Part 2-b

1150 Kata
Freyza duduk di ranjang dan bersandar di kepala ranjang, kedua lengannya masih diperban dua duanya. Ini sudah kesekian kalinya ia coba mengakhiri hidupnya dan lagi lagi gagal, ia sudah tidak tahan lagi dengan semuanya. Freyza merasa mati adalah jalan terbaik bagi dirinya juga keluarganya, bukan, bukan keluarganya tapi keluarga tantenya, tante Ranti. Adik kandung papanya itu begitu membencinya hingga selalu memojokkan dirinya dan menuduhnya penyebab kematian kedua orangtuanya. Freyza dikenal sebagai gadis yang ceria dan cerdas, ia lulus S1 fakultas ekonomi dengan nilai terbaik dan melanjutkan S2 dengan dipercaya memegang perusahaan yang dirintis oleh papanya Frederick Sastra Wijaya. Freyza memegang salah satu cabang dan kinerjanya sangat bagus hingga pendapatan dari perusahaan yang dipegang Freyza naik siginifikan, walau masih kuliah jenjang S2 Freyza kemudian dipercaya memegang perusahaan utama sedangkan papanya hanya menjadi penasehat dan pelindung saja. Freyza merasa hidupnya sempurna, mama dan papa yang menyayangi dirinya, otaknya yang selalu memiliki ide baru untuk perusahaan membuat perusahaannya selalu berinovasi dan semakin berkembang pesat membuat pak Frederick bangga akan putri tunggalnya. Namun kebahagiaan Freyza hancur saat ia wisuda S2 nya, papa dan mamanya yang akan berangkat ke aula wisuda tiba tiba mobil mereka mogok, beberapa mobil lain milik mereka juga sedang di bengkel untuk perawatan. Hanya tinggal mobil Freyza karena Freyza sudah ada di tempat wisuda karena harus gladi resik dulu, Freyza berangkat diantar sopir papanya dan saat kembali mobil itu mogok. Papa dan mama Freyza akhirnya membawa mobil Freyza dengan dikemudikan oleh sopir, tapi malang bagi mereka, mobil Freyza remnya blong dan selip di jalan tol lalu menabrak pembatas jalan dan terbalik dan terbakar. Tidak ada yang selamat dalam kecelakaan itu, dan tante Ranti sebagai adik kandung pak Frederick menyalahkan Freyza akan kecelakaan tersebut. Tante Ranti dan keluarganya kemudian tinggal di rumah pak Frederick dan setiap hari selalu menyalahkan Freyza membuat Freyza tertekan, apalagi kata kata pedas Tante Ranti semakin membuat Freyza terpojok dan tidak tahan. Freyza mulai jarang ke kantor hingga perusahaan diambil alih oleh suami tante Ranti, om Alex. Sedangkan Freyza hanya di rumah saja, diam di kamarnya meratapi kematian kedua orangtuanya dan kata-kata tante Ranti yang selalu menyudutkannya. Freyza menatap nanar, ia sudah lelah dengan semuanya tapi ia juga sudah lelah mencoba bunuh diri tapi selalu gagal. Pintu kamarnya terbuka menampakkan bi Yayah, pengasuhnya sejak kecil masuk membawa makanan. Bi Yayah berjalan mendekatinya dan duduk di tepi ranjang, bi Yayah menatapnya iba. "Non... Makan dulu ya? Sejak pagi kan belum makan." Freyza menggeleng pelan, wajahnya sendu. Hanya bi Yayah satu satunya orang yang perduli pada dirinya dan tahu jika ia sangat menderita dengan keadaan ini. "Non harus kuat, demi almarhum tuan dan nyonya." "Tapi mereka sudah pergi bi," jawab Freyza. "Tapi bibi yakin, mereka sedang melihat non Freyza, non jangan seperti ini non." "Entahlah bi, Freyza bingung." Bi Yayah membelai rambut Freyza yang berantakan, ia prihatin dengan keadaan nonanya itu, sudah sangat tertekan dengan apa yang dilakukan dan dikatakan oleh Tante Ranti yang selalu provokatif. Bi Yayah tahu apa tujuan adik almarhum majikannya itu, yaitu menguasai harta pak Frederick dengan mencoba menyingkirkan Freyza dan cara yang ia pakai adalah membuat Freyza tertekan dan merasa bersalah atas apa yang bukan kesalahannya. Kematian kakaknya digunakan Tante Ranti untuk menekan kejiwaan Freyza dan itu berhasil, Freyza tidak memiliki seseorang yang mendukungnya dan memberikan semangat, hanya bi Yayah tapi bi Yayah tidak mengerti dengan itu semua, konspirasi yang dilakukan tante Ranti sangat rapi. Bi Yayah menyodorkan piring pada Freyza, Freyza terdiam sejenak dan menatap bi Yayah. Ia menyayangi pengasuhnya itu dan meyakini yang dikatakan bi Yayah benar, papa dan mamanya sedang melihatnya dan pasti akan sedih jika ia tidak makan. Freyza tahu ia tidak bisa melakukan apa apa sekarang selain mengikuti keinginan bi Yayah untuk makan, ia tidak punya kuasa menjawab ucapan tante Ranti yang pedas bagai cabai rawit. Terbersit dibenak Freyza untuk pergi dan menjauh dari rumah ini, rumah yang ada sebelum ia dilahirkan. Menjauh dari tante Ranti yang baginya bagai singa yang siap menerkam dirinya kapan saja, tapi ia akan kemana? Ia tak punya tujuan, teman? Ia bahkan tak punya teman dekat walau ia mudah akrab dengan siapa saja. Freyza makan dengan banyak pikiran, ia tidak bisa terus terusan seperti ini. Ia gadis normal bukan orang dengan gangguan mental seperti yang dikatakan tantenya itu, ia ingin berubah, demi papa dan mamanya di surga. Oooo---oooO Ryoichi turun dari kamarnya menuju ruang makan, ia tersenyum melihat keluarganya berkumpul untuk sarapan pagi. Ia juga sudah siap untuk dinas pagi hari ini. "Selamat pagi kek, ma, pa, Chel," sapa Ryoichi. "Selamat pagi Oichi, ayo duduk," pinta mama Auryn. Ryoichi duduk di samping Michella dan mulai mengambil sarapan pagi. "Mama tidak ada rencana datang ke rumah sakit?" Tanya Ryoichi. Mama Auryn menghentikan makannya dan menatap Ryoichi. "Memangnya kenapa sayang?" Tanya mama Auryn. "Ya mungkin mau nostalgia saat saat bersama papa.. ups... Maaf pa," ucap Ryoichi merasa bersalah menatap papa Tian. Ia tidak enak mengatakan hal didepan papa Tian sebagai ayah sambungnya. "Tidak apa apa sayang, tidak usah minta maaf." "Mama boleh ke rumah sakit Health and Health pa?" Tanya mama Auryn, ia juga ingin tahu keadaan Rumah sakit itu sekarang. "Boleh sayang, biar aku disini menemani papa sama Chella." "Nggak ah pa, Chella mau ikut mama ke rumah sakit saja," jawab Michella. "Kamu bakal bosan dek disana," ledek Ryoichi. "Aku kan menemani mama kak, nggak akan bosan." Jawab Michella. "Ya sudah terserah kamu." Setelah selesai sarapan, Ryoichi, mama Auryn dan Michella berangkat ke rumah sakit Health and Health dengan mobil Ryoichi. Mereka sampai di rumah sakit Health and Health, mereka turun dari mobil dan masuk melalui lobby rumah sakit menuju IGD. Mama Auryn membantu Ryoichi di IGD, Ryoichi memperkenalkan mamanya pada rekam rekan dokternya sedangkan Michella duduk di kursi kerja Ryoichi selagi kakak dan mamanya menangani pasien di IGD. Michella kemudian izin ke toilet yang letaknya tak jauh dari poly poly yang sudah ada antrian, Michella akan masuk dalam kamar mandi saat ia mendengar namanya dipanggil, Michella menghentikan langkahnya dan mencari siapa yang memanggilnya. Ia melihat seseorang memakai snelli berjalan kearahnya. "Dokter Calvyn..." "Ikut Ryoichi lagi?" "Iya tapi kali ini sama mama, dokter Calvyn tidak dinas di IGD?" "Saya dokter spesialis, bukan dokter umum," jawab dokter Calvyn. "Oh... Maaf, saya tidak tahu." "Tidak apa apa, masih lama di Jakarta?" Tanya dokter Calvyn. "Mungkin beberapa hari lagi, kenapa?" "Mungkin aku bisa mengajak kamu jalan?" "Apa?" "Kalau kamu tidak ada acara lain," jawab dokter Calvyn sedikit tergagap. "Mmm... Boleh deh." "Great, aku hubungi nanti, aku mau praktek di poly dulu." "Oke." Dokter Calvyn berbalik dan masuk dalam ruangan tak jauh dari tempat Michella, sedangkan Michella masuk dalam kamar mandi dan kembali ke IGD. "Kak..." "Hem..." "Dokter Calvyn itu dokter spesialis?" Ryoichi menatap Michella. "Dari mana kamu tahu?" "Tadi ketemu." "Iya, dia dokter spesialis ortopedi." "Oh..." "Kenapa? Naksir?" "Apaan sih..." Jawab Michella tersipu. Lynagabrielangga. Maafkan aku yang belum punya mood lanjut story ini, doakan mood bumil ini segera datang dan semangat lanjut ya. Doakan sehat sehat ya, happy reading. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN