Kecewa dan beban

1127 Kata
Beban dipundak Rima semakin hari semakin berat? Tak ada lagi kebahagian yang ia miliki kecuali berkumpul bersama saudari tirinya yaitu Lifia, namun ia tidak ingin menjadi tidak tahu diri karena perasannya ini. Ia meneteskan air matanya sambil menutup mulutnya dan sepertinya penderitaannya akan bertambah lagi, apalagi saat ini ternyata Ibra adalah bosnya. Rima menghapus air matanya dengan cepat dan setelah itu ia segera keluar dari toilet. Ia merapikan tatanan rambutnya dan juga makeupnya, ia hanya perlu bertahan beberapa hari lagi sebelum ia mengajukan surat pengunduran dirinya. Ia harus menerima gajinya terlebih dahulu, sebelum ia keluar dari pekerjaannya ini. Rima melangkahkan kakinya kembali ke meja resepsionis dan ia bediri disana seperti biasanya sambil menunggu tamu yang ingin menginap ataupun yang akan keluar dari hotel ini. Biasanya sebagian dari mereka juga akan menitipkan sesuatu padanya atau meminta informasi mengenai beberapa hal. "Rim, kamu nggak apa-apa? Maaf aku nggak bisa bantu, Ibu Cindy memang keterlaluan," ucap Ida membuka pembicaraan. "Nggak apa-apa, Ida namanya juga dunia kerja," ucap Rima. Rima menatap sosok laki-laki tampan yang saat ini tiba-tiba berdiri dihadapannya dan membungkukkan tubuhnya membuat Rima menghela napasnya. "Bu Rima..." ucapnya. "Ada apa Pak Bili?" Tanya Rima membuat Ida terkejut karena ternyata Rima mengenal laki-laki yang menjadi asisten bos besar pemilik hotel ini. "Saya sedang bekerja Pak, kalau ada yang ingin Bapak bicarakan tentang masalah diluar pekerjaan lebih baik nanti setelah saya selesai bekerja!" Ucap Rima. "Baik Bu," ucap Bili sopan dan ia segera melangkahkan kakinya meninggal mereka. Rima menghela napasnya dan saat ini ia merasa tiba-tiba kepalanya terasa sangat pusing, memikirkan masalah yang sedang ia hadapi. "Kamu kenal?" Tanya Ida lagi. "Dia panggil kamu Ibu dan sepertinya dia hormat banget sama kamu Rim," ucap Ida. "Beberapa orang memang sering memanggil kita Ibu, hanya panggilan demi kesopanan saja dan kamu jangan berpikiran buruk karena sekarang ini kita memang seperti ibu-ibu," ucap Rima membuat Ida menganggukkan kepalanya, namun tetap saja ia merasa sangat penasaran karena sosok Rima memang terlihat bukan berasal dari kalangan biasa seperti dirinya. Rima memiliki gestur tubuh dan gaya berkomunikasi yang keren menurutnya, apalagi jika ia memakai apapun ditubuhnya terlihat seperti barang-barang wah yang mewah, walaupun sebenarnya barang yang ia pakai jauh dari kata mewah. Setelah selesai bekerja, Rima segera bersiap untuk pulang namun ketika ia ingin pulang tiba-tiba Cindy mendekatinya dan menatapnya dengan tajam. "Gara-gara kamu pagi-pagi saya sudah kena semprot atasan, coba kalau kamu sudah mempersiapkan data yang saya minta, tidak akan jadi seperti ini Rima!" ucap Cindy. "Sebenarnya itu bukan pekerjaan saya Bu Cindy dan harusnya Ibu Cindy mengerjakannya sendiri!" Ucap Rima, membuat Cindy ingin memukul Rima namun Rima tentu saja tidak akan menerima pukulan itu seperti pagi tadi, ia menangkisnya dengan sebelah tangannya. "Jangan coba-coba memukul saya lagi Bu Cindy!" Ucap Rima dingin. "Kamu itu benar-benar minta dipecat ya! Besok kamu tidak perlu bekerja lagi!" Ucap Cindy. "Kalau ibu mau memecat saya, sebaiknya ibu menyiapkan gaji saya bulan ini dan juga pesangon saya!" Ucap Rima. "Kalau ibu bisa memberikannya sekarang, saya akan dengan senang hati berhenti kerja hari ini juga!" Ucap Rima dingin. "Kamu kira kamu itu siapa hah? Beraninya kamu melawan atasan kamu sendiri Rima, dasar kurang ajar..." ucap Cindy. "Annnjingg saja tahu siapa bosnya dan kamu berarti lebih buruk dari anjjiinggg," teriak Cindy. "Lihat saja kamu tidak akan bisa bekerja dengan tenang dan saya akan mengajukan pemecatan, agar kamu bulan depan tidak perlu bekerja lagi!" Ucap Cindy. "Tidak perlu dipecat Bu karena saya akan mengajukan surat pengunduran diri saya secepatnya agar bulan depan saya tidak perlu bekerja di Hotel ini lagi!" Ucap Rima dingin. Rima melangkahkan kakinya menjauh dari Cindy dan ia segera mengambil tasnya, lalu melangkahkan kakinya keluar dari hotel ini. Rima melihat jam ditangannya dan ia mempercepat langkah kakinya karena sebentar lagi pukul lima dan tuan Ibra kemungkinan besar akan berada di Apartemennya. Rima menaiki motornya dan melajukan motornya itu dengan kecepatan sedang. Beberapa menit kemudian ia sampai di Apartemen lalu ia segera memarkirkan motornya. Rima tidak menyadari jika sebuah mobil yang baru saja sampai itu, sejak tadi penghuni mobil itu sedang menatapnya. Rima mempercepat langkah kakinya dan ia berhasil sampai di apartemen ini tepat pukul lima. Ia segera mencuci tangannya lalu memakai celemek ditubuhnya dan ia segera bergegas, memasak makanan untuk tuan besarnya. Benar saja sosok Ibra baru saja datang bersama Bili dan ia melihat Rima yang sedang memasak didapur. "Dia lebih cocok jadi pembantu karena tingkahnya yang kurang ajar sama saya," ucap Ibra sengaja mengatakan hal ini dengan cukup keras, agar Rima mendengarnya. "Saya memang pembantu kamu dan bukan istri kamu," ucap Rima membuat Ibra menatap sinis Rima. "Mana ada istri yang ditinggalkan setelah menikah dan mana ada suami yang setelah setahun baru kembali lalu memaksa tinggal bersama," ucap Rima kesal. "Satu kalimat yang keluar dari mulut saya, sepuluh kalimat dari mulut kamu," ucap Ibra dingin membuat Rima memilih diam dan ia tidak ingin menjawab pertanyaan Ibra lagi. "Maaf Pak, itu tadi Ibu Rima bekerja di hotel kita," ucap Bili sengaja menanyakan hal ini kepada Ibra, agar membuka pembicaraan mengenai hal ini ini. "Ooo...saya tidak lihat tadi," ucap Ibra berpura-pura lupa, jika tadi ia melihat Rima menjadi resepsionis di salah satu hotelnya. "Tenang saja bulan depan, aku nggak akan bekerja lagi disana!" Ucap Rima membuat Ibra mengerutkan dahinya. "Kenapa?" Tanya Ibra. "Nggak apa-apa," ucap Rima. "Bagus kalau kamu nggak kerja lagi disana, harusnya kamu sadar apa posisi kamu!" Ucap Ibra dingin membuat Bili menepuk jidatnya karena pasangan aneh ini kembali berdebat. Harusnya Pak bosnya ini bisa berkata lembut kepada istrinya, hingga keduanya tidak perlu bertengkar seperti ini. "Iya saya sangat paham dengan posisi saya makanya bulan depan saya tidak akan bekerja di Hotel kamu, kamu tenang saja!" Ucap Rima. Ia kembali fokus dengan acara memasaknya dan setelah selesai, ia segera mematikan kompornya, lalu melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Bili melihat tanda bahaya dari tatapan Ibra, semenjak Ibra tinggal di luar negeri, sikapnya memang menjadi lebih dingin dan tidak tersentuh. Ia bahkan melakukan banyak hal untuk memenuhi keinginannya dan tidak peduli jika itu akan menyakiti orang lain. "Saya permisi Pak!" Ucap Bili. "Ya...hmmm...sebentar Bili!" Pinta Ibra. "Iya...Pak," ucap Bili dan ia penasaran apa yang ingin Ibra katakan padanya. "Segera renovasi rumah saya, karena bulan depan saya dan istri saya, akan segera pindah kesana!" Ucap Ibra. "Baik Pak," ucap Bili dan ia akan segera meminta bagian properti untuk mengurus semuanya sesuai dengan keinginan Ibra. "Saya pamit, Pak," ucap Bili. "Oke," ucap Ibra. Bili segera pamit dan ia melangkahkan kakinya keluar dari Apartemen ini. Bekerja dengan Ibra membuatnya sangat mengerti bagaimana sikap Ibra, apalagi jika ia telah memutuskan siapa yang akan menjadi istrinya, ia tidak akan pernah melepaskannya. Sepertinya Rima akan mengalami kesulitan memahami sosok Ibra, namun ia yakin lambat laun hubungan keduanya akan segera membaik. Apalagi Ibra telah mengatakan jika ia tidak akan menceraikan Rima dan itu artinya selamanya Rima akan menjadi istrinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN