Pukul setengah empat pagi, Kamil baru keluar dari kamar Kamala. Adiknya benar-benar susah memejamkan mata. Hanya menangis dan menangis, juga melirihkan kata maaf berkali-kali. Kalau tidak kelelahan, dia pasti terjaga sampai terang. Pusing mendera, membuat jalan Kamil sempoyongan. Beberapa kali ia memijit kening, guna mengurangi rasa berat yang menimpa. Tujuannya tidak langsung ke kamar, melainkan ke dapur lebih dulu. Untuk melegakan dahaga, karena tidak meneguk setetes air-pun sejak semalam. Kamil akan pasrah. Kalau Kamala tidak ingin memberitahu siapa laki-laki yang menghamilinya, Kamil tidak akan menuntut lagi. Benar kata papanya, kalau bukan keluarga yang menerima Kamala, lantas siapa lagi? Hanya karena dia salah, bukan berarti dia patut dibuang dan dijauhi. Tidak ada yang bisa memutu