Senja berusaha melupakan apa yang telah terjadi semalam. Ia mencoba untuk terlihat baik-baik saja dan mulai menata hidupnya kembali. Bukankah ini yang dia inginkan? Menjadi istri seorang Davian Mahendra, lalu kenapa ia harus menyesal? Ia tahu ia adalah wanita yang egois, tapi bukankah tidak ada yang salah dalam cinta?
Senja membersihkan dirinya disaat merasa tubuhnya sudah lumayan membaik. Meskipun miliknya masih nyeri, tapi ia menahannya agar bisa menyelesaikan tugasnya sebagai seorang istri. Namun, hal itu justru tidak disambut baik oleh Davian.
"Senja!" teriakan Davian terdengar arah pintu masuk saat Senja memasak di dapur, wanita itu berniat untuk membuat makan malam untuk suaminya.
"Dia sudah pulang?" Senja bergumam pelan, ia bergegas membawa hasil masakannya untuk menemui Davian.
Sesampainya di pintu dapur langkah Senja terhenti, Davian berdiri didepannya dengan tatapan yang tajam seperti biasa.
"Kamu sudah pulang? Syukurlah, aku sudah memasak untukmu, mau makan dulu atau mandi dulu?" ucap Senja mengulas senyuman yang manis, berharap dengan memberikan perhatian kecil pada Davian bisa membuat pria itu melihatnya.
Davian melirik makanan yang dibuat Senja, bukannya menerimanya ia malah membuang makanan itu ke lantai hingga isinya berhamburan.
"Dav!" Senja begitu terkejut, matanya mendadak berkaca-kaca melihat apa yang telah Davian lakukan. Apakah tidak bisa menghargainya sedikit saja? Masakan itu telah ia buat susah payah tapi Davian malah membuangnya begitu saja.
"Wanita bodoh!" maki Davian. "Kamu pikir aku sudi makan masakan dari wanita sampah sepertimu? Tidak akan pernah," ucapnya dengan nada sarkas.
"Mau sampai kapan kamu akan membenciku?" tanya Senja memandang suaminya sendu.
"Aku tidak akan berhenti membencimu sebelum air matamu habis!" Davian menjawab tanpa keraguan sama sekali.
"Maka lakukanlah, bencilah sekuat yang kamu bisa, Davian. Aku akan menerima semuanya," ucap Senja mencoba tersenyum diatas luka yang menganga.
Davian mengepalkan tangannya begitu kuat, ia benci sekali melihat tatapan Senja yang seperti tersenyum itu. Bagaimana mungkin wanita yang telah merusak segalanya justru bisa tersenyum seperti itu?
"Kurang ajar, kamu pasti akan menyesal!" Entah apa yang merasuki Davian, pria itu tiba-tiba menarik tangan Senja dengan begitu kasar. "Ikut aku!" titahnya.
Senja meringis kesakitan, ia mengikuti langkah Davian yang membawanya ke kamar lalu mendorong tubuhnya didepan kaca. Pria itu mencengkram dagunya dengan kuat.
"Lihat! Lihat wajahmu itu, dengarkan baik-baik. Diwajah ini tidak akan pernah ada senyuman lagi, tapi yang ada hanya tangisan," ucap Davian tersenyum mengerikan.
"Dav, aku melakukan ini punya alasan, apa-"
"AKU TIDAK PEDULI!" hardik Davian justru kian kuat mencengkram dagu Senja. "Bagiku kamu hanya wanita rendahan yang tidak pantas mendapatkan perhatianku, Senja. Posisimu akan selalu rendah sampai kapanpun," lanjutnya seraya mendorong Senja ke arah kaca.
"Aduh!" Senja berteriak kecil, dahinya terasa sakit karena tak sengaja menghantam sudut lemari di depannya.
Davian tersenyum sinis, bukannya kasihan ia malah merasa senang jika Senja kesakitan. "Malam ini persiapkan dirimu," ucap Davian.
Senja menoleh, tak paham maksud dari Davian. Pria itu tapi tidak ingin mengatakan apapun dan malah pergi begitu saja meninggalkan Senja yang terluka di dahinya.
"Davi, apa benar kamu sudah melupakan aku?" ucap Senja menangis getir, teringat akan sesuatu yang membuat hatinya begitu sesak.
***
Senja kembali harus menahan pahitnya penderitaan pernikahan disaat malam hari. Ia menganggap malam adalah waktu yang paling menakutkan baginya, dimana ia harus melakukan hal yang membuat ia seperti tidak punya harga diri.
"Pakai baju itu dan naik ke ranjang, aku akan segera membuahimu." Kata-kata pedas selalu keluar dari bibir suaminya seolah Senja memang hanya sebuah barang yang bisa dipakai.
"Davian, tadi orang tuaku menelepon, besok-"
"Kamu pikir aku peduli? Tugasmu disini hanya untuk mengandung anakku, jangan melewati batasanmu," tukas Davian tanpa mendengarkan apapun penjelasan dari Senja.
"Kenapa kamu selalu kasar padaku? Apa aku ini memang tidak pantas untukmu, Dav? Katakan apa yang Jenny punya tapi aku tidak punya? Kenapa kamu tidak bisa mencintaiku seperti dia!" seru Senja rasanya tidak tahan lagi menutupi perasannya, ia sudah lelah setiap saat Davian selalu merendahkan dirinya.
"Apa katamu?" Davian meradang, pria yang tadinya hendak membersihkan dirinya itu berbalik mendekati Senja lalu mencengkram lengannya. "Berani sekali kamu membandingkan dirimu dengan Jenny, kamu pikir kamu berhak melakukannya? Sama sekali tidak, Senja. Kamu dan dia berbeda jauh sampai ke tulang, bahkan seujung kuku pun tak akan mampu kamu saingi," ucap Davian tanpa perasaan sama sekali.
Senja mengigit bibirnya, ia memberanikan dirinya menatap mata Davian dengan penuh luka. "Ya, memang itulah aku, Davian. Aku memang wanita miskin yang tidak punya apapun, terima kasih sudah menyadarkanku," kata Senja tersenyum getir.
Davian terdiam sesaat, ia merasa hatinya cukup terusik melihat tatapan mata Senja, tapi pria itu mengabaikannya. "Kamu terlalu banyak bicara, sekarang lakukan saja tugasmu, pelac*R," ujarnya dengan kesal.
Luka hati Senja semakin parah dengan perkataan suaminya. Pria itu memang selalu menganggapnya wanita yang tidak punya harga diri.
"Baik, pelac*rmu ini akan melakukan tugasnya dengan baik," kata Senja, tanpa siapapun duga wanita itu tiba-tiba saja membuang seluruh pakaiannya didepan Davian dan menunjukkan kemolekan tubuhnya.
Davian tentu terkejut, netranya yang hitam seperti galaxy malam itu tampak bergerak-gerak menatap apa yang dilakukan Senja. Ia tidak munafik, Senja adalah wanita yang cantik dan sempurna. Setiap jengkal tubuh wanita itu begitu menggoda membuat Davian tidak bisa memungkiri kenikmatan itu.
"Apa kamu sudah siap?" tanya Senja benar-benar menjatuhkan harga dirinya didepan Davian, toh mau sebaik apapun sikapnya Davian tidak pernah menganggapnya.
"Jangan terlalu banyak bicara," tukas Davian langsung saja menarik tangan Senja lalu melumat bibir manis wanita itu untuk memulai pegumulan panas.
Senja menerimanya dan membalasnya dengan sikap yang cukup agresif. Ia membuat sentuhan erot*s yang membuat Davian tidak bisa berkutik. Malam itu Senja seperti menjatuhkan dirinya sepenuhnya kepada Davian dan membuat pria itu tidak henti mendes*h.
"Ini benar-benar gila, kenapa aku tidak bisa mengakhirinya? Dia terlalu menggoda untuk aku lewatkan, aku tidak boleh terjebak oleh permainannya," batin Davian dengan mata yang sayu diliputi gairah, percintaan malam itu seperti membuat ia terbang ke surga dan menikmati perasaan yang luar biasa.
***
Satu bulan berlalu dengan cepat, kehidupan rumah tangga Davian dan Senja tidak mengalami kemajuan apapun. Semakin hari sikap Davian justru semakin buruk dan kasar. Senja mulai lelah dan bingung harus melakukan apa, tapi ia ingat jika pria itu adalah pria yang telah ia pilih untuk hidupnya.
"Aku tidak boleh menyerah seperti ini, aku harus berjuang untuk mendapatkannya lagi seperti dulu," ucap Senja menyemangati dirinya sendiri, tapi beberapa saat kemudian semangat itu mulai pupus. "Tapi, apakah aku bisa?" lirihnya dengan pandangan kosong.
Pagi itu Senja berangkat bekerja seperti biasa sebagai seorang perawat di rumah sakit umum kota. Tidak ada larangan dari Davian mengenai pekerjannya itu, pria itu hanya meminta Senja harus siap ketika pria itu ingin meminta haknya.
Terdengar sangat kejam, tapi itulah kenyataannya. Davian hanya menganggap Senja sebagai wanita pemuas nafsu* dan mesin pembuat anak.
"Oh iya, hari ini Ayah ulang tahun. Aku harus membeli kado nanti," ucap Senja teringat akan telepon ibunya semalam.
Tadinya Senja ingin mengajak Davian pergi bersama, tapi pria itu sepertinya akan menolak.
"Mana mungkin dia mau." Senja menghela napas panjang, merasa Davian pasti hanya menganggap permintaannya itu angin lalu.
Senja melanjutkan perjalanannya, ia berniat mencegat taksi didepan komplek perumahannya untuk berangkat bekerja. Namun, tiba-tiba saja ada suara klakson yang mengejutkan dirinya, ia menoleh dan melihat seorang anak kecil menyebrang sendirian.
"Awas!" teriak Senja begegas berlari menyelamatkan anak itu, ia berusaha secepat mungkin menangkap tubuh anak itu hingga tubuhnya ikut terjatuh ke jalanan.
"Akhhhhh!" Senja berteriak kecil tatkala lututnya menghantam aspal dengan keras.
"Huwaaaa ibu ...." Anak yang diselamatkan Senja itu juga menangis keras dan mengundang beberapa orang yang ada disekitar rumahnya.
Kerumunan orang mulai datang termasuk sang pemilik mobil yang melaju kencang itu. Seorang pria dengan perawakan tinggi gagah mendekati Senja untuk memastikan keadaan wanita itu.
"Nona, apakah Anda baik-baik saja?" tanya pria itu.
"Ya," sahut Senja singkat, ia sibuk meniup-nitup tangannya yang ternyata ikut terluka.
"Saya akan bertanggungjawab, saya akan mengantar Anda ke rumah sakit," ujar pria itu lagi.
"Tidak perlu, lain kali mengemudilah dengan benar," tukas Senja melirik pria itu sekilas.
Namun, pria itu terlihat terkejut tatkala melihat wajah Senja yang tampak familiar.
"Senja?"
Bersambung.