Pagi itu, udara masih basah oleh embun saat Mahesa memutar kunci mobil. Berlian duduk di kursi penumpang, matanya mencuri pandang ke arah lengan Mahesa yang kini terbungkus perban. Sesekali, pria itu meringis pelan saat menggerakkan tangan kirinya untuk mengendalikan setir. “Kamu yakin kuat nyetir?”tanya Berlian, nada suaranya penuh kekhawatiran. Mahesa meliriknya singkat, lalu tersenyum tipis. “Sedikit nyeri nggak akan bikin aku nyasar. Tenang saja.” Namun justru jawaban itu yang membuat hati Berlian terasa perih. Luka itu, rasa sakit itu… semua karena dia. Kalau saja ia lebih waspada, kalau saja ia tidak membuat Mahesa ikut terseret dalam masalahnya… Ia mengepalkan tangan di pangkuannya, berusaha menahan rasa bersalah yang semakin menusuk. “Belok kanan di pertigaan depan,” lontarnya