Mendengar bunyi kaca dilempari batu, Kamala langsung tersenyum senang kemudian bergegas ke sana. Pelan ia buka jendela, tanpa menimbulkan suara. Saat cukup cela untuk melongokkan kepala, ia langsung melambai-lambai semangat. “Kakak ...” panggilnya, lirih dan tertahan.
Di balik pagar, Daniel balas melambai. Mereka saling memberi senyum, bertukar sapaan kayak anak remaja yang diam-diam ketemuan sama pacarnya. Untuk sekarang, cuma cara ini yang efektif. Sebab mereka mulai menjalani masa pingintan. Tidak boleh bertemu satu sama lain, tapi ngotot ingin lihat-lihatan karena rindu menggebu. telepon atau video call saja tidak cukup.
Daniel memberi Kamala kode dengan menunjuk-nunjuk ponselnya. Kamala yang mengerti, tentu saja bergegas mengambil benda tipis itu. Ia kembali dengan cepat, kali ini membawa serta kursi supaya tidak lelah berdiri.
Selama beberapa saat menunggu, panggilan dari Daniel akhirnya datang juga. Kamala mengangkat di dering pertama, menempelkan ponsel ke telinga dengan tatapan tertuju pada Daniel. “Udah lama di sana?” tanya Kamala tanpa sapa. “Banyak nyamuk nggak, Kak?”
“Enggak juga, Sayang. Tapi aku emang udah persiapan dari awal, pakai lotion anti nyamuk biar enggak digigit.” Kekehan Daniel terdengar, itu Kamala simpulkan sebagai rasa geli karena sampai segininya. “Foto yang kemarin cantik banget, gilaa! Aku sampai kebawa mimpi, kita udah akad terus sekamar bareng.”
“Ih, najong!”
“Serius, Yang. Kamu iseng banget, udah tau kita enggak boleh ketemuan, malah kirim yang pake kebaya. Ya aku enggak tahan. Ke sini nyamperin karena mau liat mukamu. Tapi emang ya, aura perempuan menjelang nikah itu sejuk banget. Jantungku aja sampai debar-debar keras. Nih, nih!”
Kamala tergelak. Ia sampai menutup mulut agar tidak kelepasan dan memancing keributan. Lagian Daniel ada-ada saja, ponsel dikekepin di dadaa. Kamala tau itu buat pembuktian, tapi jangan segitunya dong. Kan Kamala merasa malu juga.
“Kakak sama potongan rambut barunya juga ganteng. Mala terpesona, lhooo ...” balasnya tidak mau kalah. “Ih, pengen peluk! Enggak enak banget kayak gini. Kita lagi tatap-tatapan, tapi nggak bisa sentuh-sentuhan.”
“Yang, jangan mancing, ya. Diibaratkan sekarang, pembatasnya setipis dan serapuh tisu. Kalau kamu pancing lagi, kelar sudah aku. Jangan sampai ada kejadian, kita malam pertama duluan dibanding nikahan. Mati aku!”
“Perasaan Kakak makin mesumm, deh! Mala ngomong nggak maksud buat mancing, tapi pikiran Kakak aja yang ke mana-mana.” Bola matanya sampai memutar malas, agak dongkol dengan omongan Daniel. “Udah deh. Makin malam makin nggak bener. Salah-salah, Mala sendiri yang khilaf.”
Daniel ngakak. “Khilaf dua-duanya enak, Yang. Biar nggak ada unsur pemaksaan. Paling kalau kita diciduk, disidang duluan dan nikahnya dipercepat. Menguntungkan banget nggak, tuh?”
“Jangan aneh-aneh, ya! Kakak nyebelin!” Panggilan langsung Kamala putuskan sepihak. Sebelum menutup jendela, ia peragakan pada Daniel cara menggorokk leher dengan tangan, kemudian mengacungkan jari tengah. Meskipun begitu, Kamala tetap perhatian pada Daniel, dengan mengirimkan pesan berupa, “Pulangnya hati-hati di jalan! Langsung cuci tangan, muka dan kaki, gosok gigi, lalu tidur! Mala enggak terima telepon lagi, titik!”
Respon Daniel setelah membaca, langsung mendongakkan kepala, kemudian memberi kedipan mata dan ciuman jauh buat Kamala. Lambaian tangan menjadi perpisahan terakhir mereka, Daniel pelan menjauhi pagar rumah, kemudian berlari kecil menuju mobilnya.
Sedang Kamala, meski ia menutup jendela beserta tirainya, diam-diam ia mengintip juga. Memastikan kepergian, sebelum kemudian berlari, melompat naik ke atas ranjang. Perasaan hangat memenuhi dadaa, Kamala mendekap ponselnya erat, lalu senyum-senyum sendiri.
Setidaknya rindu sedikit terobati. Lagipula tidak akan lama lagi mereka kembali bertemu, di acara yang benar-benar sepenuhnya mereka tunggu. Akad dan resepsi.
Saat Kamala berpikir akan tidur dalam posisi ini, sebuah notif datang, membuat mata yang tadi memejam langsung terbuka. Kamala mengangkat ponselnya, kemudian ternganga setelah membaca barisan pesan yang muncul di layar depan.
Bang Langga : [Nakall banget ya ketemuan tengah malam. Tapi, maaf nih Abang pergokin. Tidak sengaja, karena masih ngerjain kerjaan kantor, terus tiba-tiba dengar suara aneh. Dikira maling, ternyata pasangan mesumm.]
Dengan rasa kesal menggebu-gebu, Kamala mengetikkan balasan. Dua jempolnya bahkan menekan kuat layar.
Me : [ABANG, MALA SAMA KAKAK ENGGAK MESUMM!!!!!!]
***
Tubuh Kamala beraroma rempah dan bunga, hasil perawatan dari timung pengantin, mandi rempah dan mandi uap. Aura cantiknya menguar, bahkan untuk ukuran Kamil yang susah mengakui adeknya saja, sampai memberi tatapan memuji.
Karena pantangan bagi calon pengantin keluar dari rumah, belakangan Kamala cuma bergaul dengan keponakan dan tante-tantenya. Sesekali Kamil dan Airlangga nimbrung, tapi tidak lama karena juga urusan di kantor. Ngobrol juga tidak selama biasanya, terlebih Kamala tidak ada. Itu yang membuat kurang seru. Karena biasanya Kamala jadi bahan bercandaan abang-abangnya.
Lima hari menjelang akad, suasana ramai mulai berasa. Tenda-tenda juga mulai dipasang, bahkan untuk pagar pembatas antara rumah Kamala dan Airlangga, dilepas demi memperluasnya tempat. Karena undangan yang disebar terhitung banyak, belum lagi rekan kerja dari pihak Irzaldi Hutama.
Untungnya belakangan cuaca bersahabat. Tidak ditemukan sedikitpun mendung, padahal sudah memasuki musim hujan. Ini cukup aneh sebenarnya, tapi terlepas dari itu semua, Kamala mensyukurinya. Ia juga jelas merasa, kalau dari awal tunangan sampai sekarang mendekati hari-H, semuanya kayak dipermudah. Sama sekali tidak ditemukan rintangan berarti, apalagi beban-beban pikiran yang menggelayuti. Cek-cok sama Daniel-pun tidak ada.
Dari beberapa artikel yang Kamala baca di internet, banyak pasangan yang mengalami sindrom pra-nikah. Karena masa itu termasuk masa-masa sulit dan sensitif. Rentan dan paling banyak ujian. Tapi serius, sejauh ini Kamala enggak mengalami sama sekali. Dengan Daniel ia juga baik-baik saja, berantem kecil-kecilan tapi bukan perkara yang besar. Mereka nantinya akan baikan, terus kembali romantis lagi.
Sekarang Kamala berdiri di depan pintu. Mengamati orang-orang sambil senyum-senyum sendiri. Ia juga melihat papanya ngobrol ditemani kopi bersama para om. Suasana ramai ini, bakal Kamala rindui nanti selepas acara berakhir. Kemungkinan bertemu lagi kalau Kamil memutuskan menikah.
Tidak tahan sebatas memantau, Kamala memberanikan diri melewati pintu. Ia menuju kursi teras yang kosong, karena yang lain ngobrolnya di halaman. Para tante yang melihat, sontak meneriaki Kamala dengan melambai-lambaikan tangan, namun Kamala si bebal cuma nyengir-nyengir bebal.
Para WO melakukan tugasnya dengan baik. Dibantu oleh beberapa dari keluarga, sampai tetangga-tetangga. Kegiatan mereka itu tidak lepas dari alunan musik, Kamala bahkan tanpa sadar mengetuk-ngetuk kaki, juga mulai ikut bernyanyi.
Dipikir-pikir, bosan juga kalau tidak ada kegiatan. Kamala dapat ide cemerlang, ia langsung berdiri, menuju di mana sumber musik berada. Ia minta pada salah satu omnya yang sejak tadi memutar lagu dangdut, mengganti dengan lagu pop masa kini. Ia katakan juga maksudnya ingin menyanyi dan tentu saja langsung disetujui sang om.
Kamala tertarik menyanyikan lagu makna cinta dari Rizky Febian. Orang-orang menoleh saat mendengar lagu berganti. Mereka langsung bersiut mendapati Kamala memegang mikrofon. Ada yang sampai tepuk tangan, padahal belum mulai.
Melihat itu, Kamala jadi semangat. Ia sampai melompat-lompat, melambai-lambaikan tangan ke depan, kemudian menyanyi saat waktunya, “Pagi hari menyapa dengan indah ... ku tersenyum melihat kau masih lelah ... sudah dengan berbagai cara ... agar tak terlewatkan hari yang indah ...”
Airlangga yang baru pulang kerja, dibuat bergegas memarkir motornya. Bahkan belum sempat melepas ransel, ia langsung menuju Kamala. Maksudnya bukan untuk mencegah, tapi jadi tukang sawer.
Semua uang di dompet dikeluarkan, lantas Airlangga mulai bergabung setelah meletakkan sembarang ranselnya. Walau tidak nyambung dengan lagu, Airlangga tetap berjoget khas bapak-bapak. “Tarik, Neng,” goda Airlangga.
Kamala tidak bisa menahan tawa. Ia batal menyanyi, ngakak begitu saja. Mikrofon di depan mulut jadi menangkap gelak tawa Kamala. Untung hanya sesaat, karena segera dijauhkan. “Abang, astaga!” Ia sampai menggelengkan kepala melihat kelakuan Airlangga. “Enggak beres nih kebanyakan kerja!”
“Tidak apa. Di sini hiburannya, La.”
Atas tingkah mereka berdua, semua perhatian sekali lagi tertuju ke sana. Tidak sedikit dari mereka yang turut tertawa, apalagi saat Airlangga mulai menyerahkan satu per satu uang kertasnya pada Kamala.
Untuk kerja keras hari ini, mereka dapat hiburan gratis dari Kamala dan Airlangga. Terlebih saat mengakhiri performance mereka, Kamala dan Airlangga saling berpegangan tangan, kemudian kompak menunduk ala-ala penyanyi sunggungahan.
Tepuk tangan menjadi akhir dari segala kelucuan yang mereka buat.
***