Berlian panik melihat Mahesa mencengkeram pelipisnya, desisan kesakitan keluar dari mulut pria itu. “Mahe … kamu kenapa?” tanyanya cemas, mencoba menahan tangan Mahesa yang mulai gemetar.
Di tengah suara hujan yang menghantam atap mobil dan petir yang menyambar tanpa ampun, Mahesa menggigit bibirnya, menahan nyeri yang terus menusuk kepalanya.
“Aku … suara ini … petir… suara hujan … aku… aku pernah dengar ini,” desis Mahesa dengan suara lemas.
Berlian langsung menyalakan pemanas mobil dan menutupi tubuh Mahesa yang mulai menggigil dengan jaket. “Tenang … kamu ingat apa? Katakan pelan-pelan.”
Mahesa menggeleng, napasnya memburu. “Gak tahu … tapi kepala ini rasanya mau pecah …”
Berlian menggenggam tangan Mahesa lebih erat, wajahnya pucat dan panik. “Kita harus ke dokter. Sekarang!”
Na
