Bab 6. Kamu Matipun Aku Tidak Peduli

1115 Kata
Senja masih memaku di tempatnya membuat Davian merasa geram. Pria itu langsung saja menarik tangan Senja hingga wanita itu terjatuh ke dalam bath up bersama dirinya. "Akhh!" Senja berteriak terkejut, lututnya terasa nyeri sekali disaat tak sengaja membentur pinggiran bath up, tapi Davian tidak peduli. "Davian, kenapa kamu melakukan ini? Kamu bisa mandi sendiri 'kan?" ucap Senja cukup kesal tapi juga takut. "Kamu berani melarangku?" Kedua alis Davian langsung tertaut mendengar bantahan Senja. "Bukan seperti itu, aku hanya-" "Jangan banyak bicara, cepat kerjakan saja tugasmu," kata Davian memotong ucapan Senja. Senja menghembuskan napas kasar, wanita itu mencoba untuk sabar. Ia harus bersikap biasa saja, toh ia sudah melihat semua diri Davian. "Apalagi yang kamu tunggu?" sentak Davian tak sabar sama sekali. "Iya." Senja bergegas melakukan tugasnya, ia mulai menyalakan shower air hangat untuk menyiram kepala Davian. Ia mengambil shampo lalu mulai menggosok lembut rambut Davian serta memijat kepalanya perlahan. Davian diam saja, pria itu justru menatap Senja lekat-lekat tanpa sepengetahuan wanita itu. Seperti ada sesuatu yang ia pikirkan entah itu apa. "Pijatanmu enak," ucap Davian spontan. "Hem?" Senja mengerutkan dahinya, ia tidak salah dengar bukan? "Lupakan, cepat selesaikan tugasmu," tukas Davian baru tersadar dengan apa yang ia katakan. Senja tidak begitu mempedulikannya, ia mengerjakan semuanya dengan cepat. Menggosok rambut Davian lalu menyabuni pria itu perlahan-lahan. Davian benar-benar seperti seorang bayi besar yang sedang Senja mandikan. Melihat hal itu tanpa sadar membuat Senja tersenyum lebar. "Apa yang lucu?" Davian menekuk wajahnya tatkala melihat Senja tiba-tiba tersenyum seperti itu. "Tidak apa-apa, kamu ini sudah besar, kenapa harus minta dimandikan? Dasar big baby!" ucap Senja dengan tawa kecilnya. "Apa katamu?" Davian melotot tak terima. "Tidak tidak, aku hanya bercanda. Maafkan aku, aku tidak akan tertawa lagi," kata Senja buru-buru menunduk, takut melihat wajah Davian yang pastinya akan sangat marah. "Bodoh Senja, kenapa kamu mengejeknya? Pria pemarah ini pasti tidak akan mengampunimu!" Senja mengutuk kebodohannya dalam hati. "Tidak aku maafkan, kamu harus aku hukum," kata Davian menyeringai licik. "Hukum?" Senja begitu kaget, seketika bulu kuduknya merinding, takut dengan hukuman apa yang akan Davian berikan. Pria ini pasti akan menyiksanya lagi. "Hukumannya adalah ...." Dengan sekali tarikan Davian berhasil membawa tubuh mungil Senja ke pangkuannya. Pria itu menatap Senja dengan tatapan mendamba membuat wanita itu diam tak berkutik. Untuk sepersekian detik keduanya saling pandang dengan perasaan masing-masing. Beberapa saat kemudian Davian sudah menyentuhkan bibirnya diatas bibir Senja. Senja memejamkan matanya, bodoh? Ya itulah dirinya, ia selalu menerima saja setiap apa yang dilakukan Davian padanya tanpa perlawanan sama sekali. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana, tapi hatinya tidak berbohong jika ia juga sangat menyukai perlakukan Davian ini. Meksipun Senja tahu Davian melakukannya tanpa perasaan, tapi ia tidak peduli, baginya memiliki Davian sudah sangat cukup untuk dirinya. "Davian ..." Senja mendes*h lirih tatkala Davian membuatnya terbang melayang kembali untuk menggapai nikm*t surgawi. Tangannya mencengkram pinggiran bath up dengan sangat erat seraya memejamkan matanya. "Aku tahu ini salah, tapi aku ...." *** Senja tidak henti mengukir senyumannya saat melihat Davian mau makan makanan yang telah ia buat. Setelah pergumulan panas di kamar mandi tadi, Davian langsung mengganti pakaiannya dan makan malam tanpa banyak bicara. Senja yang melihat itu cukup terkejut, tapi ia juga merasa sangat bahagia. Akhirnya Davian mau makan masakannya setelah sebelumnya pria itu sering membuangnya. "Kenapa kamu berdiri disitu?" Davian bertanya dengan nada datar, pria itu menatap Senja yang hanya berdiri diam di depan pintu ruang tengah melihatnya makan. "Tidak, aku ingin mengambil minum," jawab Senja mencari-cari alasan. Davian kembali diam dan menikmati makanannya tanpa ada niat untuk melirik Senja sama sekali. "Aku makan karena aku lapar, bukan karena suka masakanmu," ujar Davian tiba-tiba, seolah pria itu memberikan informasi kepada Senja agar tidak terlalu percaya diri. "Ya, habiskanlah." Senja mengangguk mengerti, ia tidak ingin tahu alasannya, yang jelas Davian sudah mau makan masakannya itu sudah cukup untuknya. "Lalu, untuk apa kamu berdiri disana? Pergilah, jangan membuatku tidak berselera makan," ketus Davian. "Ya, aku akan pergi." Senja tidak ingin mengambil peruntungan, malam ini mood Davian sepertinya sangat bagus. Ia tidak boleh merusaknya dengan hal bodoh dan memancing amarah pria itu. Sudah cukup setiap malam ia menangis karena perlakuan kasar Davian, ia berharap malam ini Davian tidak melakukan hal itu lagi. Davian melirik Senja sampai wanita itu benar-benar tidak terlihat, pria itu kemudian mendengus kecil. "Ada apa denganku? Kenapa aku melakukan ini?" ucapnya dengan nada kesal. "Tidak seharusnya aku memakan makanan wanita sial*n ini. Ingatlah Davian, wanita itu yang telah merusak hubunganmu dengan Jenny dan menjebakmu dalam pernikahan gil* ini. Aku tidak boleh seperti ini." Davian membanting sendok di tangannya dengan kasar, tadinya ia sempat menikmati makanan Senja yang memang enak. Tapi jika ingat apa yang wanita itu lakukan membuat kemarahannya kembali memuncak. "Jangan harap aku akan membiarkannya hidup tenang," gumam Davian bergegas bangkit duduknya lalu melangkahkan kakinya lebar-lebar masuk ke dalam kamar. Sepertinya malam ini ia harus memberikan pelajaran kepada Senja lagi. Davian masuk ke dalam kamar dengan langkah terburu-buru, ternyata bersamaan dengan Senja yang hendak keluar membuat mereka bertabrakan hingga Senja ingin jatuh, tapi untung saja Davian dengan sigap menahan pinggangnya. "Apa kamu ini tidak punya mata?" bentak Davian melepaskan pegangannya dengan kasar. "Maaf." Senja menundukkan wajahnya takut. "Maaf, maaf terus yang bisa kamu katakan. Benar-benar memuakkan!" Davian mengertakkan giginya, hampir saja ia mencengkram erat tubuh kecil wanita di depannya ini. "Maaf Davian, aku benar-benar minta maaf. Aku salah, maafkan aku, aku-" "Arghhh diamlah, kamu membuatku sakit kepala," tukas Davian mengibaskan tangannya kesal. Senja semakin menunduk takut, ia cukup kaget karena Davian kembali dengan sikapnya yang penuh amarah. "Mau kemana kamu?" tanya Davian yang melihat Senja sudah membawa tas. "Davian, malam ini aku mau meminta izin, Ayahku sakit, aku harus menemuinya. Aku janji besok pagi akan segera kembali, aku-" "Kau matipun aku tidak peduli," sembur Davian tanpa mendengarkan lebih lanjut perkataan Senja. Senja mengigit bibirnya, ia menahan rasa perih dihatinya ini agar tidak menangis. "Kalau begitu aku akan pergi, nanti kalau kamu butuh-" "Kalau malau pergi ya pergi saja, kenapa tetap disini!" Davian kembali membentak Senja membuat tubuh kecil wanita itu terjingkat kaget. Senja memberanikan dirinya untuk menatap Davian, hanya sekejap lalu menundukkan kembali pandangannya. "Baiklah, aku akan pergi," lirih Senja segera pergi dari hadapan suaminya, sepertinya pria itu benar-benar sudah muak sekali melihat wajahnya. Davian mengepalkan tangannya, pria itu melihat Senja yang berjalan menjauh meninggalkannya. Dalam benaknya ia berpikir, Senja akan pergi naik apa? Ini sudah malam, rumah wanita itu sangat jauh darisana. Bagaimana kalau wanita itu kenapa-kenapa? "Ahh untuk apa aku mempedulikannya," kata Davian memilih untuk merebahkan dirinya tanpa memikirkan Senja. Namun, baru saja ia duduk di kasur, tiba-tiba ia malah teringat sosok wajah polos Senja. "Si*l!" Davian buru-buru bangkit dari duduknya lalu menyambar jaket dan kunci mobil. Nyatanya tidak terlalu bisa mengabaikan wanita dengan senyuman manis itu. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN