Tidak akan lepas

1184 Kata
Rima mencoba menenangkan hatinya ketika ia mengangkat telepon dari Lifia. "Assalamualikum, halo Rima...Kamu lagi apa? aku kangen sama kamu," ucap Lifia. "Waalikumsalam, Alhamdulilah baik Lifia," ucap Rima dan suaranya terdengar ceria agar membuat Lifia merasa tenang. "Papi ajakin kita makan malam hari sabtu bisa kan Rima? Kita kangen sama kamu..." ucap Lifia. "Pulang ke Rumah ya! adek juga kangen banget sama kamu, dia kan manjanya banget kalau sama kamu," ucap Lifia. Fadil selama ini memang sangat dekat dengan Rima, Rima bak seorang ibu bukan hanya seorang Kakak Bagi Fadil, karena sejak kecil Rima yang mengasuh Fadil. "Iya Lifia, Insyallah, ucap Rima. Sebenarnya Lifia sangat mengkhawatirkan Rima, apalagi selama ini Rima tidak pernah membawa suaminya ketika mereka berkumpul bersama. Rima selalu mengatakan suaminya sangat sibuk dan berada diluar negeri, itu yang membuat suaminya tidak pernah datang keacara keluarga, meskipun mereka telah menikah selama satu tahun. Rima juga selalu menutupi hubungannya dengan Ibra agar semua keluarganya ini tidak khawatir. Apalagi ia yakin ia dijual dengan sangat mahal oleh keluarganya kepada Ibra, itu yang selama ini membuat Rima merasa ia bukan bagian dari Bagaspati dan ia bukan Lifia anak kandung Parmoko Bagaspasti. Ada perasaan kecewa mengingat kata-kata yang selalu Ronal katanya kepadanya, ya...Ronal memintanya bersikap baik agar tidak memalukan keluarganya. Ronal membuatnya merasa jika ia memang bukan bagian dari keluarga ini, karena ia harus balas budi kepada keluarga ini. "Kangen banget Rim...Kamu nggak kangen sama aku dan sama keponakan kamu?" Tanya Lifia. "Kangen," ucap Rima. Ia merasa sangat nyaman dengan sosok Lifia, tapi juga merasa malu karena perbuatan Maminya dimasalalu kepada Lifia. Bahkan Maminya sempat berencana ingin membunuh Lifia hanya karena uang, ya ia tidak ingin Bagaspati grup jatuh ketenangan Lifia dan Ronal. Maminya yang serakah ingin semua aset bahkan perusahaan Bagaspasti menjadi milik Fadil anak kandungnya bersama Parmoko Bagaspasti. "Yaudah sampai jumpa di hari Sabtu!" Ucap Lifia. "Assalamualaikum." Ucap Lifia dengan suaranya yang terdengar ceria. "Waalaikumsalam," ucap Rima dan ia mematikan ponselnya. Rima membaringkan tubuhnya dan ia mengingat bagaimana ia bisa menikah dengan Ibra seolah semuanya harus ia turuti. karena mereka semua mendesaknya. Saat itu satu tahun yang lalu, ia memang telah dijodohkan dengan Sakuta Sekala Lesmana adik Ibra, namun keduanya berbeda Ibu. Ibra merupakan anak pertama dari Gumelar Sekala Lesmana dengan Calia Kertanegara. Calia merupakan keturunan dari Wiliam Kertanegara yang merupakan kepala keluarga Kertanegara yang memiliki kekuasaan sangat besar. Wiliam hanya memiliki satu putri keturunannya dengan istri sahnya, namun ia juga memilki dua orang putra dari istrinya yang lain. Keluarga sebelah Ibu Ibra ini selalu saja memiliki konflik karena menginginkan kekuasaan. Bahkan mereka tak segan membayar orang untuk menyakiti satu sama lainnya. Saat itu Wiliam Kertanegara menginginkan pewaris Sah berasal dari cucu sahnya dan ia ingin cucunya yang telah menjadi kepala keluarga menggantikannya itu segera menikah. Apalagi Ibra telah bertunangan selama tiga tahun dengan salah satu kerabat mereka yang juga berasal dari keluarga terpandang. Pernikahan itu akan dilaksanakan dengan meriah, namun tiba-tiba dua hari ketika pesta besar akan diadakan, Anintiyas tunangan Ibra membatalkan pernikahan mereka. Entah apa yang dipikiran Anin hingga ia pergi dan semua keluarga tidak tahu keberadaan Anin. Anin hanya mengatakan ia meminta waktu satu tahun lagi karena masih ada hal yang ia ingin capai, sebelum ia benar-benar menjadi istri Ibra Sekala Kertanegara. Tentu saja kepergian Anin mencoreng nama baik Ibra dan keluarga besarnya, Ibra menganggap Anin sebagai perempuan cacat mental yang harus segera ia buang jauh-jauh dan ia harus menikahi perempuan lain. Perempuan yang akan benar-benar menjadi istrinya, hingga perburuan mencari istri untuk menggantikan Anin dimulai. Semua kandidat datanya telah diberikan oleh Bili, namun Ibra keberatan karena tak satu pun perempuan yang ia anggap pantas untuk mendampinginya. Tapi ia tidak bisa terus memilih hingga ia melihat sosok Sakuta yang sedang berbincang dengan seorang perempuan cantik, ya...sakuta adiknya itu terlihat bahagia membuatnya kesal saat Sakuta bisa tersenyum dengan sempurna, tidak seperti biasanya. Pikiran jahat seorang Ibra Sekala Kertanegara, untuk membuat adiknya sendiri membayar tingkahnya yang telah berani melawannya, dengan ia mengambil perempuan yang ingin dinikahi Sakuta. Ya Ibra memang akan melakukan apapun yang ia inginkan dan ia bahkan bertindak tegas dan kejam. Saat ini Ibra menatap pintu kamar Rima dan ia menyunggingkan senyumannya karena Rima harus bertahan bersamanya seumur hidupnya. Setelah menjadi istrinya, hidup Rima adalah miliknya dan ia tidak akan membiarkan Rima lepas darinya apapun yang terjadi. Mainan yang ia miliki saja tidak akan pernah ia biarkan siapapun memilikinya bahkan ia akan menghancurkannya jika itu diperlukan. Ibra melangkahkan kakinya menuju kamarnya, kali ini ia akan membiarkan Rima bebas tidur sendirian tapi nanti ketika ia menginginkannya jika Rima menolaknya, ia akan memaksanya meskipun itu akan menyakiti Rima. "Jangan memancing kemarahan saya agar saya tidak bertindak kejam sama kamu, Rima!" ucap Ibra dan ia membaringkan tubuhnya diranjang. Ibra selama ini selalu bermimpi buruk, ketika mengingat bagaimana ia melihat ibu kandungnya itu menghembuskan napas terakhirnya didepannya dan mengatakan jika ia harus kuat. Ibra menahan dirinua untuk tidak menangis saat ibunya itu terbata-bata mengatakan jika ia harus menghadapi mereka semua, yang ingin menyakitinya. Ibunya bahkan meminta maaf, karena tidak bisa melindunginya dari orang-orang jahat yang ingin melenyapkannya. Ibra memejamkan matanya dan ia akhirnya tertidur, namun seperti biasanya ia akan bangun ketika mimpi buruk itu datang. Ibra menghela napasnya, sepertinya setiap malam ia akan terus mengalami mimpi buruk ini dan ia sudah lama menghentikan obat tidur yang sering ia minum. Ibra meminum segelas air dan ia kemudian kembali memejamkan matanya, hingga akhirnya ia kembali terlelap. Sementara itu Rima akan bangun subuh dan ia akan melaksanakan sholat subuh, lalu setelah itu ia menyiapkan sarapan untuk Tuan besar yang berkedok menjadi suaminya itu. Setelah sarapan siap, Rima meletakannya di meja, ia melihat sosok Ibra telah siap dengan pakaian kerjanya dan ia duduk disofa dengan santai. "Sarapannya sudah siap!" ucap Rima. Rima melangkahkan kakinya menuju kamarnya namun suara dingin Ibra menghentikan langkah kakinya. "Ternyata Parmoko Bagaspati memang benar-benar hebat membesarkan putri tiri yang benar-benar sopan seperti kamu," ucap Ibra. "Terimaksih pujiannya," ucap Rima kesal. Ternyata Ibra telah mendapatkan informasi mengenai dirinya yang merupakan putri tiri dari Parmoko Bagaspasti. Harusnya setelah mengetahui ia putri tiri Parmoko Bagaspati Ibra segera menceraikannya. "Sopan sekali kamu dan ternyata kamu sangat mahir dalam melayani suami," ucap Ibra sinis. Rima mengepalkan tangannya, jika ia menjawab ucapan Ibra, ia pasti akan bertengkar dengan Ibra. "Dasar bodoh," ucap Ibra lagi. Rima masuk kedalam kamarnya dengan kesal, ia memang benar-benar bodoh karena menikah dengan laki-laki tidak berperasaan seperti Ibra. Rima segera mengganti pakaiannya dengan pakaian kerjanya dan ia segera kembali menuju meja makan. Ia melihat Ibra belum menyentuh sarapannya, membuatnya merasa kesal. Rima tidak memperdulikan Ibra yang saat ini masih membaca berkasnya, ia memakan sarapannya lebih dulu membuat sosok Ibra menatap kearahnya hingga mata keduanya bertemu. Rima melihat tanda bahaya dan sepertinya Ibra akan marah besar padanya, melihat tempramen Ibra sangat buruk. Bunyi ponsel Ibra terdengar dan ia segera mengangkatnya. "Saya tidak suka mereka yang berani membantah perintah saya, hukum mereka segera patahkan tangan dan kakinya!" Ucap Ibra membuat Rima menelan ludahnya, ia menatap tangan dan kakinya, lalu tiba-tiba bulu kuduknya meremang. Ada ketakutan dihatinya, jika Ibra mematahkan tangan dan kakinya jika ia menolak perintahnya. Apalagi saat mengatakan hal ini, Ibra sedang menatapnya dengan tatapan yang terlihat sangat dingin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN