirkan, hanya ada satu hal yang membuat Thalia semangat, yaitu, berusaha seperhatian mungkin kepada Arta.
Pagi – pagi buta , Thalia sudah bangun , ia bangun lebih awal dari biasanya, Thalia menyiapkan pakaian kerja Arta, kemudian setelahnya ia menyiapkan sarapan untuk suaminya itu. rasanya aneh untuk Thalia, karena ia tidak pernah merepotkan diri hanya untuk orang lain. Setelah masak ia memberanikan diri untuk membangunkan Arta, tentu saja dengan cara yang paling lembut.
“Ta…” Ucap Thalia tepat di depan pintu kamar Arta
“Arta” Panggil Thalia lagi, kali ini suaranya lebih keras. Sehingga sukses membangunkan Arta. Pria itu membuka pintu dengan rambut yang acak – acakan. Thalia pastikan, tidur Arta tidak begitu nyaman.
“Mandi dulu, habis itu sarapan, semuanya udah di siapin kok” Ucap Thalia, Arta tak menjawab, Thalia pikir Arta sudah mengerti, maka dari itu ia berjalan duluan menuju ruang makan. Lama menunggu Arta, akhirnya pria itu muncul juga. Ada satu hal yang membuat Thalia sedikit kaget, yaitu setelan baju kerja yang di pakai oleh Arta, pria itu tidak memakai apa yang ia siapkan, padahal dengan susah payah Thalia sudah menyiapkan itu semua.
“Ta… kamu gak liat baju yang di kasur?” Tanya Thalia, Arta menghentikan langkah nya kemudian menatap Thalia.
“Lihat” Jawab Arta singkat
“Itu udah di setrika buat hari ini” Ucap Thalia lagi, ia berusaha bersabar menghadapi sikap Arta yang dingin, mungkin Arta belum terbiasa.
“Lain kali gak usah repot ya thal, aku bisa sendiri kok” Jawab Arta. Thalia hanya menghela napas berat, ia berusaha memaklumi semua yang Arta lakukan.
“Yaudah kalau gitu makan yaa , ini udah aku bikinin sandwich buat sarapan kamu” Kini Thalia berdiri , menghampiri Arta untuk mempersilahkan suaminya itu untuk duduk
“Sorry Thal, aku buru – buru” Ucap Arta tanpa menyentuh sedikitpun sandwich yang dibuat oleh Thalia, Thalia menghela napas, namun ia tak kehabisan akal. Buru – buru Thalia mengisi Sandwich itu di kotak bekal kemudian mengejar Arta.
“ARTA!”
“ARTA!!”
“ARTAA BERHENTI DULU” Ucap Thalia dengan suara yang sedikit lebih keras sehingga Arta menghentikan langkahnya, sebenarnya Arta sendiri kasihan kepada Thalia, hanya saja ia sadar bahwa ia tidak boleh bersikap baik dengan perempuan lain, sebab, jika saja semisal Arta bersikap baik kepada orang lain, dan orang lain tersebut menaruh hati pada Arta, lantas Areta mau ia kemanakan?
“Thal . udahlah, aku bisa sarapan di kantor” Ucap Arta sembari menggaruk tengkuk nya yang tak gatal
“Beda, yang ini jauh lebih bergizi” Jawab Thalia. Tak ingin berdebat lebih lama , Arta segera mengambil kotak bekal tersebu , kemudian naik ke mobilnya.
“Hati – hati Arta” ucap Thalia sembari melambaikan tangan saat mobil Arta sudah mulai bergerak keluar dari garasi. Tentu saja Arta tak menjawab. Pria itu justru malah menaikan kaca mobilnya, pertanda ia enggan untuk diganggu.
*****
“Kusut amat tuh muka? Ada apa?” Tanya Arnold, sahabat sekaligus rekan kerja Arta yang usianya persis sama dengan Arta karena mereka lahir di hari dan tahun yang sama
Arta menunjukan kotak bekal yang diberikan oleh Thalia kepada Arnold
“Dari bini lo?” Tanya Arnold, lagi.
“Bagus dong”
“Bagus apaan, aneh banget dah. Gua malah jadi gak nyaman digituin. Kan kita berdua nikahnya di jodohkan ya, ya harusnya gak usah gitu dong. Gak selebay itu juga. Gak usah gimana – gimana, ya cuek aja gitu. Masa si Thalia segala nyetrikain baju gua, terus nyiapin gua sarapan plus bekal kayak gini, aneh banget” Arta mulai menumpahkan kekesalannya pada Arnold, ia tahu itu adalah hal konyol, tapi tetap saja, ia tidak nyaman. Seandainya yang di posisi Thalia adalah Areta, tentu saja dengan senang hati menerima semua yang wanita itu berikan, bahkan Arta sendiri pasti tak segan dengan apa yang nantinya ia minta.
“Nikmati aja, rejeki itu”
“NGGAK!”
*****
Thalia sudah sedari tadi menyibukan diri, dengan mempersiapkan beberapa kotak bekal yang di dalamnya terdapat banyak macam makanan, iyapp hari ini Thalia akan membawakan Arta makan siang ke kantornya. Thalia yakin , bahwa pelan – pelan ia memberi Arta perhatian, pria itu akan luluh juga.
Thalia menyetir sendiri ke kantor, sesampainya di kantor Arta, sebenarnya ia agak gugup juga. Rasanya terlalu lancang jika harus bersikap dan bertingkah seperti itu. namun Thalia cuek saja, ia turun dari mobil dengan penampilan yang sangat cantik, membawa tas bekal yang akan diberikan untuk Arta.
“Permisi mas, saya mau ketemu sama Arta” Ucap Thalia kepada satpam yang berjaga.
“Ohh mas Arta pacarnya deng Areta bukan?” Seketika mood Thalia hancur mendengar hal tersebut, dan dari kejauhan terlihat Areta yang berjalan bersama Arta, tertawa bersama dengan beberapa dokumen – dokumen di tangan mereka. Jujur, Thalia saja tidak tahu hubungan apa yang ada di antara keduanya sekarang