Keputusan Luna sudah bulat bahwa dia harus pergi ke Jepang karena urusan kantor yang tak bisa lagi dia tunda. Pagi-pagi sekali dia sudah berkemas. Arvin tak banyak menyahuti karena takut pertengkaran mulai mencuat lagi. "Beneran, kamu nggak mau ikut aku, Kak?" tanya Luna lagi untuk meyakinkan. Arvin menggeleng. Dia masih menggendong Zie yang tadi sedang menangis. Padahal dia sudah bersiap juga hendak pergi ke kantor. Pasrah, dia akhirnya memomong Zie saja. Si kecil itu dari awal mamanya berkarir, telah dibiasakan dengan s**u formula. Pun lebih sering Arvin yang mengurusinya. Oleh karena itu, Luna tak ragu jika harus meninggalkan Zie untuk diurus suaminya ini sementara dia pergi ke Jepang beberapa hari lagi." "Ya udah, sih!" Luna tersenyum cuek. Sudah sedia satu koper di sisi kakinya.