Senja menoleh tatkala mendengar pria itu memanggilnya. Untuk sejenak ia kebingungan, tapi begitu melihat wajahnya ia seperti merasa familiar.
"Senja, ternyata ini benar kamu?" Pria itu tersenyum sumringah.
"Kak Arsen?" tebak Senja.
"Ya! Voalah, akhirnya kamu mengingatku panda kecil!" seru Arsen, pria yang tak sengaja hampir menabrak Senja itu tampak begitu senang.
"Hei, namaku bukan panda," tukas Senja tak terima.
"Hahaha, kamu masih saja tidak berubah. Anyway, apa kabar?" Arsen tertawa melihat wajah kesal Senja.
"Cukup buruk karena bertemu dengan pengendara mobil yang asal-asalan sepertimu," sahut Senja dengan nada ketus, tapi wanita itu terlihat tersenyum.
"Ah, aku minta maaf, Senja. Sebagai gantinya, aku akan mentraktirmu makan, tapi kita berobat dulu, oke?" ajak Arsen.
"Enggak, aku harus kerja. Kakak pulang kapan? Bukannya kakak ada di Belanda?" tanya Senja cukup penasaran, terkahir kali mereka bertemu 2 tahun lalu sebelum Arsen menyelesaikan kuliahnya di Belanda.
"Aku sudah lulus kamu tahu? Master," ucap Arsen mengangkat dagu sombong, ia membanggakan dirinya yang telah berhasil meraih gelar master di usia 27 tahun.
"Woho, selamat atas kelulusannya, Kak." Senja ikut senang mendengarnya.
"Ya, bagaimana denganmu? Aku dengar kamu dapat beasiswa untuk pendidikan kedokteran?" tanya Arsen, ia ingat beberapa waktu lalu Senja mendapatkan beasiswa itu.
Wajah Senja mendadak murung, wanita itu teringat akan kenangan pahit 2 tahun silam. Dimana ia harus mundur dari beasiswa itu karena ingin membantu ekonomi keluarganya.
"Aku belum punya cukup waktu untuk melakukannya, Kak. Oh ya, aku sudah terlambat, aku berangkat dulu ya, Kak. Selamat tinggal," kata Senja memilih untuk buru-buru pergi, wanita itu juga merasa sudah terlambat untuk datang ke rumah sakit.
"Kakimu?"
"Ini hanya luka kecil, Kak. Aku baik-baik saja." Senja mengibaskan tangannya seraya tersenyum manis, wanita itu tidak merasa kesakitan sama sekali untuk luka yang menurutnya tidak seberapa. Ia sudah pernah merasakan luka yang lebih dari itu.
Arsen masih diam di tempatnya melihat Senja yang berjalan menjauh dengan langkah yang sedikit pincang.
"Wanita itu benar-benar tidak berubah, keras kepala," ucap Arsen menggelengkan kepalanya pelan.
"Senja," ucapnya lagi tanpa sadar mengulas senyum manis saat mengingat wajah cantik Senja. "Akhirnya aku menemukanmu lagi."
***
Senja mengobati luka di lututnya dengan sangat berhati-hati. Ternyata saat digunakan untuk diam saja justru lukanya baru terasa. Seharian ia bekerja tidak begitu merasakannya, tapi saat pulang ke rumah justru baru terasa sakit.
"Aduh, kenapa terasa perih sekali sekarang," gumam Senja dengan suara rendah.
Seusai mengobati lukanya, Senja membersihkan dirinya dan membuatkan makan malam untuk suaminya. Meskipun Davian tidak pernah memakannya, tapi Senja tidak menyerah, ia masih berharap Davian mau menerima dirinya entah itu kapan.
Tak beberapa lama kemudian, mobil Davian terlihat sudah berhenti didepan rumah. Senja bergegas menyambutnya, ia tidak peduli Davian muak melihat wajahnya, ia hanya melakukan tugasnya sebagai seorang istri yang baik.
"Selamat malam, bagaimana pekerjaanmu hari ini?" Senja menyambut suaminya dengan senyum manis ketika membuka pintu.
Davian memasang wajah datar. "Jangan menghalangi jalanku," ketus Davian yang langsung melemparkan tas kerjanya kepada Senja.
Senja sempat kewalahan tapi ia masih bisa berdiri. Ia menghela napas panjang, berusaha sabar dengan perlukan suaminya ini.
"Mau mandi dulu atau makan dulu? Hari ini aku buat nasi goreng seafood kesukaan kamu. Segelas machalate hangat sudah aku siapkan untukmu, mau meminumnya sekarang?" Senja berbicara seraya mengekor di belakang suaminya.
Langkah Davian seketika terhenti mendengar perkataan Senja. Pria itu mengerutkan dahinya dan berbalik untuk menatap Senja dengan tatapan yang tajam menusuk.
"A-da apa, Davian?" Senja bertanya takut, tatapan Davian seperti menembus jantungnya.
"Sejak kapan kamu mulai mengikutiku?" Davian bertanya dengan tatapan penuh kecurigaan, pria itu terkejut karena Senja tahu semua hal yang ia suka.
"Mengikuti apa?" Senja merasa kebingungan, ia tidak mengerti apa yang ditanyakan Davian.
"Berhentilah berpura-pura, Senja. Katakan sejak kapan kamu mulai mengikutiku? Oh tidak, apa jangan-jangan sejak awal pertemuan kita dulu kamu sudah merencanakan ini semua?" tuding Davian.
"Apa maksudmu?"
"Katakan, apa ini memang rencanamu dari awal? Kamu sengaja mendekati Jenny dan mencaritahu semua hal tentang diriku. Begitu dia lengah kamu mengambil kesempatan untuk mencuri tempatnya begitu?" Davian mencengkram lengan Senja cukup erat, pria itu tidak tahu kenapa ia begitu membenci wanita di depannya ini.
Senja terdiam seraya menahan sakit di lengannya, wanita itu tanpa sadar berkaca-kaca matanya. "Aku tahu perbuatanku ini salah, Davian. Tapi aku tidak selicik itu mencaritahu tentang dirimu," ucap Senja dengan lantang.
"Lalu, kenapa kamu bisa tahu semua yang aku suka?" Pertanyaan Davian itu membuat Senja kembali bungkam.
"Jangankan yang kamu suka, semua hal tentangmu aku tahu, Davian!" Senja berteriak kecil dan hampir saja meluapkan alasan apa yang membuat ia berada di posisi ini.
Davian mengerutkan dahinya lebih dalam, pria itu tampak sangat bingung mendengar perkataan Senja.
"Sudah lupakan saja, aku akan menyiapkan air hangat untukmu," kata Senja melepaskan tangannya dari Davian lalu pergi meninggalkan pria itu.
Davian masih berdiri di tempatnya, pria itu terlihat masih berpikir keras. "Apa mungkin aku melewatkan sesuatu?" gumamnya dengan wajah yang berpikir.
***
Senja mengusap air matanya perlahan seraya menyiapkan semua keperluan Davian untuk mandi. Nyatanya ia tidak bisa menahan perih saat mengingat Davian tidak mengingat apapun tentang dirinya. Dalam benaknya banyak sekali pertanyaan, kenapa? Kenapa Davian semudah itu melupakannya.
"Sudah siap?" Suara berat Davian terdengar membuat Senja buru-buru mengusap air matanya.
"Ya, mandilah," sahut Senja bergegas menyingkir. Namun, saat ia membalikkan tubuhnya ternyata Davian berada tepat di belakangnya, membuat ia tak sengaja membentur dad4 pria itu.
Senja mendongak hingga matanya bertatapan langsung dengan mata hitam Davian. Untuk sejenak ia terperangkap oleh mata indah itu, tapi ia segera menunduk kembali.
"Mandikan aku," ucap Davian dengan nada memerintah.
"Apa?" Senja begitu syok, ia menatap Davian kembali, apakah ia tidak salah dengar?
"Tugasmu malam ini memandikanku," kata Davian singkat padat dan jelas tapi membuat Senja seperti orang bodoh.
"Kenapa aku harus memandikanmu?" Pertanyaan bodoh itu sontak langsung keluar dari bibir Senja.
Davian mengangkat alisnya, ia berpikir Senja ini berpura-pura polos atau memang benar-benar polos?
"Kamu tahu apa yang aku inginkan, Senja. Lepas bajumu dan mandikan aku," ujar Davian tanpa basa-basi langsung melangkahkan kakinya menuju bath up dan melepaskan handuk yang melilit di pinggangnya, ia sengaja melepaskan semua bajunya di luar tadi.
Senja melongo tatkala melihat sesuatu yang sudah sering ia lihat, wajahnya memerah dan jantungnya berpacu sangat cepat. Ia paham apa maksud Davian, tapi kenapa harus dengan cara seperti ini? Bukannya biasanya Davian sering memaksanya?
"Apalagi yang kamu tunggu? Kemarilah, duduk di pengakuanku dan cium aku."
Bersambung.