Nayla akhirnya memutuskan untuk mencari tahu sendiri. Malam itu, setelah Kayla terlelap, ia duduk di ruang tamu dengan laptop terbuka. Jemarinya gemetar saat membuka surel lama Arka, mencoba menelusuri setiap jejak komunikasi yang pernah mereka lakukan. Ia menemukan beberapa email resmi dari universitas, namun ada satu yang mencurigakan—alamat rumah sakit di luar negeri yang pernah mengirimkan jadwal kontrol. Hatinya berdegup kencang. “Rumah sakit?” bisiknya. Ia menelan ludah, lalu membuka situs penerjemah untuk memahami isi email itu. Semakin ia membaca, semakin wajahnya pucat. Kata-kata yang muncul jelas: onkologi, radioterapi, kontrol lanjutan. Air mata menggenang di pelupuk matanya. Tiba-tiba semua kebisuan Arka, semua alasan singkat dan tergesa-gesanya, terasa masuk akal. Arka menye

