HIS WEDDING DAY

1094 Kata
                “Gimana nanti kalau kamu jatuh cinta sama Thalia? Gimana kalau nanti kamu punya anak dari Thalia? Gimana nanti kalau Thalia hamil? Heyyy kamu laki – laki normal yang punya kebutuhan biologis. And I’m sure you will touch her like you touch me…”                 “Aku gak bakalan jatuh cinta sama Thalia! Aku gak bakalan ngehamilin dia apalagi sampai punya anak dari dia!, I know aku punya kebutuhan biologis yang harus di tuntaskan. But I won’t touch her like I touch you, never! Kamu sendiri Areta yang bilang sama aku… kalau orang betul – betul jatuh cinta, dia gak bakalan bisa jatuh cinta lagi dengan orang lain, dan aku kayak gitu! Gimana bisa aku jatuh cinta sama orang lain sementara hati ku kamu yang punya? Apa masuk akal? Engga kan? Please… I love you so much. And you know that… semua kekhawatiran kamu gak bakalan terjadi. I’m your and I still yours till the end. Delapan tahun bareng kamu dan sehari bareng Thalia gak bakalan ngehapus kenangan delapan tahun itu Areta… kita berdua udah ngelewatin suka duka nya bareng, dan kamu khawatir aku bakalan dengan mudah nya jatuh cinta dengan dia. Engga. Engga. Kamu jangan konyol” Kali ini tangis Areta sudah mereda , mendengar pernyataan dari Arta. Ia menghambur kedalam pelukan lelaki itu, menenggelamkan wajahnya di leher Arta menjadi obat terbaik dikala ia sedang sedih – sedihnya.                 “Jangan tinggalin aku Arta” Ucap Areta lirih, Arta tersenyum, dan mengangguk tipis sembari mengelus rambut Areta.                 “Never, aku gak bakalan ninggalin kamu, aku janji, tolong tunggu aku. It just 6 month. Oke?” Areta mengangguk dan semakin mengeratkan pelukannya kepada Arta. *****                 Hari pernikahan Arta dan Thalia tiba, sebentar lagi mereka akan mengucapkan janji suci satu sama lain. Saat ini Arta tengah berada di kamar pengantin pria, mempersiapkan segala sesuatunya bersama mama dan juga Natasya, kakak nya. Entah sudah berapa kali Arta menghela napas berat, membuat mamanya sedikit terganggu karena seharusnya di hari ini mereka semua berbahagia, termasuk Arta karena Arta lah yang menjadi raja sehari di hari ini.                 “Kenapa dek?” Tanya mama nya Arta menghela napas sekali lagi, kemudian menatap mama nya dalam – dalam.                 “Mama tau kan kalau aku sayang banget sama Areta?” Tanya Arta yang sukses membuat seisi ruangan menjadi hening seketika, mama nya Arta, Nieke. Langsung berdiri, kemudian menghampiri Arta menatap dalam – dalam mata putra nya.                 “Maksud kamu apa dek?” Tanya Nieke                 “I love Areta, so much ma, I think I cant love Thalia like I love Areta. Mereka orang yang berbeda dengan karakter yang berbeda sekalipun karakter mereka sama, aku emang sukanya sama Areta, bukan Thalia, maa… pernikahan semacam ini mau jadi apa ma nantinya?” Tanya Arta dengan suara yang sedikit frustasi. Nieke memijat keningnya yang seketika menjadi pusing.                 “Kamu bisa sayang sama Thalia, bisa cinta sama Thalia, mama sama papa juga di jodohkan kok dulu, sekarang apa? Mama sama papa bisa langgeng, ada kakak kamu, ada kamu, udah berapa puluh tahun? Seharusnya kamu bisa belajar dari mama sama papa dek” Jawab Nieke, sekali lagi Arta menghela napas berat.                 “beda ma…” Jelas Arta, Nieke membalikan badannya, membelakangi Arta                 “Jangan buat mama kecewa lagi” Ucap Nieke, Arta mematung di tempatnya menatap mama nya yang menghilang di balik pintu. *****                 “Waah anjirrr Artaaa, nikah jugaa lo yaaa” Kevin, kerabat kerja Arta datang di resepsi pernikahan, memberi selamat kepada kedua mempelai. Ia tak datang sendiri, ia datang ramai – ramai dengan teman – temannya yang lain, termasuk… Areta.                 “Makasih bro” Jawab Arta, sejak melihat Areta yang jalan menaiki panggung pelaminan, Arta sudah tak fokus lagi, melihat wanita yang selama delapan tahun terakhir ada di setiap hari – harinya, datang dengan tampilan yang bisa Arta bilang, jauh lebih cantik daripada Thalia yang bahkan sudah full riasan di wajahnya.                 Satu persatu teman – temannya memberi selamat, hingga tiba giliran Areta, Areta dengan senyum mereka memberi selamat kepada Thalia, mereka berdua sempat berpelukan. Areta memang dapat tersenyum namun, dibalik itu ada kedua bola mata yang tak bisa bohong, matanya bahkan berkaca – kaca. Apalagi ketika ia sampai di giliran menjabat tangan Arta, kedua mata mereka bertemu, menyiratkan kesedihan yang teramat dalam di antara keduanya.                 “Selamat ya, Arta” Ucap Areta, mata mereka bertemu, saling menatap satu sama lain, hingga membuat antrian panjang di belakang mereka.                 “Ta…” Ucap Arta lirih, ingin rasanya memeluk Areta saat itu juga.                 “Eh foto yuk, biar ada kenang – kenangannya” Thalia memecah keheningan di antara mereka berdua, Areta menarik napas panjang kemudian tersenyum ia mengambil posisi berada di samping Arta, dan beberapa teman – teman lain di sisi kirnya.                 “Oke siap?! Satuuu duaaa tigaaa” Cklek. Tepat di hitungan ketiga, Thalia mencium pipi Arta.                 Areta tidak menyadari hal itu, setelah berfoto. Fotografernya memanggil salah seorang dari mereka menyerahkan satu lembar copyan foto yang memang di peruntukan untuk tamu, sial nya, Areta yang datang, mengambil foto itu dari tangan sang fotografer. Air mata Areta seketika jatuh membasahi pipi, ketika melihat hasil foto tersebut, ia menyeka air matanya kemudian menatap tajam dan dalam – dalam, mata Arta.                 Mereka berdua kembali bertatapan, namun Thalia segera meraih tangan Arta, mengaitkan tangan mereka berdua. Merasa kesal, Areta langsun turun kebawah, menyusul teman – temannya yang sudah mengantre mengambil makanan, Areta memilih untuk duduk saja. Ia bahkan tidak ingin memakan apapun yang ada di ruangan ini.                 Melihat orang yang kamu sayang bersanding di pelaminan sungguh, membuat dunia merasa seperti menjadikanmu layaknya anak tiri.                 Acara resepsi telah selesai, tepat pada pukul sebelas malam. Arta yang seharusnya pulang bersama Thalia ke rumah baru mereka, malah mendadak hilang entah kemana menjadikan satu keluarga kebingungan mencari nya. Sebenarnya Arta tidak hilang. Ia hanya ingin menemui Areta, rasanya ia tidak siap jika harus satu ranjang dengan wanita lain.                 “Areta” Ucap Arta setelah beberapa kali mengetuk pintu apartement mereka . dan seketika Areta muncul dari dalam sana. Arta langsung menerjang tubuh mungil milik Areta, memeluknya erat, dan bahkan… Arta menangis.                 “Ka… kamu ngapain disini?” Tanya Areta gugup, ia tak menyangka bahwa Arta akan datang menemuinya malam ini.                 “Ta… aku gak bisa ternyata, aku gak bisa” Ucap Arta yang masih menangis Areta menghela napas berat                 “Apa kabar sama aku? Aku yang berharap bersanding dengan kamu di pelaminan malah harus datang di pernikahan kamu sebagai tamu, seharusnya aku yang ada di posisi Thalia, seharunya nama aku yang ada di undangan sebagai yang mengundang, bukan sebagai yang di undang. It’s too hurt for me, apalagi Thalia sudah berani cium dan pegang kamu. I mean… why?! Kalian ini di jodohkan apa emang sudah pacaran sih?!”  Kini Areta yang memuncak, meluapkan kekesalannya kepada Arta, sementara itu Arta diam saja, tidak bisa membantah satupun yang Areta katakan, semuanya benar, tidak ada yang salah. Areta memang betul. Arta tau rasanya.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN