Berlian duduk di ruang tunggu rumah sakit, wajahnya penuh dengan kecemasan. Ibunya duduk di sebelahnya, memegang tangannya dengan erat. “Ayahmu akan baik-baik saja, Nak,” ucapnya mencoba menenangkannya.
Namun, Berlian tidak bisa menghilangkan rasa cemas yang memenuhi hatinya. “Apa yang terjadi pada ayah, Bu? Tadi dia baik-baik saja,” tanya Berlian dengan suara bergetar.
Hayu—ibunya Berlian menghela napas berat. Dia juga tidak mengira mendadak suaminya akan mengalami serangan jantung seperti ini setelah membaca notifiasi di ponsel. Setengah jam yang lalu Hadyan pulang di jam istirahat untuk makan siang. Pria itu sebelumnya mengikuti invest di sebuah aplikasi yang bilangnya terpercaya dan bukan penipuan.
Hadyan menginvestasikan 1 Milyar uangnya dengan harapan mendapatkan passif income yang besar yang bisa digunakan untuk tabungan hari tua dan keperluan lainnya. Awalnya suaminya itu mendapatkan keuntungan seperti yang dijanjikan dalam aplikasi. Tapi beberapa saat yang lalu mendadak semua saldo tidak bisa ditarik. Bahkan aplikasi mendadak tutup dan semua nomor pengurusnya tidak bisa dihubungi. Anggota yang lain kemudian menyampaikan bila mereka terkena penipuan.
Sontak, Hadyan syok seketika mendapat kabar itu dan tiba-tiba saja tubuh kokohnya luruh di lantai tepat di saat Berlian pulang dari kantor.
“Ini ... ” Hayu menyerahkan ponsel Hadyan yang dibawanya. “Cek aplikasi wphone di sana. Ayahmu kena tipu banyak. Mungkin kamu bisa membantu melacak penipunya.”
“Penipuan online?” Berlian tersentak kaget mendengar itu.
Hadyan sebelumnya tidak pernah cerita padanya bila ikut investasi di sebuah aplikasi. Padahal sebelumnya dia sudah mengingatkan ayahnya akhir-akhir ini marak sekali penipuan online dan jangan gampang tergiur oleh iming-iming instan.
Berlian—seorang programmer di perusahaan Astech, salah satu perusahaan jaringan komputer terkemuka di daerah Makassar. Dia sendiri tidak tahu menahu dan memantau aktivitas Hadyan. Bila sebelumnya ayahnya ini cerita tentang investasi di sebuah aplikasi tentu dia akan menyelidikinya terlebih dahulu dan memberitahu apakah aplikasi itu aman atau tidak.
Berlian membuka ponsel Hadyan dan masuk ke aplikasi yang dimaksud. Berlian tersentak kaget setelah melihat nominal besar hilang. Dia merasa seperti sedang bermimpi buruk. Namun, pikirannya masih kalut dengan kondisi Hadyan yang sedang dirawat di ICU.
'Bagaimana bisa ini terjadi?' batinnya, tapi dia tidak bisa fokus pada masalah keuangan saat ini. Kondisi Hadyan masih menjadi prioritas utamanya.
Berlian mencoba untuk menenangkan dirinya dan berpikir jernih. 'Aku harus memeriksa ini lebih lanjut.' Namun, dia tidak bisa menghilangkan rasa cemas yang masih memenuhi hatinya.
Berlian memutuskan untuk memeriksa transaksi keuangan setelah kondisi Hadyan membaik. Saat ini, dia hanya bisa berharap Hadyan segera pulih. Berlian memprioritaskan kesehatan Hadyan daripada masalah keuangan yang sedang terjadi.
Tiba-tiba, dokter keluar dari ruang ICU dan mendekati mereka. “Bagaimana keadaan ayah saya, Dok?” Berlian bertanya dengan cemas.
Dokter memandang mereka dengan serius, “Pasien mengalami serangan jantung yang cukup berat. Kami sedang melakukan perawatan intensif untuk menstabilkan kondisinya.”
Berlian merasa seperti dihantam badai, rasa cemasnya semakin meningkat. “Tolong, Dok, selamatkan ayah saya,” mohon Berlian dengan suara bergetar dan mata berkabut. Dia tidak mau sesuatu yang buruk menimpa ayahnya.
Dokter memandang Berlian dan ibunya dengan serius, “Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Hadyan. Namun, kami perlu waktu untuk mengetahui kondisi sebenarnya.” Berlian dan ibunya mengangguk, berharap yang terbaik untuk Hadyan.
Dokter kemudian kembali ke ruangan ICU untuk melanjutkan perawatan Hadyan. Berlian dan ibunya menunggu dengan cemas, berharap Hadyan segera pulih.
Satu jam kemudian, dokter keluar dari ruang ICU dengan wajah yang sedih. “Saya sangat menyesal, kondisi pasien sangat kritis. Serangan jantung yang dialaminya sangat berat dan kami tidak bisa menyelamatkannya.”
Berlian dan ibunya terkejut juga tidak percaya, mereka merasa seperti dihantam badai. “Tidak, ini tidak mungkin.”Berlian menangis, memohon agar Hadyan bisa diselamatkan.
Namun, dokter hanya bisa menggelengkan kepala, “Kami sudah melakukan yang terbaik, tapi kondisinya terlalu berat.”
Hadyan meninggal karena serangan jantung yang masif dan tidak bisa diatasi oleh perawatan medis. Kondisinya yang sudah lemah sebelumnya membuat tubuhnya tidak bisa melawan serangan jantung yang berat. Berlian dan ibunya menangis, mereka tidak bisa menerima kehilangan Hadyan yang masih begitu muda. Keadaan menjadi sangat tragis dan menyedihkan.
Di tengah kesedihan yang mendera, tiba-tiba pintu ruang tunggu terbuka dan Duta—suami Berlian, masuk dengan wajah yang dingin. Duta tidak menunjukkan tanda-tanda simpati atau empati, malah mengeluarkan selembar kertas dari saku jasnya.
“Aku ada sesuatu untuk kamu,” ucap Duta dengan nada datar.
Duta menyodorkan kertas itu kepada Berlian. Berlian terkejut melihat isi surat tersebut. “Surat cerai?” pekiknya bingung.
“Ya, aku nggak ingin terikat denganmu lagi,” jawab Duta tenang namun mampu menampar keras hati Berlian. “Aku nggak ingin menanggung risiko harus membayar hutang-hutang ayahmu setelah ini,” imbuhnya dengan nada acuh.
Berlian bertanya-tanya bagaimana Duta bisa begitu acuh dengan keadaan saat ini . “Apa kamu tidak peduli dengan kondisi ayah? Kami sedang berduka,” tanyanya dengan nada sedih.
“Aku nggak mau saja hidup menderita. Dari mana aku bisa menutupi lagi hutang ayahmu? Aku sudah lelah dengan semua hutang-hutangnya. Lunasi sendiri hutang keluargamu,” jawab Duta dengan dingin sebelum berbalik dan meninggalkan ruang tunggu, meninggalkan luka dan menorehkan sedih.
Hadyan sendiri selama ini ada hutang di beberapa tempat dan sering pula Duta ikut melunasi hutang tersebut. Dia benar-benar tidak tahan lagi menjadi sapi perah keluarga ini untuk membayar hutang-hutang mereka yang tidak tahu kapan akan lunasnya.
Muak!
Berlian hanya bisa menatap kepergian Duta dengan perasaan campur aduk yang tidak bisa didefinisikan. Air mata tanpa bisa dibendung, menetes dengan deras dari kedua matanya, membasahi pipinya yang merah padam. Di saat ayahnya meninggal bukan support yang didapatkan dari suami, tapi sebuah surat cerai.
Hatinya porak-poranda sekarang. Dia bisa menilai dan baru tahu seperti apa sikap asli Duta di balik topeng alimnya.
**
Berlian berdiri di lokasi pemakaman Hadyan, suasana duka mencekam di sekelilingnya. Langit yang kelabu dan angin yang dingin menambah kesedihan yang sudah memenuhi hatinya. Berlian menatap peti jenazah Hadyan dengan mata yang berkaca-kaca, air matanya mengalir tanpa henti. Dia merasa seperti kehilangan sebagian besar dirinya sendiri.
Suara tangisan keluarga dan teman-teman Hadyan memenuhi udara, menciptakan suasana yang sangat menyedihkan. Berlian merasa seperti tidak bisa bernapas, rasa sakit yang luar biasa memenuhi dadanya. Dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Hadyan sudah tidak ada lagi.
Berlian ingin berteriak, ingin mengeluarkan semua rasa sakit dan kesedihan yang ada di dalam hatinya. Namun, dia hanya bisa diam, menatap peti jenazah Hadyan dengan mata yang kosong. Suasana duka yang mencekam membuat Berlian merasa seperti terjebak dalam mimpi buruk.
Di tengah suasana duka, matanya menyapu para tamu yang datang ke pemakaman. Ada satu di antara sekian banyak tamu yang menarik perhatiannya, seorang pria mengenakan seragam polisi. “Siapa pria itu?”