"sebenarnya... sudahlah om, semuanya telah terjadi. Freyza tidak apa apa, tante Ranti juga adik papa tidak mungkin ia menginginkan hal buruk terjadi pada Freyza juga perusahaan," jawab Freyza kemudian, ia memutuskannya menutup rapat semua kenangan pahit setahun belakangan dan menganggapnya tidak pernah terkadi.
Pak Zaky menatap tak percaya gadis di hadapannya, walau ia tahu semua kisah Freyza setahun belakangan dari orang yang terpercaya dan tahu kejadian yang menimpa Freyza tapi ia ingin Freyza mengatakan semuanya dari mulutnya.
"You are really an angel Frey, Tante kamu sudah melakukan hal buruk dan jahat sama kamu tapi kamu malah baik padanya, hatimu suci nak," ucap pak Zaky kagum dengan pribadi Freyza.
"Om jangan khawatir, I'll be fine om, trust me. Jika suatu saat Freyza membutuhkan bantuan om, pasti Freyza akan datang kesini."
"Baiklah Frey, om yakin kamu sudah dewasa dan tahu apa yang baik dan benar."
"Percayalah om, Freyza sudah baik baik saja, om cukup mendukung Freyza saja. Baiklah Freyza pamit pulang ya om" Freyza kemudian berdiri dari duduknya dan keluar dari ruangan pak Zaky dan keluar gedung, Freyza berniat pulang ke rumahnya yang kini sudah dikuasai tante Ranti.
Freyza berjalan menuju jalan raya dan akan menghentikan taksi tapi sudah hampir 15 menit tidak ada satupun taksi yang lewat, Freyza memutuskan untuk menyusuri trotoar menuju halte busway dan akan menaiki busway. Ia melihat jam tangannya dan terkejut karena jam menunjukkan pukul 9 malam, ternyata ia cukup lama berada di kantor advokat pak Zaky.
Freyza membalikkan badannya dengan cepat karena merasa ada yang mengikutinya, tapi tak ia lihat siapapun di belakangnya, walau begitu ia merasa ada yang mengawasinya. Freyza melanjutkan langkahnya menuju halte busway dan terkejut karena tiba-tiba dua orang pria mencegat langkahnya, perasaan Freyza tidak enak tapi ia tak mau berburuk sangka.
"Nona Freyza, ayo ikut kami," ucap salah satu pria itu.
"Siapa kalian? kenapa aku harus ikut dengan kalian?" tanya Freyza sedikit takut karena wajah pria pria itu menyeramkan.
"Nona tidak perlu tahu, ikut saja."
"Saya tidak mau." Freyza berjalan akan melewati dua pria itu tapi tangannya ditahan oleh dua pria itu. Tanpa banyak kata kedua pria itu menarik tangan Freyza menuju mobil yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Lepas!! Aku tidak mau ikut..." Freyza meronta mencoba melepaskan diri dari dua pria itu.
"Diam!! jangan melawan."
Saat mereka akan memasukkan Freyza dalam mobil sebuah suara menghentikan mereka.
"Lepaskan dia..."
"Siapa kamu? Jangan ikut campur!!"
"Dia menolak ikut dengan kalian, itu namanya penculikan."
Freyza membalikkan badan dan terkejut saat melihat orang yang ia kenal berdiri tak jauh dari mobil para pria itu.
"Ryoichi??"
"Aku bilang lepaskan dia!" ucap Ryoichi mulai meninggi nada suaranya.
"Kalau kami tidak mau melepaskan dia, kamu mau apa?" tantang salah satu pria itu.
Ryoichi hanya tersenyum, ia membuka kancing lengan bajunya dan melipat lengan bajunya hingga siku.
"Terpaksa..." Ryoichi menggantung kalimatnya.
Salah satu pria mendorong tubuh Freyza masuk dalam mobil, kemudian ia dan temannya berjalan mendekati Ryoichi. Tak lama mereka sudah terlibat baku hantam, Ryoichi melawan dua pria itu tapi Ryoichi tak gentar karena ia sudah membekali diri dengan ilmu beladiri.
Ryoichi dan dua pria itu masih saling pukul dan tendang sedangkan Freyza melihat hal itu dengan wajah khawatir, satu lawan dua bukan sesuatu yang imbang. Dua pria itu kemudian terkapar tak jauh dari tempat Ryoichi berdiri.
Freyza menjauh dari mobil para pria itu takut mereka membawa dirinya pergi seperti niat awalnya, kedua pria itu bangkit, tanpa disangka salah satu pria mengeluarkan pisau dari balik bajunya dan mencoba menusuk Ryoichi tapi Ryoichi segera sadar dan menghalau dengan lengannya hingga lengannya tergores pisau.
Suara sirine polisi membuat kedua pria itu berlari menuju mobil dan segera pergi dari lokasi yang cukup sepi itu, Freyza berlari mendekati Ryoichi yang memegang pergelangan tangannya yang terkena sabetan pisau para penculik itu.
"Ryoichi.... kamu tidak apa apa?" tanya Freyza khawatir, ia lihat darah mengalir dari pergelangan tangan Ryoichi.
"Aku tidak apa apa," jawab Ryoichi.
"Tidak apa apa bagaimana, itu darahnya mengalir terus, ayo aku antar ke rumah sakit."
"Tidak..! tidak perlu, tolong ambilkan kotak P3K di mobilku."
Tanpa menjawab Freyza berjalan cepat menuju mobil Ryoichi mengambil kotak P3K sedangkan Ryoichi berjalan menuju bangku di trotoar dan duduk disana, untuk hanya pergelangan tangannya yang tergores bukan lengan atasnya, ia akan kehabisan darah jika tergores di lengan atas karena disana letak pembuluh darah Arteri.
Freyza kemudian duduk di sebelah Ryoichi dan membuka kotak P3K lalu menatap Ryoichi dan pergelangan tangan Ryoichi bergantian.
"Apa yang harus aku lakukan?"
"Ikat saja dengan kuat, gunakan perban itu," jawab Ryoichi.
Freyza mengangguk mengerti, ia mengambil perban dan mengikat pergelangan tangannya Ryoichi dan mengikatnya kuat.
"Lebih baik kamu aku antar ke rumah sakit Ryoichi, sepertinya luka kamu parah. Bukannya kamu bekerja di rumah sakit Health and Health, aku antar ke sana ya?" tawar Freyza.
"Tidak!!" ucap Ryoichi, ia memang sama dengan kakek dan papanya, tidak mau dirawat di rumah sakit walau itu rumah sakit milik keluarganya.
"Aku tidak apa apa, ayo aku antar kamu pulang Frey."
Ryoichi berdiri dan berjalan menuju mobilnya, Freyza menatap heran kenapa Ryoichi tidak mau dibawa ke rumah sakit agar mendapatkan perawatan. Freyza kemudian mengikuti langkah Ryoichi menuju mobilnya, Ryoichi masuk dalam jok pengemudi sedangkan Freyza masuk di jok penumpang disamping Ryoichi.
Ryoichi mencoba menyalakan mesin mobil tapi ia merintih karena rasa sakit di pergelangan tangannya.
"Aduh..."
Freyza segera menoleh pada Ryoichi dan melihat pria itu kesakitan, sepertinya akan sulit bagi Ryoichi mengemudi karena pergelangan tangannya terluka.
"Biar aku yang mengemudi," ucap Freyza kemudian turun dari jok penumpang dan berputar menuju jok pengemudi, ia membuka pintu mobil tapi Ryoichi masih diam ditempatnya.
"Geser..."
"Tapi..."
"Kamu tidak akan bisa mengemudi dengan tangan sakit, biar aku yang mengemudi."
Ryoichi menghela nafas, ia kemudian menggeser tubuhnya ke jok penumpang sedangkan Freyza masuk dan duduk di jok pengemudi, Freyza segera menyalakan mesin mobil Ryoichi dan menjalankan mobil.
"Biar aku antar kamu pulang, nanti aku naik taksi pulang," ucap Freyza menatap Ryoichi sejenak kemudian fokus kembali ke jalanan di depannya.
"Aku yang akan mengantarkan kamu pulang Frey, kenapa malah kamu yang akan mengantarkan aku pulang?"
"Itu tadi sebelum aku tahu kamu kesakitan saat akan mengemudi, jadi sekarang berbalik, aku yang akan mengantarkan kamu pulang, oh ya terima kasih sudah menolong aku dari dua pria itu."
"Siapa mereka? kenapa mereka membawamu dengan paksa?" tanya Ryoichi.
"Aku juga tidak tahu, tiba tiba mereka datang dan memaksa aku ikut dengan mereka, tapi aku rasa aku tahu siapa yang menyuruh mereka."
"Siapa?"
Freyza diam, ia tak mungkin mengatakan pada Ryoichi.
"Aku tidak wajib memberitahu kamu kan?"
Ryoichi terdiam, gadis di sebelahnya seperti membangun dinding pembatas dan tak ingin orang mengetahui tentang dirinya.
"Bukan maksud aku untuk ikut campur tapi lebih baik kamu lapor polisi jika kamu tahu siapa orang itu."
Freyza termangu, lapor polisi tidak ada dalam rencananya karena semua akan menjadi makin rumit.
"Oh ya, dimana alamat kamu?" tanya Freyza mengalihkan pembicaraan.
Ryoichi berpikir sejenak, tidak mungkin ia meminta Freyza mengantarkan dirinya ke rumah kakeknya.
"Antarkan ke apartemen Casa Grande."
Lynagabrielangga.