Emy segera bergegas bangun pagi-pagi berlari mengelilingi halaman dengan masih mengenakan Sweater karena ternyata udara diluar masih sangat dingin. Emy melambai pada tukang taman yang biasanya sudah datang sejak jam lima pagi untuk menyiram tanaman dan memotong rumput. Putri Pak Salim akan datang sore untuk membersihkan rumah setelah pulang dari sekolah dan ibunya membuat makanan untuk Eric setiap hari sebelum bekerja di kebun teh. Menurut cerita Bi Hanun, keluarganya memang sudah lama di beri kepercayaan untuk mengurus Villa. Karena dulu Villa ini jarang di tempati jadi mereka diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan lain, yang penting setiap hari dibersihkan dan tanamannya dirawat.
"Apa gak dingin, Neng, sudah lari-lari jam segini? " tanya pak Salam dengan logat sunda yang kental.
Emy hanya menggeleng dan tersenyum. Biasanya Emy bisa berolahraga agak siang tapi sekarang dia harus segera mengurus Eric. Sebentar lagi Eric akan bangun dan Emy harus sudah menyiapkan bak mandi dengan air hangat.
Sudah hampir satu minggu Emy mengurus Eric dan dia sudah mulai terbiasa dengan sifat pemarah pria itu. Beberapa hari ini Eric memang lebih sensitif, apalagi karena Dokter yang biasa memeriksanya kemarin tidak jadi datang. Emy harap hari ini Dokter Daniel akan datang, karena kalau tidak pasti Emy lagi yang kena imbasnya.
Setelah menyiapkan bak mandi dan pakaian Eric, Emy buru-buru kembali ke kamarnya sendiri untuk mandi dan bersiap karena akan ada kunjungan Dokter hari ini. Untuk sarapan biasanya Bi Hannun sendiri yang yang menyiapkan. Emy hanya bertugas menyiapkan makan siang dan makan malam untuk Eric karena biasanya Bi Hanun akan segera pulang setelah selesai masak dan meninggalkan beberapa catatan untuk Emy.
Emy segera berlari untuk membuka pintu begitu mendengar bel berbunyi, dia langsung lega karena tahu jika itu pasti Dokter Daniel. Emy hanya tidak menyangka jika Dokter Daniel ternyata adalah seorang Dokter yang masih sangat muda, mungkin seumuran dengan Eric.
Dokter tampan itu langsung menyapanya dan ternyata Emy hanya bisa mengangguk dan tersenyum. Karena sebagai orang bisu dadakan Emy memang tidak bisa sama sekali menggunakan isyarat tangan. Dari pada salah dan terlihat konyol, paling aman memang tersenyum saja.
Dokter Daniel terlihat membawa kotak karton yang kemudian diserahkan padanya, "Simpan dulu di kulkas dan katakan ke Bi Hanun, ini oleh-oleh untuk putrinya.
Emy segera membawa kotak karton itu pergi tanpa banyak bertanya.
Hari ini adalah jadwal kedua di minggu pertama Dokter Daniel untuk memeriksa perkembangan terapinya untuk Eric. Kemarin dia tidak bisa datang karena ada acara mendadak ke Singapore. Dokter Daniel dan Eric sebenarnya sudah saling kenal sejak anak-anak, mereka juga pernah kuliah sama-sama di Jerman. Mungkin jika bukan karena mereka sudah lama bersahabat pasti Eric juga tidak akan pernah mau bahkan hanya untuk sekedar di dekati. Eric memang menjadi lebih sensitif sejak mengalami kecelakaan. Dokter Daniel juga sudah sangat bersabar untuk menghadapi sahabatnya.
"Kau punya asisten baru, " kata Dokter muda yang sedang berjalan menghampiri Eric yang sudah menunggunya sejak pagi.
"Namanya Lola."
" Tapi kenapa asistenmu sepertinya hanya bisa mengangguk-ngangguk dan tersenyum."
"Dia bisu," jawab Eric.
"Oh, kau serius? "
Eric hanya mengangguk, "Ayahku yang membawanya kemari, karena kasian tidak ada yang mau mempekerjakannya. "
"Mustahil! "
"Nanti kau juga akan tahu jika orang bisu ternyata merepotkan. " Jujur saja Eric juga mulai menyesal karena sudah mendengarkan ide ayahnya untuk memberi gadis itu pekerjaan.
"Tapi dia cantik, " bisik Dokter Daniel, " dengan d**a besar dan pinggang ramping seperti seleramu."
"Jangan konyol! " tepis Eric yang sebelumnya memang tidak pernah memikirkan gadis yang merepotkanya beberapa hari ini itu jelek atau cantik.
"Sungguh dia cantik, gadis bisu yang cantik. "
"Jangan coba menggoda pelayan, karena itu menjijikkan, " sindir Eric yang tahu persis sifat sahabatnya.
"Aku serius dan jadi penasaran di mana Mr. Hardy menemukanya. "
"Semoga saja dia bukan salah satu p*****r ayahku. "
"Itu mengerikan, " tutup Dokter Daniel yang kemudian segera menyiapkan alat terapi untuk Eric.
Emy memasukkan karton yang di berikan Dokter Daniel di rak paling atas agar Bi Hanun langsung menemukannya besok pagi. Dia juga menulis pesan dalam secarik kertas yang kemudian ia tempel di pintu kulkas.
Setelah tugasnya selesai Emy langsung menyusul keruang terapi, dia mengetuk dua kali untuk memberitahu Eric.
"Kemarilah, bantu aku, " panggil Dokter Daniel dan Emy pun segera berjalan menghampiri mereka berdua. Erik sudah siap berbaring di kursi terapi.
"Bisa tolong pegang alat ini. " Dokter Daniel meminta Emy untuk menahan alat terapi yang baru dia pasang di kedua sisi mata Eric. Dengan posisi Eric yang berbaring sepertinya Emy jadi kerepotan. Rasanya seperti ada yang salah karena membiarkan dadanya seperti bergelayutan di atas tubuh pria yang sedang berbaring. Emy bersyukur Eric tidak dapat melihatnya.
"Jangan sampai bergeser, " Dokter Daniel kembali memperingatkan. Intinya agar Emy tidak bergerak dulu sementara dia mengambil titik fokusnya.
Eric masih membuka mata dengan dua alat kecil yang Emy arahkan ke pupilnya. Mereka sangat dekat, bahkan Emy yakin bisa ikut merasakan nafas hangat Eric ketika menyapu wajahnya. Emy sama sekali tidak berani bergerak meski dengan posisi yang sangat tidak nyaman seperti itu.
Emy melihat alat tersebut dikendalikan melalui program komputer, karena setelah itu Dokter Daniel memang hanya sibuk fokus pada layar persegi di tangannya tanpa mempedulikan jika kakinya yang mulai kram karena harus merunduk di atas Eric.
"Sepertinya perkembangannya cukup baik sumbatan darahnya tinggal sedikit lagi, kuharap kau tidak akan sensitif lagi terhadap cahaya."
Sebenarnya Emy penasaran dan ingin bertanya kepada Dokter Daniel, apa mungkin Eric bisa melihat lagi setelah itu. Tapi Emy ingat jika dirinya bisu, pasti akan repot untuk membahas hal seperti itu di belakang Eric.
"Sudah, bawa alat itu kemari! " perintah Dokter Daniel.
"Namamu, Lola? " tanya Dokter muda itu cukup ramah dan Emy mengangguk.
"Aku, Daniel. "
Emy menyambut uluran tangan Dokter Daniel dan tersenyum meskipun sebenarnya dia sudah tahu namanya dari jurnal. Tapi Emy senang karena ternyata Dokter Daniel sangat ramah dan cukup Friendly.
Emy melihat Dokter Daniel juga beberapa kali bercanda untuk menggoda Eric, meskipun Eric nya tetap saja acuh tapi Emy tahu jika sepertinya memang hanya Dokter Daniel yang berani mengajaknya bercanda seperti itu dan Eric tidak marah.
"Lola, apa kau juga tinggal di sini? "
Emy mengangguk baru kemudian melihat Eric yang sepertinya tidak begitu suka jika sahabatnya itu terlalu banyak bertanya.
"Kau menempati kamar tamu? " tebak Dokter Daniel, dan sekali lagi Emy mengangguk meskipun tidak sepenuhnya mengerti apa maksud pertanyaan tersebut.
"Kau memiliki asisten yang siap dua puluh empat jam Eric! "
"Cepat pulang saja jika pekerjaanmu sudah selesai! " tegur Eric yang baru kali ini tiba-tiba ingin sekali mengusir sahabatnya itu.
Tentu Daniel tahu jika kamar tamu hanya bersebelahan dengan kamar Eric dan bohong jika Eric tidak menikmati saat gadis itu ada di atas tubuhnya. Padahal sebenarnya Emy bisa saja memegang alat itu dari sisi atas kepala Eric agar tidak perlu repot seperti tadi, tapi Dokter Daniel sengaja membiarkanya untuk melihat apa Eric bakal protes. Karena laki-laki normal manapun pasti akan menikmatinya. Menurut Daniel, Eric memang perlu sedikit bersantai tentang hidupnya.
"Baiklah, Lola. Perhatikan beberapa catatan yang kubuat. " Dokter Daniel menyerahkan secarik kertas pada Emy, "Ingat jangan sampai lupa mengingatkan Eric untuk meminum vitaminnya. Aku akan datang tiga hari lagi untuk memastikan perkembangannya."
Emy mengangguk dan Dokter Daniel tersenyum.
"Bilang saja padaku jika Eric berani semena-mena padamu, " kata Dokter Daniel sambil merapikan barang-barangnya, "karena sepertinya aku juga membutuhkan asisten. "
Emy tahu jika Dokter Daniel hanya bercanda untuk menggoda sahabatnya, karena itu dia juga hanya balas tersenyum. Tapi Emy sepertinya benar-benar suka dengan keramahan Dokter muda itu.