Berbahaya

1274 Kata
Ibra menatap pintu kamar Rima, ia ingin sekali masuk kedalam sana dan mengajak Rima berbincang. Apalagi setelah ia bertemu kembali dengan Rima, hidupnya merasa tidak kesepian lagi karena Rima berani melawanya. Ibra membuka pintu kamar ini dan tentunya ia tidak perlu izin apalagi mengetuk pintu, agar bisa masuk kedalam kamar ini. Rima yang sedang duduk terkejut, ia segera bediri saat melihat Ibra masuk tanpa mengetuk pintu kamarnya dan ia merutuki kebodohannya, karena lupa mengunci pintu kamar ini. "Kenapa kamu masuk kedalam kamar, aku?" Tanya Rima panik dan ia segera berdiri, lalu menatap sosok Ibra dengan tatapan kesal. "Kalau kamu? Kamu yakin ini kamar kamu?" Tanya Ibra dingin. "Keluar!" Ucap Rima kesal. Ibra melipat tangannya dan ia duduk diranjang sambil menatap Rima dengan dingin. "Ayo sholat magrib berjamaah!" Ucap Ibra membuat Rima membuka mulutnya karena tiba-tiba Ibra mengajaknya sholat. "Kenapa? Kamu nggak mau?" Tanya Ibra dingin. "Iya," ucap Rima. "Kamu harus mau! Saya tunggu kamu di Kamar saya!" Ucap Ibra. "Iya," ucap Rima gugup karena tidak ada pilihan jika ia menolaknya. Ibra melangkahkan kakinya keluar dari kamar Rima dan ia menuju kamarnya. Rima mengambil air wudunya dan ia segera mengambil mukenanya, lalu memakainya. Rima melangkahkan kakinya menuju kamar Ibra dan disana, ia melihat Ibra telah siap dengan sarung dan baju koko yang ia pakai, tak lupa Ibra juga telah memakai kopiah dikepalanya. Rima bediri tepat dibelakang Ibra, ia kemudian melihat Ibra yang saat ini menatapnya dengan tatapan dingin. "Ayo sholat!" Ucap Ibra dan ia segera menunaikan ibadah sholat bersama Rima. Rima mendengar suara merdu milik lelaki tampan yang telah menjadi suaminya ini. Sebagai seorang istri pengganti, ia tidak berani untuk berharap benar-benar menjadi istri yang dinginkan Ibra. Apalagi Ibra juga terlihat sangat terpaksa, tapi mungkin ini demi keluarganya, Ibra bertahan dengan pernikahan yang tidak bahagia ini tapi yang menjadi pertanyaan bagi Rima yaitu sampai kapan?. Ya...sampai kapan ia harus menjadi istri pengganti. Rima menghela napasnya mungkin sampai perempuan itu pulang dan ingin mengambil posisinya sebagai istri Ibra. Setelah menunaikan sholat magrib, Rima segera merapikan perlengkapan sholatnya dan setelah itu ia segera keluar dari kamar Ibra menuju dapur. Ia memanaskan makanan yang tadi ia masak, lalu ia segera menghidangkannya diatas meja makan. Ia melangkahkan kakinya mendekati pintu kamar Ibra, lalu ia mengetuk kamar Ibra dan terdengar suara Ibra yang mengatakan agar Rima segera masuk kedalam kamar. "Makanannya sudah siap," ucap Rima. Ia melihat Ibra yang sedang membaca berkasnya dan ia segera melangkahkan kakinya mendekatinya, lalu keluar dari kamar menuju meja makan. Ibra duduk dikursi makan dan ia melihat hidangan telah tersusun rapi diatas meja dengan beberapa menu masakan. Ia tidak menyangka jika istrinya ini sangat pandai memasak dan dulu ia mengira Rima sama seperti anak perempuan kaya lainnya yang tidak bisa mengerjakan perkerjaan rumah tangga. Bahkan ia hanya bisa mendengarkan ucapan Papinya Rima, yang mengatakan jika putrinya ini tidak bisa melakukan perkerjaan rumah, namun paling suka belajar. Sepertinya Rima telah banyak belajar hingga ia bisa memasak makanan enak yang pantas ia makan. Keduanya makan dengan santai dan tidak ada perdebatan diantara keduanya, apalagi Rima menahan diri untuk tidak berbincang karena tak ingin bertengkar. "Besok malam ulang tahun Kakekku, kamu mengerti maksudku, apa yang harus kamu lakukan?" Tanya Ibra. "Aku hanya perlu bersikap seperti istri yang baik untuk kamu, aku tidak perlu banyak bicara dan mengakrabkan diri dengan keluargamu," ucap Rima membuat Ibra mengerutkan dahinya mendengar ucapan Rima. Rima ingat telepon yang memerintahkannya untuk bersikap seperti itu ketika ia pergi ke acara keluarganya dan ia memang harus seperti itu karena ia tak ingin terlibat masalah. Ya...masalah hidupnya sudah sekalian bertambah dan ia harap tidak akan ada lagi masalah lainnya. "Terserah kamu kalau kamu mau bersikap seperti itu, ingat...mulai sekarang semua gerak-gerik kamu akan saya pantau, kamu tidak akan sebebas dulu Rima!" Ucap Ibra. "Ya..." ucap Rima bak robot ia hanya akan menjawab ya untuk mengurangi perdebatan hari ini, yang tidak penting karena ia sangat lelah. Setelah selesai makan Rima segera membereskan peralatan makan dan mencucinya, hingga pekerjaannya membereskan dapur selsai. Ia melihat Ibra yang sedang duduk santai sambil menonton Tv, membuatnya ingin melangkahkan kakinya masuk kedalam kamarnya namun suara Ibra menghentikan langkah kakinya. "Rima..." panggil Ibra. Rima membalik tubuhnya dan melangkahkan kakinya mendekati Ibra, karena jika ia hanya diam saja tanpa mendekati Ibra, bisa saja Ibra akan marah padanya. Ya laki-laki terlihat temperamen dan dengan telapak tangannya yang besar bisa saja tubuhnya akan lebam bahkan ia bisa kehilangan nyawanya, itu yang saat ini ada di bayangan Rima tentang sosok Ibra. Ya...mulai sekarang ia akan berperan sebagai si bodoh yang hanya bisa menuruti keinginan tuanya ini. Apalagi ia kemungkinan besar, telah dibeli dengan sangat mahal karena telah menjadi istri pengganti. Setiap ia mengatakan si bodoh yang menjadi istri pengganti pada dirinya, rasa sakit itu menjalar hingga rasanya ia ingin menangis. Kehidupan pernikahan macam apa yang dijalaninya selama ini dan ketika Papinya bertanya apakah ia bahagia menjadi istri Ibra, ia harus menjawab ya. Sama halnya ketika Ronal Kakak tirinya itu menanyakan kabarnya dan ia hanya akan menjawab kabarnya baik-baik saja. "Ada apa?" Tanya Rima. "Pijat punggung saya!" Ucap Ibra membuat Rima mengerutkan dahinya. "Kamu tidak mau? Saya ini tulang punggung keluarga dan ayo pijit punggung saya!" Ucap Ibra dan ia tidak ingin dibantah. "Kenapa harus saya?" Tanya Rima dan ia tidak bisa menahan dirinya untuk menolak permintaan Ibra. "Kenapa harus kamu? Pertanyaan bodoh apa yang kamu ajukan kepada saya Rima!" Ucap Ibra dingin dan ia tidak suka Rima membantah keinginannya. "Kamu bisa meminta Bili atau siapapun dan bukan saya untuk memijat kamu!" Ucap Rima dingin. "Kamu mau menolak?" Tanya Ibra sinis. "Duduk!" Perintah Ibra membuat Rima duduk disamping Ibra. "Kamu tinggal pilih kamu yang pijit saya atau saya yang pijit kamu sekarang!" Ucap Ibra, membuat Rima menghela napasnya dan ia dengan sangat terpaksa memijit punggung Ibra. Ibra memejamkan matanya seolah menikmati setiap gerakan tangan Rima dan ia mengangkat sudut bibirnya ternyata perempuan robot ini sangat mengesalkan baginya. Bahkan tatapan yang dingin dan tajam membuatnya ingin menghancurkan ego perempuan ini saat ini juga. Ia belum pernah menginginkan hal aneh, agar menjadi penting bagi perempuan ini untuk diperhatikan. "Kalau ada yang kamu inginkan dari saya, kamu katakan saja!" Ucap Ibra dengan suaranya yang cukup rendah. "Bercerai," ucap Rima dan itu membuat Ibra sangat kesal, namun ia menahanya agar tidak melukai Rima. Selama ini yang menjadi masalah dibalik hidupnya yang sempurna adalah emosinya yang sulit ia kontrol, namun ia berusaha menahan dirinya untuk tidak meluapkannya didepan Rima. "Kalau permintaan itu, hanya akan terjadi ketika salah satu dari kita mati. Saya tidak suka apa yang saya miliki disentuh orang lain, apalagi dimiliki oleh orang lain dan itu bisa membuat saya gila," ucap Ibra dan ia menggeser tubuhnya dan menatap Rima dengan dingin. "Bersikaplah baik Rima, jangan memancing kemarahan saya! Saya bukan Sakuta Sekala Lesmana yang kamu cintai itu, saya Ibra Sakuta Kertanegara yang tidak suka apa yang menjadi miliknya menjadi seorang pengkhianatan!" ucap Ibra dingin. "Kamu milik saya dan akan selalu begitu meskipun kamu berusaha untuk menolaknya," ucap Ibra dingin. "Saya bukan barang atau benda mati yang bisa kamu kendalikan!" Ucap Rima membuat Ibra memegang kedua pipi Rima dengan sebelah telapak tangannya, hingga mata keduanya bertemu. Ibra menatap mata indah itu dengan dingin lalu matanya tertuju pada bibir mungil yang saat ini berada begitu dekat dengannya. Rima melihat tanda bahaya dan ia segera menarik dengan keras tangan Ibra yang mencengkram pipinya, lalu ia segera berdiri menjauh dari Ibra membuat Ibra tersenyum sinis. "Ya hari ini kamu selamat dari saya tapi masih banyak hari lain yang harus kamu habiskan bersama saya!" Ucap Ibra membuat Rima segera masuk kedalam kamarnya dan ia segera menutup pintu dengan keras, lalu mengunci pintunya. Ia mengambil ponselnya yang sedang berdering lalu segera mengangkatnya ketika melihat nama Lifia tertera disana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN